Ditulis oleh: Rifki Payobadar
Dua hari belakangan negeri ini dihebohkan oleh melonjaknya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Bagaimana tidak, tercatat pertanggal 27 Agustus 2015 untuk $. 1,- sudah menyentuh di angka Rp.14.141,-. [1]
Perdagangan melesu, pemilik toko elektronik di Ibu Kota banyak yang tidak melanjutkan sewa tokonya akibat daya beli masyarakat menjadi turun. [2]
Saya bukan seorang ekonom yang mengerti banyak soal apa yang sebenarnya sekarang terjadi di negeri ini dari sudut pandang keilmuan bidang ekonomi, saya hanya melihat dollar naik seperti halnya harga emas naik. Dan ketika nilai jual naik saat itulah yang tepat menjual emas atau dollar untuk mengambil selisih dari keuntungan harga jual dan harga beli. Hanya sebatas itu dan sebatas tulisan singkat yang dapat dibaca di google.
Pagi ini saya beranjak dari rumah menuju kantor. Seperti hari-hari biasanya, pemandangan jalan raya yang dipenuhi baliho calon kepala daerah selalu menyambut pagi saya beberapa bulan terakhir. Ada suatu hal yang berbeda dan mengganjal fikiran saya pagi ini ketika meilhat foto-foto mereka yang tersenyum dibaliho sepanjang jalan.
Sejenak saya berfikir, ada yang rugi pasti ada yang untung. Dari sekian banyak kerugian akibat kenaikan harga Dollar terhadap mata uang Rupiah, siapakah yang mendapatkan keuntungan dari kenaikan nilai dollar ini. Pastinya mereka yang memiliki Dollar yang bakalan untung bukan?
Timbul pertanyaan selanjutnya, Siapa atau kelompok masyarakat lapis yang manakah yang mendapatkan keuntungan akibat melonjaknya nilai tukar Dollar terhadap Rupiah?
Untuk menjawab pertanya di atas, saya mencoba menerka-nerka dengan memakai logika dan pengalaman saya pribadi saja karna tidak ada data yang saya mengerti yang sekiranya bisa jadi acuan untuk mendukung jawaban dari pertanyaan tadi. Logika saya ini nantinya tentu bisa jadi benar menurut saya dan kemungkinan salah tentu pasti ada berdasarkan logika orang lain.
Siapa yang miliki dolar?
Profil orang Indonesia yang akan memiliki tabungan dollar dan berfikir untuk menabung dolar adalah orang yang pastinya “paham” persoalan mata uang. Siapa yang “paham” perihal mata uang? Tentunya (1) yang memiliki aset berlebih sebagai idle asset dan (2) yang memilik aktifitas bisnis yang meharuskan bertransaksi dengan menggunakan mata uang dolar.
Dari logika saya diatas ada dua jenis aktifitas yang menyebabkan seseorang memiliki dolar. Pertama pelaku bisnis yang terus menerus memutarkan dolarnya untuk sirkulasi bisnisnya agar sehat dan stabil. Lalu yang kedua sekelompok masyarkat yang memiliki idle asset.
Untuk profil yang pertama menurut saya adalah kelompok yang akan kelimpungan dan pusing tujuh keliling jika dolar menaik sedangkan bisnis yang dijalankan ada di Indonesia dan harus melempar produk bisnis dengan rupiah. Sedangkan profil yang kedua yang memilik idle asset yang akan menaguk keuntungan dari kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah.
Untuk masyarakat yang memiliki aset yang menganggur alias idle asset, biasanya akan mencari bentuk infestasi agar uang yang dimilikinya tidak turun nilainya akibat dampak inflasi. Mereka biasanya akan berinvestasi berupah tanah, emas, saham, obligasi, reksadana, perifatif efek, sukuk dan pastinya valuta asing seperti dolar.
Ada sekelompok masyarakat ditengah-tengah bangsa ini yang sudah menjadi rahasia umum memiliki aset berlebih yang juga bisa kita sebut idle asset. Kelompok ini adalah para Pejabat Negara, seperti anggota DPR mulai dari pusat sampai daerah tingkat II, kemudian pejabat eksekutif seperti kepala daerah bahkan Kepala Negara dan para Mentrinya yang saya sangat yakin mereka semua memiliki aset berlebih dibandingakn masyarakat pada umumnya. Sumbernya bisa dari berbagai macam, saya tidak mau mengurusi dari mana sumber kekayaan para milyuner ini. Itu urusan mereka dengan penciptanya.
Kembali pada pembicaraan diawal, ketika saya memerhatikan banyak baliho dan spanduk calon kepala daerah di jalan raya. Tak sedikit dari mereka yang memiliki kekayaan berlebih. Dan tidak sedikit juga yang memiliki rekening dolar di bank nasional bahkan bank luar negeri seperti di Swiss dan Singapura.
Dari sekian ratusan calon kepala daerah yang bermunculan saat ini tentunya tidak sedikit yang memiliki investasi dalam bentuk dollar. Kita bisa berhitung sederhana berapa keuntungan yang diraup oleh calon kepala daerah yang memilik simpanan dollar.
Karna daftar kekayaan calon kepala daerah yang jumlahnya ratusan ini susah untuk didapatkan, saya coba ambil satu sampel/ contoh yang datanya sudah ada di KPK disaat Pilpres dan setelah kabinet kerja Jokowi terbentuk. Berikut daftar simpanan dolar yang dimiliki kabinet kerja sebelum reshuffle kabinet yang dikutip dari media [3] :
- Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. $28.125,- (31 Januari 2010).
- Menteri Komunikasi dan Informasi $129.705,- (21 Oktober 2014).
- Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. $5.101,- (5 April 2012).
- Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi. $231.806,- (29 Desember 2011).
- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. $13.776,- (15 April 2011).
- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. $102.274,- (21 Desember 2009).
- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil. $91.670,- (1 November 2004)
- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandi. $29.400,- (19 Desember 2003).
- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. $6.700,- (12 Maret 2008).
- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo. $14.476,- (12 Juni 2001).
- Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan. $1.800,- (20 Agustus 2002).
- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. $1.128,- (25 Oktober 2005).
Berikut daftar simpanan dollar yang dimiliki enam menteri Kabinet kerja setelah reshuffle [4] :
- Sekretaris Kabinet, Pramono Anung. $75.127,- (2002).
- Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli. $88.110,- (2001).
- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan. $295.494,- (10 Mei 2001)
- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sofyan Djalil. $91.670,- (1 November 2004).
Sedangkan Jokowi miliki kekayaan berupa dollar sebesar $9.483,- (2012) dan Jusuf Kalla miliki tabungan dollar sebesar $25.718,- (2009). [5]
Selain daftar kekayaan calon kepala daerah, saya juga mencoba mencari list daftar kekayaan Anggota DPR RI dan DPD RI tapi belum bisa saya temukan di internet. Sayang sekali dengan jumlah Anggota MPR RI yang jumlahnya ratusan itu sulit bagi saya untuk mencari tahu satu persatu harta kekayaan politisi senayan. Namun, untuk hal ini saya rasa saya boleh berasumsi dengan berpedoman ke kabinet Jokowi-JK yang hampir setengahnya memiliki simpanan berupa dollar, berkemungkinan besar dari total politisi di Senayan saya yakin lebih dari setengahnya miliki simpanan dalam bentuk dolar di dalam maupun di luar negeri.
Fakta ini membuat saya berfikir, apakah kenaikan harga dolar saat ini (yang beberapa ekonom beralasan disebabkan karna menguatnya perekonomian Amerika) sengaja dibiarkan berlarut-larut sampai pada titik nilai tertentu untuk keuntungan kelompok tertentu yang sedang “butuh modal” untuk perhelatan akbar negeri ini yaitu pilkada serentak?
Saya mau coba berhitung “sederhana” soal keuntungan pejabat publik yang menyimpan uangnya dalam bentuk dolar, saya mengambil sampel dari anggota kabinet yang memiliki dollar terbanyak dan terendah. Selisih dolar akan coba saya bandingkan kondisi rupiah terhadap dolar hari ini, 27 Agustus 2015 sebesar Rp.14.149,- [6] dengan nilai dollar saat pelantikan Jokowi, 20 Oktober 2015 sebesar Rp.12.032,- / $1,- . [7] Berarti selisih nilai rupiah sebesar Rp.2.177,- dalam kurun 10 bulan terakhir ini.
Luhut Binsar Pandjaitan miliki dolar terbanyak di Kabinet sebesar $295.494,-. Keuntungan yang didapatkan oleh bapak mentri ini akibat melemahnya nilai rupiah sebesar Rp.2.177,- per satu dollar nya. Total pendapatanya yaitu Rp.643.290.438,- hanya dalam tempo sepuluh bulan. Mentri Sudirman Said meiliki simpanan dolar yang paling sedikit dibandingkan yang lain sebesar $1.128,- jika dihitung keuntungan yang di dapat sebesar Rp.2.455.656,-.
Dari hitung-hitungan sederhana tersebut bisa kita lihat tidak sedikit keuntungan yang didapatkan bagi para politisi-politisi Indonesia dari menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Angka-angka laporan harta kekayaan yang dijelaskan diataspun belumlah update terakhir dari kekayaan yang dimiliki, bisa bertambah bisa berkurang. Tapi umumnya bertambah. Sudah jadi rahasia umum juga jika tidak semua harta kekayaan yang akan dilaporkan kepada KPK atau lembaga yang berwenang, ada simpanan-simpanan lain yang tidak bisa dideteksi dan diketahui khalayak.
Kita juga belum menghitung kekayaan cukong-cukong mafia dunia yang mencengkram negeri ini yang bisa jadi memiliki kekayaan jutaan dolar bahkan milyaran dolar yang cukup dengan melemahnya nilai rupiah mereka mendapatkan modal milyaran rupiah dalam hitungan satu hari saja untuk memodali “boneka-boneka” mereka untuk maju bertarung di pilkada dan menebar Rupiah yang didapatkan dengan cuma-cuma dengan cara mempertahankan kondisi terpuruknya rupiah terhadap dollar seperti yang kita rasa sekarang.
Fantastis bukan, bapak-bapak calon kepala daerah yang miliki simpanan dan kuasai pendanaan dolar dari cukong asing saat ini sedang tersenyum dan menangguk keuntungan dan miliki modal besar gratis tanpa harus susah payah.
Jadi, apakah keberlarutan terpuruknya rupiah terhadap dollar ini sengaja dilakukan, melihat tidak terdengarnya paket kebijakan dari Jokowi dan kabinet kerja untuk menstabilkan kondisi neraca keuangan Negara? Yang terdengar, Jokowi malah menyampaikan “uang kita masih banyak”, pernyataan yang saya bingung dan gagal paham.[8] Mungkin saya yang tidak bisa memahami apa maksud dari Presiden RI ini.
Yang saya bisa dapat mengerti saat ini di warung kelontong sebelah rumah dan di pasar rakyat, daya beli masyarakat menurun sekali. Perdagangan jadi lesu dan tidak menggairahkan. Semangkok bakso dan sabun mandi yang biasa dibeli masyarakat di warung beransur-ansur naik sedangkan BBM tak kunjung diturunkan agar pengeluaran masyarakat tidak membengkak dan industri kecil dan UKM menggeliat.
Jadi, Mari kita lihat kedepan apakah kondisi ini akan berlarut-larut sampai pilkada serentak selesai? Kita sebagai Warga Negara dan kepala rumah tangga tentu harus terus optimis dan terus berkreasi optimal berusaha bagaimana membuat dapur tetap “berasap” dan kehidupan keluarga tidak terganggu oleh janji-janji busuk para politisi negeri ini. Semoga.
[1] Bloomberg, 27 Agustus 2015. 09.00 WIB
[2] Apa Kabar Indonesia Pagi TV One. 25 Agustus 2015
[3] Kompas, Inilah Kekayaan Mentri Kabinet Kerja yang Pernah Dilaporkan ke KPK, 28 Oktober 2014
[4] Tribunnews.com, Harta Kekayaan Menteri yang Baru Dilantik Presiden Jokowi, 12 Agustus 2015
[5] Kompas.com, Laporan Terkahir Harta Kekayaan Jokowi-JK, 19 Mei 2014
[6] Bloomberg, 27 Agustus 2015. 10.35 WIB
[7] Bloomberg, 20 Oktober 2015
[8] Republika.co.id, Presiden: Uang Kita Masih Banyak, 26 Agustus 2015