Jakarta – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah, menyatakan partainya menyerahkan keputusan soal pencalonan kepala daerah yang akan diajukan di pilkada serentak kepada masing-masing pengurus wilayah di daerahnya masing-masing.
Sehingga, dukungan partai tersebut kepada sejumlah calon kepala daerah yang merupakan bekas (mantan) narapidana (napi) lebih banyak atas pertimbangan lokal.
Namun, tentu saja, sikap pengurus daerah itu juga dipengaruhi prinsip yang dipegang DPP PKS. Yaitu, melihat bahwa seorang bekas narapidana bukanlah narapidana itu sendiri. “PKS tidak sepakat bahwa mantan napi adalah napi. Mantan napi adalah manusia bersih,” tegas Fahri Hamzah, Senin (3/8).
Menurut Fahri, prinsip demikian diilhami oleh filsafat hukum yang beradab dan cocok bagi kemanusiaan. “Harus diingat juga, negara kita negara Pancasila yang memuliakan kemanusiaan yang adil dan beradab,” ujar Fahri.
Karenanya, bagi PKS, penunjukkan mantan napi sebagai calon kepala daerah, tak ada kaitannya dengan mentoknya regenerasi di parpol. Atau soal mahar politik yang dibayar para mantan napi. Namun lebih kepada perwujudan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. “Kita harus belajar soal kemanusiaan yang adil dan beradab,” tandas Fahri.
Untuk diketahui, bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), PKS mengusung Soemarmo Hadi Saputro, seorang eks terpidana korupsi sebagai calon kepala daerah di Kota Semarang, Jawa Tengah. Selain itu, bersama PPP dan Gerindra, PKS mengsung Utsman Ihsan di Kabupaten Sidoarjo, Jatim.
Sumber: Beritasatu.com/ Markus Junianto Sihaloho/ED