27 C
Padang
Selasa, Mei 21, 2024
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Tokoh Pendidikan Islam
S

Kategori -
- Advertisement -

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh

A. Riwayat Hidup Muhammad Jamil Jambek

Syaikh Muhammad Jamil Jambek (disingkat Syaikh Jambek) dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1980 M (Noer, 1996: 42). Ia lahir dari percampuran darah Minang dan Betawi. Dipandang dari segi keturunannya maka Muhammad Jamil adalah seorang bangsawan, baik dari garis keturunan ibunya, maupun dari keturunan ayahnya. Ibunya adalah bangsawan kraton, sedang ayahnya, Muhammad Saleh

Dt.Maliko adalah seorang kepala suku (Edwar, 1981: 56). 

Ketika berusia tujuh tahun Muhammad Jamil dimasukkan ke sekolah Governement di Bukittinggi hingga tamat dengan memperoleh ijazah. Akan tetapi setelah itu ia tidak melanjutkan pelajarannya ke sekolah yang lebih tinggi, melainkan menuntut ilmu yang lain sama sekali dari ilmu yang telah diperolehnya di sekolah. Ia menuntut ilmu sihir yang dipelajarinya dari seseorang yang berasal dari tanah Batak, dan dari guru-guru lainnya yang berasal dari Minangkabau sendiri (Edwar, 1981: 56).

Muhammad Jamil memang seorang yang cerdas. Pelajaran-pelajaran yang telah diajarkan gurunya dapat diterimanya dengan baik dan dipahaminya dengan cepat. Demikian pula halnya dengan ilmu sihir yang dipelajarinya itu. Ia dapat menggunakannya dengan cekatan. Selain itu, Muhammad pun memiliki akuan, yaitu semacam makhluk halus yang dapat melakukan hal-hal yang tak dapat dilakukan oleh manusia. Suatu peristiwa yang menunjukkan kehebatan dan ilmu sihirnya ialah ketika ia suatu ketika melakukan pencurian dengan menggunakan ilmu sihirnya. Dia datang menemui seorang perempuan kaya ketika suami perempuan itu sedang tidak ada di rumah. Kepada perempuan itu dimintanya kunci lemari dimana ia menyimpan uangnya. Maka perempuan itu tanpa ragu-ragu menyerahkan kunci lemari itu kepadanya, karena menurut anggapannya lelaki yang meminta lemari itu adalah suaminya sendiri. Dengan adanya kunci itu ditangannya maka Muhammad Jamil dengan leluasa mengambil uang yang tersimpan dalam lemari itu. Ketika suami perempuan itu pulang dan meminta kunci lemari kepadanya untuk mengambil uang dilihatnya uang sudah tidak ada, sehingga terjadilah pertengkaran antara suami isteri itu. Pada saat itulah sang isteri baru menyadari bahwa lelaki yang mengambil uang itu bukan suaminya. Pertengkaran mereka itu sempat disaksikan sendiri oleh Muhammad Jamil tanpa diketahui mereka (Edwar, 1981: 56). Selama beberapa tahun Muhammad Jamil dengan ilmu sihir yang dimilikinya hidup sebagai parewa

Tuhan berbuat sekehendak-Nya. Dia menunjuki orang yang Dia kehendaki, Dia sesatkan orang yang Dia kehendaki. Dalam perjalanan Muhammad Jamil sebagai seorang parewa (preman) yang suka mencuri, merampok dan berkelahi, dia tersasar ke surau Angku Kayo di Mandiangin. Angku Kayo cukup kenal dengannya, sebab ia adalah anak dari pemuka masyarakat di Bukittinggi. Karena pandainya Angku Kayo membujuk dan memberi pengertian, sadarlah Muhammad Jamil dan mulailah ia belajar agama dengan Angku Kayo sebagai guru. Ayahnya Muhammad Saleh Datuk Maleko berbesar hati sekali mendengar anaknya telah sadar dan mulai belajar agama (mengaji) dan menjanjikan akan membawa Muhammad Jamil naik haji ke Mekkah.

Menurut Tamar Djaya, ayahnya Muhammad Saleh menyuruh Muhammad Jamil belajar mengaji ke Koto Mambang Pariaman mengingat perasaan Muhammad Jamil sendiri menghadapi teman-temannya sesama parewa. Kemudian dari kota Mambang ia melanjutkan pelajarannya ke Batipuh Baruh Padang Panjang. Di sini ia belajar Ilmu Fiqh. Kegemarannya belajar agama sudah kelihatan baik dan ia benar-benar kelihatan telah bertobat (Djaya: 620). Maka pada tahun 1896 ayahnya membawa ia ke Mekkah (Edwar, 1981: 56). 

Dalam perjalanan ke Mekkah, ayahnya meninggal dunia, jadilah Muhammad Jamil seorang yatim dalam perjalanannya menunaikan Islam yang kelima. Karena dia seorang yatim maka hal ini mengundang belas kasihan dari orang lain, terutama dari seorang pemuka agama Minangkabau yang waktu itu belajar di Mekkah yaitu Syaikh Salim. Lalu Muhammad Jamil dipelihara, diasuh dan disekolahkannya. Ia belajar di Mekkkah selama 10 tahun dari guru-guru yang berasal dari Minangkabau, seperti Tuangku Khatib Kumango, Abdullah Ahmad, Syaikh Ahmad Khatib dan Taher Jalaluddin. Disamping itu ia juga belajar kepada guru-guru lain seperti Syaikh Bafadil dan Syaikh Serawak. Karena ia seorang yang sangat cerdas lalu ia diberi ilmu yang belum pernah diperoleh ulama Minangkabau sebelumnya, yaitu Ilmu Falak, yang dipelajarinya dari Syaikh Taher Jalaluddin. Muhammad Jamil dapat menguasai ilmu ini sebaik-baiknya dan ia sangat kuat mempertahankan hasil perhitungannya, sehingga ia hampir saja menjadi buta ketika ia masih berada di Mekkah karena sering melihat matahari untuk membuktikan hasil perhitungan yang berbeda dengan hasil perhitungan gurunya Taher Jalaluddin, sehingga akhirnya gurunya mengakui dan menerima hasi perhitungan Muhammad Jamil. Keahliannya dibidang ilmu falak inilah yang menyebabkan ia mendapat sebutan ―Al-Falaky‖ di belakang namanya (Edwar, 1981: 58). 

Sewaktu di Mekkah, Muhammad Jamil pernah kawin dengan seorang gadis yang juga berasal dari Minangkabau, tapi isterinya itu meninggal dunia, sewaktu beliau masih berada di kota Mekkah.

Setelah 10 tahun berada di Mekkah, ilmu agama yang didapatnya sudah dirasa cukup, ilmu falakpun telah dikuasainya pula. Dan dari pergaulaulan sehari-hari ia telah dapat menguasai beberapa bahasa asing, yaitu bahasa India, Pakistan dan bahasa Jerman disamping bahasa Arab sendiri, maka Muhammad Jamil bertolak meninggalkan kota Mekkah menuju tanah air, kembali ke Ranah Minang (Sumatera Barat). Dalam perjalanan pulang waktu turun di Penang ia sempat bertemu dengan Syaikh Jalaluddin Azhary, gurunya ketika di Mekkah. Muhammad jamil sempat mengadakan perjalanan keliling di Malaysia (dulu dikenal Malaya) untuk memperluas pandangannya tentang kehidupan beragama dan perkembangan agama sendiri di negeri itu. (Edwar, 1981: 59). 

Pada tahun 1321 H bertepatan dengan tahun 1903 M, Muhammad Jamil kembali di Ranah Minang untuk melaksanakan tugas sucinya sebagai ulama yang membawa pembaharuan dan kemajuan kepada kehidupan beragama masyarakat Minangkabau pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.

B. Pemikiran Pendidikan Syaikh Muhammad Jamil Jambek

Setibanya di Bukittinggi, Muhammad Jamil memperhatikan masyarakat Minang yang masih ketinggalan dalam bidang agama, akidah-akidah Islam bercampur aduk dengan khurafat dan kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam. Dalam masyarakat tampillah Muhammad Jamil sebagai seorang ulama muda untuk mengajar masyarakat dengan cara dan metode yang belum pernah dipakai oleh ulama sebelumnya. Dia tidak mengajar dengan sistem halaqah, dimana murid duduk berlingkung menghadap guru, dan masing-masing murid memegang kitab. Muhammad Jamil mengajar dengan cara berpidato di hadapan orang banyak. Ia mencatat pokok-pokok yang akan disampaikannya, lalu diterangkannya kepada hadirin dengan sejelas-jelasnya. Dengan demikian ia membuka lembaran sejarah baru dalam pengembangan agama di Minangkabau, adalah orang pertama yang mempraktekkan sistem tablig (Edwar, 1981: 58). 

Kepulangannya, dan cara baru yang dipakai Muhammad Jamil dalam mengajarkan agama, tersiar dengan cepat ke tempat-tempat lain sehingga masyarakatdatamg berduyunduyun untuk mengikuti pengajian yang disampaikannya. Mohammad Jamil bukan saja menyampaikan pengajiannya di surau atau di Masjid, tetapi juga di tempat tempat terbuka dimana masyarakat dapat berkumpul. Dia mengajar sampai ke desa-desa, terutama disekitar Bukittinggi, seperti Kamang, Empat Angkat dan lain-lain (Edwar, 1981: 58). 

Muhammad Jamil adalah ulama satu-satunya yang memakai jambang. Maka ia digelari dengan Jambek, sehingga nama lengkapnya menjadi Muhammad Jamil Jambek. (Edwar, 1981: 58).

Syeik Muhammad jamil Jambek, disamping menguasai ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fiqh, dan sebagainya, dia juga seorang ahli sejarah. Dan lebih dari itu dialah orang pertama di Minangkabau yang menguasai ilmu falak pada masa itu. Sejak kehadirannya dengan ilmu falak itu, pada umumnya di Minangkabau orang hanya mengikuti hasil hisabnya untuk menentukan jadwal-jadwal sholat dan jadwal puasa yang disebut Imsakiyah‖. Ilmu falak ini dikembangkannya pula kepada murid-muridnya, diantaranya yang terkenal adalah Hasan Pakiah Mudo dan Janaid. Dan diantara anaknya sendiri yang dapat mewarisi ilmu falak ini dengan baik adalah Sa‘aduddin Jambek (Edwar, 1981: 58).

Dalam pengajian-pengajian yang diadakan oleh Syaik Mohammad Jamil Jambek di suraunya yang terletak di kampung Tangah Sawas Bukittinggi, empat kali seminggu, dibaginya kepada dua bagian yaitu dua kali untuk kaum ibu dan dua kali untuk kaum bapak. Para pengajian untuk kaum bapak itu kebanyakan adalah orang-orang yang telah dipandang sebagai ulama di kampung merka masing-masing (Edwar, 1981: 58).

Muhammad Jamil Jambek di kenal sebagai seorang ulama yang sangat disiplin dalam segi waktu, pandai dalam memberikan pengertian dan mengambil hati orang lain. Ia selalu bermusyawarah dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya, sehinggadengan mudah dapat mempersatukan pemuka-pemuka agama dan para pemuka adat yang selalu diadu domba oleh Belanda (Edwar, 1981: 58).

Dalam berhubungan dengan pemerintah, beliau pun sangat pandai, sehingga pemerintah Belanda selalu menghargai beliau. Namun dalam hal prinsiplir pendiriannya tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini dapat dibuktikan dari penolakannya terhadap ordonannsi pendidikan. Pada tahun 1928 ia mengumpulkan ulama-ulama untuk bermusyawarahkan masalah itu di suraunya sendiri di kampung Tangah Sawah. Kalau bukan karena kekuatan pendiriannya, ia tak akan mampu melaksanakannya, karena ia baru saja mendapatkan bintang saja dari belanda pada tahun 1926 atas jasanya dalam mengamankan kaum komunis yang membuat kekacauan dan mengadakan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda. Ia bersama kawan-kawannya seperti H. Abdullah Ahmad, H. Abdul Karim Amrullah, Syeikh Daud Rasyidi dan lain-lain, menyadari bahwa dalam setiap perjuangan perlua ada persatuan, maka pada tahun 1921 dibentuklah Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). Dimana ia menjadi salah seorang dari pengurus perkumpulan itu. Seperti disebutkan di atas, pada tahun 1982 diadakan permusyawaratan untuk menentang ordonansi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Belanda,untuk itu dibentukah Comite Permusyawaratan Ulama Minangkabau dan ia juga merupakan salah seorang anggota perkumpulan itu (Edwar, 1981: 58).

Pada akhir pemerintahan Belanda ia menditikan juag suatu organisasi umat  Islam yang diberi nama Majelis Islam Tinggi (MIT), yang merupakan pusat kekuatan perjuangan umat Islam Minangkabau dan ia menjabat sebagai Ketua Pengurus Besarnya. Organisasi ini setelah Indonesia merdeka berobah menjadi organisasi politik, maka ia melepaskan diri dari kepengurusannya saat pelaksanaan kongres MIT. Keluarlah fatwa-fatwa dari para ulama, bahwa perjuangan menentang Belanda adalah wajib ‗ain hukumnya, dan orang yang mati dalam perjuangan itu adalah mati syahid. Oleh sebab itu terbentulah tentara Fi Sabii illah dan Hizbullah. Ini terjadi setelah Indonesia merdeka (Edwar, 1981: 58).

Kemudian Syaeikh mendirikan pula organisasi Tsamaratul Ikhwan. Yang pada mulanya berupa perkumpulan kematian, kemudian menjadi perkumpulan perusahaan yang dapat membeli mesin cetak. Mesin ini digunakan untuk mencetak buklu-buku agama yang disebarkan ke seluruh Indonesia (Edwar, 1981: 58).

Muhammad Jamil Jambek, seperti yang telah di sebut pada bagian terdahulu, adalah seorang ulama yang membawa pembaharuan di Minangkabau. Dia adalah ulama golongan muda yang banyak menentang faham ulama tua. Golongan ulama tua tidak mampu membersihkan aqidah Islam dari unsur-unsur yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Misalnya penghormatan yang berlebihan kepada guru, upacara-upacara sehubungan dengan kematian, haram memakai pakaian orang kafir seperti jas, pentalon, dasi, kendaraan bermotor, senapan dan lain-lain. Pikiran-pikiran semacam inilah yang ditentang oleh Syeikh Mohammad Jamil Jambek. Hal-hal yang berhubungan langsung dengan agama ditentangnya melalui pengajian dan dengan memberikan keterangan yang sebenarnya, misalnya mengenai hal yang berhubungan dengan kematian, yaitu upacara menujuh hari, empat puluh hari, seratus hari yang dilaksanakan oleh keluarga seseorang yang meninggal dunia. Hal-hal yang berhubungan dengan kedunian, disamping memberikan penjelasan, juga ditentangnya dengan perbuatannya. Ulama golongan tua membiasakan menerima penghormatan yang berlebih-lebihan dari murid-muridnya, seperti mencium kaki guru, memakan sisa guru, memijat guru, dan lain-lain. Hal-hal tersebut tidak pernah dilakukan orang terhadap Syeikh Mohammad Jamil Jambek, karena ia memang tidak menyetujuinya. Begitu juga memakai jas, pentalon, kendaraan bermotor, dan memakai senapan untuk berburu yang dilarang oleh ulama tua,  semua itu diperbuat oleh Syeikh Mohammad Jamil Jambek. Dia memakai jas dan pentalon, dibelinya kendaraan bermotor dan dikendarainya sendiri. Dia pergi berburu memakai senapan (Edwar, 1981: 58).

Muhammad Jamil Jambek dikenal sebagai seorang yang sangat disiplin, terutama dalam waktu, apalagi dalam waktu shalat, kalau terdapat kekeliruan dalam membunyikan tabuh sebagai tanda masuk waktunya, agak tercepat atau terlambat beberapa menit saja, ia akan marah sekali. Begitu pula terhadap anak-anaknya, ia juga sangat disiplin, baik dalam kehidupan sehari-hari, istimewa dalam pendidikan, sehingga dari 17 orang anaknya yang laki-laki dari lima orang istrinya yang hidup sampai dewasa, hampir semuanya menjadi pemimpin masyarakat (Edwar, 1981: 58).

Murid-muridnya tidak banyak dapat dikenal, sebab ia tidak menghadapi murid-murid tertentu seperti ulama-ulama lainnya. Murid-muridnya adalah merupakan para jamaah yang mengikuti pengajian-pengajian yang diberikannya, namun yang pasti para pengikut pengajiannya bukan hanya dari Minangkabau saja, tapi juga hampir juga merata ke seluruh pelosok yang banyak datang mengikuti pengajiannya (Edwar, 1981: 58).

Sebagai bukti sejarah, di Kampung Tangah Sawah Bukittinggi masih dapat disaksikan suraunya yang berdiri dengan megahnya untuk ukuran tempo doeloe‖. Di samping itu juga di Kamang ada sebuah surau yang diberi nama Surau Inyiak Jambek‖ yaitu tempat yang dulunya ia biasa memberikan pengajian. 

Siapapun orangnya, baik dia ulama yang sangat dibanggakan karena jasa-jasanya dan kecerdasannya dan budinya yang luhur sehingga ia disayangi dan dicintai oleh semua orang. Namun, pada saat yang telah ditentukan, dia akan kembali menghadap Khaliqnya tanpa dapat dihalangi oleh siapa dan apapun. Begitu pulalah yang dialami oleh Syaikh Muhammad Jamil Jambek. Pada tanggal 30 Desember 1947/18 Shafar 1366 H, petang Selasa, Syaikh Muhammad Jamil Jambek seorang ulama terkemuka dan banyak berjasa terhadap perkembangan agama di Minangkabau, berpulang ke rahmatullah. Sebagai bukti bahwa ia adalah seorang yang terkemuka dan terpandang maka upacara pemakamannya dihadiri oleh Wakil Presiden RI, Dr.Muhammad Hatta dan beberapa Mentri serta pejabat lainnya. Pidato penghormatan terakhir disampaikan oleh Pak Suryo, Wakil Ketua DPA, dimana almarhum menjadi salah seorang anggotanya (Edwar, 1981: 58).

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img