Oleh : Ryan Budi Setiawan, SP, M.Si
Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas
Bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum Becc.) merupakan spesies bunga terbesar di dunia dengan ukuran bisa mencapai lebih dari 2 meter dengan diameter lebih dari 1 meter.
Spesies ini endemik yang hanya ditemukan di Indonesia dan ditemukan pertama kali oleh Ilmuwan asal Italia bernama Odoardo Becchari pada tahun 1878 di kawasan hutan Lembah Anai Provinsi Sumatera Barat. Data dari Redlist IUCN (International Union for Conservation of Nature) tahun 2020 melaporkan populasi bunga bangkai terus mengalami penurunan. Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, dilaporkan bunga bangkai termasuk ke dalam flora yang dilindungi karena rentan terhadap kepunahan
Banyak faktor yang menyebabkan kelangkaan tumbuhan ini diantaranya : Eksploitasi umbi untuk dijual sebagai bahan pangan atau dijadikan koleksi penghobi tanaman langka, Deforestasi akibat pembukaan lahan untuk perkebunan dan pemukiman, umbi dirusak oleh binatang, dan perburuan burung rangkok yang bertugas untuk menyebarkan benih di alam.
Oleh karena itu upaya pencegahan penurunan populasi harus dilakukan untuk melestarikan tanaman ini baik secara insitu maupun exsitu dengan membangun kawasan penanaman bunga bangkai.
Sejak 2 tahun terakhir Penulis dan Tim Dari Fakultas Pertanian Universitas Andalas telah melakukan penelitian untuk perbanyakan bunga bangkai baik menggunakan metode konvensional melalui perkecambahan, setek batang, setek rachis dan menggunakan metode kultur Invitro
Saat ini penulis dan Tim peneliti dari Dosen dan Mahasiswa telah berhasil menemukan metode perbanyakan untuk konservasi bunga bangkai secara efektif dan efisien.
“Keberhasilan perbanyakan bibit ini memberikan angin segar dalam upaya pelestarian bunga bangkai, kedepan bibit bunga bangkai yang telah kami perbanyak akan ditanam dialam untuk konservasi jangka panjang”, Ungkap Prof Aswaldi Anwar yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Benih di Faperta Unand.
“Saat ini kami telah bekerja sama dengan Pemerintahan Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam untuk mengembangkan kawasan Agroekowisata berbasis konservasi bunga bangkai sebagai upaya pelestarian flora langka ini”, tambah Beliau.
Ade Harlien selaku Camat di Kecamatan Tilatang Kamang menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh tim Faperta Unand ini.
“Fakultas Pertanian Unand telah menjalin kerjasama dengan Kecamatan Tilatang Kamang sejak satu tahun terakhir. Kami selaku Camat sangat senang dan terbuka dengan program pengabdian yang digagas oleh Faperta Unand. Kami berharap kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan memberikan dampak positif terhadap pertanian, lingkungan dan perekonomian masyarakat dimasa mendatang”, ungkap Beliau
Dalam rangka diseminasi Iptek hasil riset maka pada tanggal 14 Agustus 2021 tim peneliti telah menyerahkan dan menanam sekitar 100 bibit bunga bangkai berumur 6 bulan di Kecamatan Tilatang Kamang
“Kami berharap konservasi ini berhasil dan dapat tumbuh dengan baik sehingga kita bisa menikmati mekar bunganya beberapa tahun lagi. Target jangka panjang kami Kecamaran Tilatang Kamang menjadi Daerah Agroekowisata yang terus berkembang” Ujar Afrima Sari seorang dosen muda di Faperta Unand”
Prof Zulfadly Syarif yang merupakan Guru Besar di Bidang Hortikultura di Faperta Unand mengatakan Konservasi yang dipadukan dengan konsep Agroekowisata tidak hanya bertujuan untuk melestarikan bunga bangkai, namun juga menjadi sarana edukasi untuk masyarakat, pelajar, mahasiswa dan peneliti, Menambah kawasan wisata untuk meningkatkan wisatawan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
” Kami ingin kawasan ini menjadi objek percontohan untuk Konservasi bunga bangkai dan berharap dapat membangun kawasan konservasi bunga bangkai di daerah lain di Sumatera Barat. Bunga Bangkai harusnya menjadi icon unik Sumatera Barat mengingat Spesies ini pertama kali ditemukan di Sumatera Barat. Jika Bengkulu terkenal dengan Rafflesia arnoldii nya, lantas kenapa Sumatera Barat tidak “membranding” Bunga Bangkai ini sebagai salah satu flora identitas daerah?”, ujar Beliau