Pembedahan merupakan pengalaman yang berpotensi menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada setiap orang. Kecemasan menjadi salah satu masalah yang sering dijumpai pada pasien sebelum pembedahan. Kecemasan sebelum operasi adalah hal yang khas berupa respon emosional pada banyak pasien yang menunggu tindakan operasi. Studi mengemukakan bahwa sekitar 60-80% pasien yang akan menjalani pembedahan mengalami kecemasan.
Kecemasan diartikan sebagai respon terhadap situasi dan kondisi tertentu yang mungkin mengancam dan merupakan kejadian normal yang terjadi pada masa perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau asing serta dalam eksplorasi kecemasan. Kecemasan merupakan suatu stressor yang akan mempengaruhi sistem limbik sebagai pengatur emosi melalui serangkaian yang diperantarai oleh HPA (hipotalamus, pituitary dan adrenal). Kecemasan akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi Cotricotropin Releasing Hormon (CRF).
CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari anterior untuk meningkatkan produksi Adrenocorticotropin Hormon (ACTH). Hormon ini yang akan 4 meningkatkan sekresi kortisol dan aksikatekolamin (epinefrin dan norepinefrin), hal ini lah yang akan merespon adanya kecemasan.
Kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindaka operasi mengacu pada proses dari tanggal mulai operasi hingga bertahap saat proses intensif pada awal operasi. Secara umum, hal ini dapat digambarkan sebagai situasi yang sangat meresahkan bagi pasien.
Pasien yang menjalani operasi kolesistektomi laparoskopi mengalami rasa nyeri, merasa takut dan cemas akan menderita, cemas tubuhnya akan rusak,cemas kehilangan fungsi setelah intervensi bedah, takut menjadi cacat setelah prosedur, takut bergantung pada seseorang setelah prosedur,serta takut dan cemas tentang prosedur pembedahan dan anestesi.
Ada terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dengan rencana tindakan operasi mengalami perasaan cemas yang mereka rasakan. Hal ini mencakup usia, jenis kelamin, jenis dan luas pembedahan yang akan dilakukan, pengalaman pembedahan sebelumnya, dan kepekaan individu terhadap situasi stress.
Dinc dan Tuna (2024) mengemukakan bahwa kecemasan yang dialami pasien sebelum operasi ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil pembedahan. Pasien dengan tingkat stress dan kecemasan sebelum menjalani tindakan kolesistektomi laparoskopi mengalami lebih banyak rasa nyeri setelah pembedahan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi medis seperti peningkatan tekanan darah dan gula darah serta perpanjangan rawat inap di 5 rumah sakit.
Adanya faktor resiko terjadinya eningkatan tekanan darah dapat berdampak buruk terhadap tindakan operasi yaitu perdarahan, sehingga dapat menyebabkan penundaan atau pembatalan tindakan operasi yang sudah disetujui sebelumnya dan akan berimbas pada bertambahnya lama perawatan, meningkatnya biaya administrasi, memperburuk kondisi kesehatan pasien dan tidak kooperatifnya perilaku pasien.
Tidak hanya itu, studi lain juga menjelaskan bahwa kecemasan sebelum operasi telah terbukti berhubungan dengan peningkatan kebutuhan akan pereda nyeri pasca operasi.
Kecemasan ini juga akan meningkatkan respon stres, menghambat respon imun dan penyembuhan luka, serta meningkatkan kejadian komplikasi pasca operasi. Selain itu dampak negatif lain yang ditemukan akibat dari kecemasan sebelum operasi berkontribusi terhadap masalah pasca operasi lainnya seperti mual, muntah, dan peningkatan risiko infeksi. Oleh karena itu perlu adanya tindakan penanganan kecemasan yang alami oleh pasien menjelang pelaksanaan tindakan operasi.
Saat ini berbagai metode tambahan digunakan untuk memulihkan rasa cemas yang dirasakan oleh seseorang, salah satu caranya adalah dengan melakukan teknik nonfarmakologis berupa Emotional Freedom Technique (EFT).
Tambunan et al., (2022) menjelaskan bahwa Emotional Freedom Technique (EFT) merupakan salah sau teknik penggabungan dari energi tubuh dan psikologis dengan prinsip dasar EFT adalah dengan mengirimkan sinyal aktivasi dan deaktivasi ke otak melalui rangsangan di titik-titik meridian tubuh, biasanya dengan memberi ketukan secara perlahan sembari mengucapkan afirmasi positif.
Teknik EFT mampu menghilangkan segala perasaan negatif terhadap suatu subjek yang dirasakan dengan cara masuk ke inti permasalahan. Ketika perasaan seseorang berubah akibat efek yang disebutkan, pemikirannya juga berubah.
Berbagai studi menjelaskan bahwa stimulasi manual pada titik meridian tubuh menghasilkan opioid endogen, meningkatkan produksi neurotransmitter seperti serotonin dan asam gamma-aminobutyric, serta mengatur kortisol yang merupakan hormon stres 7 utama, melalui perubahan neurokimia ini dapat membantu mengurangi kecemasan, peningkatan detak jantung, mengatur sistem saraf otonom; dan menimbulkan perasaan tenang.
Respons relaksasi ini menghambat kecemasan dan memberikan proses yang mengurangi respons emosional terhadap suatu perangsang atau stimulus yang negatif (desensitisasi) cepat terhadap rangsangan traumatis. Studi yang dilakukan Menevşe & Yayla (2024) menemukan bahwa penggunaan EFT dalam mengatasi kecemasan pasien yang akan menjalani tindakan operasi kolesistektomi laparoskopi mampu menurunkan tingkat kecemasan pasien dan membantu membuat pasien lebih rileks menuju tindakan operasi dengan nilai p-value= 0,001.
Studi kasus yang dilakukan pada pasien yang akan menjalani tindakan laparaskopi dan mengalami kecemasan. Pasien diberikan Emotional Freedom Technique dengan 1x penerapan sebanyak 3 ronde selama 25-30 menit yang diberikan dihari saat pasien akan menjalankan tindakan kolesistektomi laparoskopi didapatkan adanya penurunan kecemasan yang dirasakan oleh pasien dengan skor SUD dari 5 menjadi 3, ASSQ dari 34 menjadi 23, dan skor SFQ dari 46 ke 30. Disarankan kepada perawat agar dapat menerapkan Emotional Freedom Technique sebagai terapi non farmakologis untuk mengurangi kecemasan pada pasien pre operasi kolesistektomi laparoskopi.
Oleh: Ns.Mulyanti Roberto Muliantino, M.Kep
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas