Penulis: Mujiyani Rahmawati
Perguruan Tinggi / Kampus adalah salah satu wadah pendidikan yang sangat berperan penting untuk kemajuan peradaban bangsa dengan mencetak para intelektual yang berkualitas. Melalui keilmuan yang dimilikinya mereka akan terjun kemasyarakat untuk menyelesaikan berbagai problem yang dihadapi.
Namun sayangnya kampus saat ini sudah beralih fungsi, yang awalnya adalah untuk mengembangkan potensi menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, dst ( UU No.12 Th 2020 Tujuan Pendidikan Tinggi ) berubah menjadi sarana bisnis untuk menghasilkan profit besar. Akibat tuntutan perubahan status kampus menjadi kampus otonom.
Sejak lahirnya UU no 12 Th 2012 yang menjadi pijakan dasar bagi Perguruan Tinggi beralih status menjadi PTN-BH. Sejak saat itulah kampus-kampus di Indonesia didorong untuk menjadi PTN-BH. Salah satunya adalah Kampus Universitas Andalas Sumatera Barat yang ditargetkan oleh kemenristekdikti menjadi PTN-BH ditahun 2020 bersama dengan kampus Universitas Sebelas Maret dan Universitas Brawijaya ( medcom.id ).
Memang ketika kampus telah berhasil beralih status menjadi PTN-BH akan banyak keuntungan yang akan diperolehnya. Kampus memiliki kewenangan menyusun STOK dibawah rektor, membuka dan menutup prodi, mengatur keuangan sendiri , serta akan medapatkan alokasi dana riset sebesar 400 sampai 600 milliar per tahun dan alokasi dana untuk pengembangan “World Class Uiversity” 200 Milliar.
Tentunya semua itu diperoleh setelah memenuhi persyaratan dan seleksi yang ketat, tidak hanya ditingkat nasional tapi juga internasional. Akreditasi 80% A, tercatat sebagai 500 besar kampus dunia, publikasi internasional, dan prestasi mahasiswa nasional dan internasional.
Kampus juga harus memiliki pendapatan diluar SPP 100 Milliar per tahun. Berperan dalam mengembangkan UMKM, kepedulian sosial seperti pemberian beasiswa kepada mahasiswa dan menyelenggarakan tridarma perguruan tinggi yang bermutu.
Berbagai persyaratan ini harus ditempuh oleh kampus agar menjadi PTN-BH. Keinginan Kampus Unand menjadi kampus PTN-BH memang sudah tampak nyata. Berbagai persiapan sudah dilakukan sejak tahun 2019 agar lulus dari persyaratan.
Tiga program studi di Fakultas Teknik Universitas Andalas (Unand) yaitu Teknik Industri, Teknik Mesin dan Teknik Lingkungan meraih sertifikasi internasional dari the Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET). Pemberitahuan disampaikan langsung melalui surat resmi Engineering Accreditation Commission (EAC) ABET kepada pimpinan Fakultas Teknik, Universitas Andalas.
Hal ini menandakan bahwa proses pendidikan tiga prodi diatas sudah mencapai kesetaraan dengan universitas-universitas ternama di seluruh dunia serta lulusannya akan mampu bersaing di kancah internasional. ( antaraews.com 30/8/2020 ).
Perhatian Pemerintah mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk beralih menjadi PTN-BH sangat besar . hal ini semakin dipermudah dengan adanya program baru Kemendikbud yaitu “ Kampus Merdeka “. Program ini bertujuan untuk meraih visi pendidikan baru. Perguruan tinggi di Indonesia harus menjadi ujung tombak yang bergerak cepat dan dekat degan dunia kerja. Hal ini akan mejadi solusi untuk mengatasi masalah utama pendidikan yaitu menyelesaikan pengangguran.
Namun benarkah beralihnya status PT menjadi PTN-BH serta terwujudnya program kampus akan mampu mengatasi problem pendidikan serta meningkatkan mutu pendidikan PT di Indonesia?
Intelektual Terjajah Korporasi
Sistem pendidikan di indonesia sudah banyak mengalami perubahan demi mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan mencetak intelektual yang profesionalitas . jika diteliti secara mendalam justru harapan itu hanya menjadi angan-angan. Pendidikan justru diarahkan untuk meraih keuntungan bagi para pemilik modal. Sedangkan para intelektual akan dicetak sebagai budak industri.
Hal ini tampak Melalui program “ Kampus Merdeka” pendidikan semakin dikapitalisasi. Konsep program yang mengharuskan kampus bekerjasama dengan berbagai lembaga untuk membuka Prodi baru begitupun Dalam penyusunan kurikulumnya. Kampus bekerjasama dengan perusahaan multinasional, sturup, BUMN, bahkan sampai organisasi Dunia.
Terwujudnya program ini adalah dengan melalui empat poin penting. Pertama kampus negeri dan swasta bebas membuka prodi baru, Kedua pembaruan sistem akreditasi, ketiga mempermudah kampus negeri menjadi badan hukum, dan keempat Mahasiswa bisa magang 3 semester.
Sudah jelas bahwa semua Kebijakan ini adalah untuk mencetak para sarjana tukang karena orientasinya adalah keuntungan. Ditambah lagi perusahaan ikut andil dalam pembuatan kurikulum pendidikan. Maka jelas kampus tidak lagi menjadi badan yang independen melainkan menjalankan pendidikan sesuai dengan permintaan pasar. Dengan kata lain kampus terjajah korporasi.
Kondisi ini juga membuktikan bahwa negara juga berlepas tangan dari kewajibannya memberikan fasilitas pembiayaan pendidikan. Pasalnya PTN-BH menjadikan kampus harus mandiri, terutama dalam hal keuangan. Karena Negara tidak lagi memberikan subsidi penuh untuk kampus.Kalaupun ada, hanya beberapa persen saja, sisanya PT harus berjuang sendiri untuk mempertahankan hidupnya.
Ini adalah kebijakan yang jelas memberikan bahaya nyata bagi dunia pendidikan perguruan tinggi. Kekayaan intelektual muda terkorporasi oleh kepentingan industri yang akan menjauhkan perannya untuk membantu menyelesaikan masalah umat. Ditambah Campur tangannya korporasi semakin memperpanjang liberalisasi pendidikan yang bahkan menyentuh titik sempurna.
Jika sistem pendidikan dikendalikan oleh mekanisme industri yang berorientasi mengejar materi. Lantas narasi perguruan tinggi sebagai wadah pencetak generasi pemimpin dan peradaban bangsa hanya ilusi.
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Provinsi Aceh