29 C
Padang
Kamis, Mei 22, 2025
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

‘Palai Bada’ Pilkada

Kategori -
- Advertisement -

Oleh: Eddi Rusydi Arrasyidi*
[dropcap color=”#000000″ font=”0″]S[/dropcap]ebelum Pilkada serentak digelar pada 9 Desember 2015 kemarin, beredar sebuah opini yang cukup hangat di kalangan netizen atau pelaku media sosial. Provokasi ajakan untuk golput dari sebuah ormas Islam melalui media cetak yang diterbitkannya di setiap hari jum’at dan disebarkan di masjid-masjid di pelosok Nusantara.

Ormas ini memang sepengetahuan penulis, selalu bermain di tataran retorika. Opini yang disebarkan tidak jauh dari ranah anti demokrasi dan berujung pada penegakan Khilafah. Namun, ketika ditanya bagaimana prosesnya, jawabannya entah kemana.

Ibarat mau naik di balkon rumah untuk melihat ke seluruh sisi di bawah, tentunya kita harus naik ke atas memakai tangga atau bisa juga menggunakan tali untuk bergantung dan kemudian kita panjat sampai ke atas. Tapi kalau tidak tahu cara, tahunya cuma berteriak tentang kerja yang akan dilakukan jika sudah sampai ke atas balkon rumah, sama saja dengan bermimpi. Atau mengharap keajaiban langit agar dengan sekejap mata saat berdiri di bawah, tiba-tiba langsung berada di atas balkon rumah.

Kembali kepada ke topik opininya, tulisan dengan judul “Pepesan Kosong Pilkada Serentak” memang sangat tendensius, judulnya pun menyentak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘Pepesan’ adalah lauk yang dibuat dari ikan yang dirempahi dan dibungkus dengan daun pisang, kemudian dipanggang atau dikukus. Kalau bahasa Minangnya biasa kita namakan dengan ‘Palai’.

Pepesan kosong boleh diartikan sebagai pepes yang tidak berisi. Pemahamannya hanya menjadi sebuah onggokan daun pisang yang dipanggang atau dikukus hingga hangus. Tidak bisa dimakan justeru hanya menjadi sampah.

Bagi penulis dan tentunya kita sebagian besar masyarakat Minang, Palai Bada adalah sebuah pilihan makanan dalam rangka melepas selera tentang sesuatu yang memiliki citarasa berbeda. Meski proses pembuatannya di panggang yang membuat daunnya hitam dan berarang, tapi isinya tetap nikmat dengan ikan ‘bada’ yang dirempahi dengan rempah khas Minangkabu dan dilumuri dengan kelapa yang sudah diparut.

Bagi yang tidak suka dengan parutan kelapa yang dibumbui rempah, kita bisa memakan ikannya saja. Atau sebaliknya, tidak suka ikannya kita bisa memakan parutan kelapa yang dibumbui rempah. Enaknya tetap menggugah selera. Lalu apa kaitannya dengan Pilkada?

Pasca Pilkada serentak 9 Desember 2015 kemaren, kita bisa melihat bahwa masyarakat masih punya atensi untuk memberikan hak suara mereka kepada calon pemimpin yang bertarung dalam helat Pilkada 5 tahunan ini. Khususnya kita yang berada di provinsi Sumatera Barat, meski angka partisipasi masih di kisaran seperti pemilu ataupun pilkada sebelumnya, itu bisa saja disebabkan oleh aturan-aturan KPU yang tidak lagi memberikan ruang gerak dan sosialisasi kepada pasangan calon seperti Pilkada-Pilkada sebelumnya.

Namun, satu hal yang pastinya menjadi kebanggaan kita semuanya adalah bahwa pelaksanaan Pilkada bisa berjalan lancar, kecuali di beberapa daerah yang diputuskan untuk ditunda pelaksanaannya oleh KPU. Karena keputusan hukum terkait peserta Pilkada yang diputuskan oleh pengadilan.

Bagi sebagian besar kita, berarti sudah tidak lagi terbawa opini dan menganggap Pilkada hanyalah pepesan kosong belaka. Kita memahaminya sebagai sebuah esensi kebersamaan dalam membangun bangsa. Sebab, sebuah negeri tanpa pemimpin justru akan menjadi hampa.

Pemimpin yang kita pilih sesungguhnya adalah perwajahan rakyat atau masyarakat yang dipimpinnya. Kalau kita ingin memilih pemimpin yang baik, tentunya kita harus berpartisipasi dalam memberikan suara dan kemudian memilih dengan pertimbangan akal sehat kita berdasarkan sisi-sisi kebaikan calon yang ada. Dan, Alhamdulillah kita sudah membuktikannya.

Untuk saudara-saudaraku yang tergabung dalam ormas yang menyuarakan anti demokrasi dan anti Pilkada, penulis do’akan agar terbuka mata dan hatinya terhadap kondisi bangsa kita. Jangan anggap perhelatan demokrasi ini sebagai pepesan kosong dan kemudian menyerukan untuk menjauh dari sistem yang telah dibuat oleh para pemimpin-pemimpin dan para cendikia negeri ini.

Lihatlah Pilkada ini sebagai sebuah ‘Palai Bada’, meski hangus dan hancur kelihatan dari luarnya, tapi sungguh didalamnya ada pilihan citarasa yang bisa kita makan sebagai penggugah selera. Kalaupun tidak mau memakannya, tetaplah kita duduk bersama. Janganlah menjelek-jelekkan apa yang sedang ada dihadapan kami dan siap untuk kami santap bersama. Toh, tujuan kita kan tetap sama, setelah menikamati ‘Palai Bada’ kita akan kembali bekerja.

Kalaupun dari Pilkada terpilih pemimpin yang tidak pro terhadap Islam (agama mayoritas kita di ranah Minang ini), kami sudah berikhtiar untuk memilih pemimpin yang baik dalam pandangan kacamata kami. Namun perlu diingat, itu juga karena peran kalian yang tidak mau memberikan hak suara dalam memilih kepala daerah.

Mengutip perkataan Dr. Adhyaksa Dault, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga 2004-2009, “Khilafah pasti ada tanpa atau peran kalian. Dan, bukan hanya kalian yang mengklaim berjuang untuk tegaknya Khilafah. Maka biarkan mereka yang berjuang dengan caranya sendiri baik dari dalam sistem atau di luar sistem saling bahu membahu!!! Bukan dengan cara melemahkan perjuangan mereka dengan brosur-brosur, selebaran-selebaran yang memprovokasi orang Islam untuk tidak memilih dengan menyebarkannya di masjid-masjid dan musholah-musholah seperti yang kalian lakukan”.

Akhir kata, marilah kita berdo’a atas ikhtiar yang telah kita lakukan bersama, agar pemimpi yang terpilih adalah pemimpin yang mampu menjaga amanah, cinta terhadap agama dan budaya, serta berkemampuan dalam merangkul segenap elemen bangsa untuk sama-sama bahu membahu membangun negeri yang kita cintai ini. Hilangkan gesekan-gesekan yang sempat terjadi antar pendukung, tinggalkan fitnah-fitnah dan isu-isu yang tidak berguna yang bertujuan memecah belah kita. Kita nikmati Pilkada ini sebagai sebuah hidangan ‘Palai Bada’ yang kalupun tidak cukup, esok masih bisa kita tambah. Dan semoga ‘Pepesan Kosong’ saudara-saudara di ormas HTI, segera bermetamorfosa menjadi ‘Palai Bada’.

(* Penulis adalah Mantan Presidium Jaringan Intelektual Mahasiswa (JIM) PTAI se-Indonesia, beraktivitas di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat)

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img