25.3 C
Padang
Rabu, September 18, 2024
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

Pengelolaan Ulayat Sebagai Kekayaan Nagari Dalam Pemekaran Nagari Di Tapan Pesisir Selatan (Bag 7)
P

Kategori -
- Advertisement -

Sambungan Bag 6: pengelolaan-ulayat-sebagai-kekayaan-nagari-dalam-pemekaran-nagari-di-tapan-pesisir-selatan-bag6

Konsep Pemekaran Nagari Baik Menurut Hukum Negara Maupun Adat Minangkabau, Hubungan Dengan Pengelolaan Ulayat, Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ulayat Yang Terjadi Akibat Dari Pemekaran Nagari.

Nagari Minagkabau menurut M. Nasroen (1957) mempunyai daerah dan tanah yang tertentu, yang meliputi tanah lunak dan tanah keras, diatasnya penduduk Nagari mempunyai hak ulayat, mempunyai pemerintahan sendiri, kekayaan sendiri, mempunyai pemangku agama, adat dan mempunyai pegadilan adat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat hukum adat Minangkabau di Sumatera Barat mempunyai Nagari-nagari yang telah mempunyai aturan-aturan tersendiri dalam mengatur masyarakatnya.
Syarat sahnya sebuah Nagari menurut adat  adalah Labueh (lebuh), Tapian (tempat mandi umum), Balai (tempat rapat) dan Musajik (tempat beribadah), dan oleh M. Nasroen (1957) disebut dengan Sumarak Nagari menurut adat Minangkabau yang akan menjadikan nagari aman, makmur dan jaya, adalah “bamusajik, barumah gadang, babalai, basawah baladang, balabuah nan pasa, bagalanggang, batapian tampek mandi”. Dari hal itu jelaslah bahwa suatu masyarakat yang beragama, beradat dan cerdas sajalah yang akan sanggup menciptakan Nagari yang dikehendaki oleh adat Minangkabau.88

  1. Praktek Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Minangkabau
    • Hak Ulayat

Sumber daya alam di Minangkabau diatur pengelolaannya dalam suatu konsep yang dikenal dengan konsep hak ulayat. Hak ulayat menurut ajaran adat Minangkabau adalah kekuasaan atau kewenangan yang dipunyai masyarakat hukum adat atas wilayah atau ruang tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk menikmati manfaat sumber alam untuk kelangsungan hidup yang timbul dari hubungan lahiriah dan batiniah turun temurun dari ninik moyang generasi sekarang yang diteruskan untuk generasi yang akan datang89. Dapat disimpulkan bahwa hak ulayat merupakan hak penguasaan tertinggi atas wilayah dan ruang di Minangkabau, baik ruang dalam lingkungan terkecil seperti paruik dan keluarga maupun ruang yang dimiliki secara bersama oleh masyarakat seperti nagari.
Hak ulayat meliputi berbagai aspek yang terkandung dalam air, tanah dan udara di wilayah Minangkabau. Namun dalam praktek kesehariannya masyarakat Minangkabau sering menyamakan pengungkapan hak ulayat dengan tanah ulayat karena beranggapan bahwa air (kecuali laut) dan udara merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan tanah. Jadi dapat dikatakan bahwa tanah ulayat merupakan obyek yang paling menonjol dalam konteks pengelolaan sumber daya alam di Minangkabau, disamping tentu saja ulayat air (sungai dan laut) dan ulayat udara yang sampai saat ini belum tersentuh. Pada hakekatnya hak ulayat dalam tatanan masyarakat Minangkabau selain sebagai aset atau kekayaan yang berorientasi ekonomi juga memiliki beberapa fungsi luhur yaitu sebagai90 :

  1. Hak yang diterima secara turun temurun dari para leluhur yang mendirikan nagari itu sendiri, bersifat historis, religius magis.
  2. Hak yang sama dari seluruh warga masyarakat atau anak nagari secara keseluruhan, bersifat keadilan sosial.
  3. Hak ulayat bukan saja sebagai hak generasi yang hidup sekarang tetapi juga merupakan hak dari generasi yang akan datang atau sebagai cadangan (sustainable development)
    • Tanah Ulayat, Fungsi dan Pembagiannya

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tanah ulayat adalah tempat terdapatnya hak ulayat masyarakat hukum adat91. Tanah ulayat menurut ajaran adat Minangkabau yaitu sebidang tanah yang pada kawasannya terdapat ulayat penghulu yang diwarisi secara turun temurun, dari ninik moyang yang diteruskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan utuh, tidak terbagi-bagi dan tidak boleh dibagi, sebagaimana tercantum dalam fatwa adat 92 :
Birik-birik tabang ka samak   
Dari samak tabang ka halaman
Hinggok di tanah bato
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak turun ka kamanakan
Pusako baitu juo
(birik-birik terbang ke semak)
(dari semak terbang ke halaman)
(hinggap di tanah bata)
(dari ninik turun ke mamak)
(dari mamak turun ke kemenakan)
(pusaka seperti itu juga)
 
Selain itu tanah ulayat dapat juga diartikan sebagai sebidang tanah dengan kekayaan, baik yang ada diatas maupun yang terkandung didalamnya, merupakan hak ulayat dari masyarakat minangkabau.
Salah satu keunikan konsep pengelolan tanah di Minangkabau yaitu dengan memandang tanah selain sebagai sumber ekonomi juga sebagai penentu hubungan kekerabatan. Bagi masyarakat minangkabau, tanah tidak hanya berfungsi ekonomis yang diolah untuk memenuhi segala kebutuhan hidup tetapi juga berkaitan dengan fungsi sosial budaya dalam artian tanah merupakan salah satu hal yang penting dalam menentukan hubungan kekerabatan seseorang atau kelompok orang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernagari.
Sebagai sumber ekonomi, tanah ulayat dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran kemanakan dan anak nagari dengan syarat harus memperhatikan kelestarian alam dan dicadangkan untuk generasi masa yang akan datang. Dan dalam konteks sosial budaya, tanah ulayat diidentikkan dengan sistem matrilineal yang dianut dalam masyarakat Minangkabau, sebagai penentu ikatan kekerabatan, sebagai identitas yang menetukan asli atau tidaknya seseorang dalam garis keturunan adat.
Dalam konsep kepemilikan tanah di Minangkabau selain dikenal kepemilikan secara komunal (bersama) seperti tanah ulayat, juga dikenal adanya konsep kepemilikan secara perseorangan yaitu konsep hak milik. Ada baiknya sebelum dibahas mengenai pembagian tanah ulayat, sekilas akan diuraikan terlebih dahulu konsep hak milik dalam tatanan masyarakat Minangkabau. Hak milik yaitu semua harta yang dikuasai secara sah dan halal yang dibagi atas dua bagian yaitu93 :

  1. Milik merdeka

Dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

  1. Harta yang diperoleh sebagai hasil usaha sendiri, yang dalam adat disebut juga sebagai harta pencaharian
  2. Harta yang diperoleh karena warisan
  3. Harta yang diperoleh karena hibah
  1. Milik tidak merdeka

Dapat dibagi menjadi 4 bagian :

  1. Milik bertali emas

ialah tanah kepunyaan orang lain yang diolahnya dengan perjanjian sewa baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

  1. Milik bertali akal

yaitu tanah yang dimiliki seseorang karena dia telah berhasil membantu menyelesaikan sengketa antara pemilik tanah tersebut dengan orang lain. Sebagai balas jasa orang yang membantunya menyelesaikan sengketa tanahnya, maka pemilik tanah memberikan wewenang kepada orang itu untuk mengolah dan menikmati hasil tanahnya dengan perjanjian apabila jangka waktu berakhir tanah tersebut dikembalikan kepada pemilik semula.

  1. Milik bertali tulang

yaitu milik tanah orang lain dengan memperseduai atau mempertigai dengan pemilik tanah asli, artinya bagi hasil dengan pembagian seperdua atau sepertiga dengan pemilik tanah asal). Apabila jangka waktu sudah berakhir, orang yang memperseduai atau mempertigai mengembalikan tanah kepada pemilik semula.

  1. Milik anugerah raja atau penghulu

yaitu memiliki tanah raja atau penghulu atas izin penghulu dengan memenuhi persyaratan adat untuk mengolah dan menimati hasilnya. Tanah tersebut tetap kepunyaan raja atau penghulu.
Tanah ulayat di Minangkabau dimiliki secara bersama oleh masyarakat adat yang penguasaan dan pengaturan pengelolaannya diserahkan pada penghulu. Menurut ajaran adat minangkabau, tanah ulayat dapat dibagi atas 94 :

  1. Tanah Ulayat Rajo

yaitu tanah ulayat yang penguasanya penghulu dan letaknya jauh dari kampung dalam bentuk hutan-rimba, bukit, gunung, padang dan belukar, rawang dan paya, sungai dan danau, serta laut dan telaga.

  1. Tanah Ulayat Nagari

yaitu tanah yang letaknya lebih dekat dari kampung. Tanah ini penguasanya penghulu-penghulu dalam nagari. Tanah tersebut dapat berbentuk padang lalang, semak belukar atau padang rumput, payau, bukit, gunung, lurah, sungai, danau, tabek atau kolam dan lain sebagainya. Batas tanah ulayat rajo maupun ulayat nagari ditentukan oleh batas alam. Dalam pepatah adat disebutkan, ka bukik baguliang aia, ka lurah baanak sungai (ke bukit berguling air, ke lurah beranak sungai).

  1. Tanah Ulayat Suku

yaitu tanah yang dipunyai secara bersama oleh seluruh anggota suku yang diwarisi secara turun temurun dalam keadaan utuh. Penguasanya adalah penghulu suku.

  1. Tanah Ulayat Kaum

yaitu tanah yang dimiliki secara bersama dalam garis keturunan matrilineal yang diwarisi secara turun temurun dalam keadaan utuh yang tidak terbagi-bagi. Penguasanya adalah penghulu kaum. Tanah ulayat kaum ini sering juga disebut tanah pusako tinggi.
Tanah ulayat mempunyai batas salingka nagari dan dengan nagari mempunyai hubungan yang bersifat genealogis dalam waris mewarisi, artinya pada masa lalu keluarga dari nagari lain dapat mewaris disuatu nagari asal menurut ranjinya dia satu keturunan (genealogis) dan masih saling berkunjung. Perpindahan ke nagari lain dapat disebabkan oleh membentuk nagari baru (panjang bakarek-an, leba basibiran) atau mengaku mamak di nagari lain berdasarkan jarak hubungan kekerabatan yang bersifat genealogis-teritorial ini, maka tanah ulayat terbagi atas 95:

  1. Tanah Ulayat Rajo

Yaitu tanah ulayat yang penguasaanya adalah penghulu yang letaknya jauh dari kampung dalam bentuk hutan rimba, bukit dan gunung, padang dan belukar, rawa dan paya, sungai dan danau serta laut dan telaga. Tanah ulayat rajo dikuasai oleh beberapa nagari, penguasaan oleh nagari-nagari dapat dilakukan dengan manaruko atau membuka nagari baru. Manaruko dilakukan untuk perluasan ulayat nagari atau untuk keperluan pemecahan nagari dalam bentuk gadang manyimpang-leba basibiran.

  1. Ulayat (manah) Nagari

Yaitu seluruh wilayah (tanah) yang dimiliki dan dikuasai oleh seluruh suku (penghulu-penghulu) yang terdapat dalam nagari. Wilayah tersebut meliputi rimbo, tanah yang pernah diolah ttapi kemudian ditinggalkan, batas diperbukitan (kabukiek baguliang aia) dan batas ke jurang atau sungai (ka lurah ba anak sungai), dan tanah diolah secara terus menerus.

  1. Ulayat Suku

Yaitu seluruh wilayah yang dikuasai oleh semua anggota suku secara turun temurun dibawah penguasaan Penghulu Pucuak (pada adat keselarasan Koto Piliang) atau Penghulu Andiko (pada adat keselarasan Bodi Caniago). Tanah ulayat suku ini berasal dari tanah ulayat nagari yang di taruko oleh anggota suku, gadang manyimpang, atau yang berasal dari harta pencaharian yang telah diwariskan secara turun temurun. Tanah ulayat suku lebih memperlihatkan adanya hubungan genealogis teritorial dalam arti menunjukkan adanya ikatan kekerabatan pada hubungan antara anggota suku dengan tanahnya.

  1. Ulayat Kaum

Yaitu seluruh wilayah yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu kaum secara turun temurun dibawah penguasaan penghulu atau datuk dalam suatu kaum. Tanah ini dapat berasal dari gadang manyimpang atau pewarisan harta pencaharian yang telah mengalami pewarisan sehingga berstatus sebagai harta pusako tinggi.

  1. Ulayat Paruik

Yaitu tanah yang dikuasai oleh suatu paruik. Tanah ini berasal dari tanah ulayat kaum atau dari harta pencaharian yang telah melalui pewarisan tetapi belum berstatus sebagai pusaka tinggi.

  1. Ulayat Keluarga Inti (mamak, kemenakan dan ibu atau saudara perempuan)

Yaitu tanah yang dikuasai oleh suatu keluarga yang berasal dari ulayat paruik atau dari harta pencaharian, taruko dan lain-lainnya.
Tanah ulayat nagari berdasarkan cara pengolahan dan pengerjaannya dapat dibedakan lagi menjadi 96 :

  1. Rimbo dalam arti sebenarnya, yang tidak pernah dikerjakan atau didiami manusia, biasanya terletak jauh dari tempat pemukiman.
  2. Biluka, yaitu tanah yang dulu pernah dikerjakan dan kemudian ditinggalkan lagi hingga kembali menjadi rimbo. Ada biluka tua yang keadaannya begitu rupa, hingga tidak terlihat lagi tanda-tanda bekas dikerjakan manusia. Dibanding dengan rimbo maka biluka letaknya lebih dekat pada tempat-tempat pemukiman.
  3. Sasok, yaitu tanah-tanah tidak dikerjakan tapi dulu pernah dikerjakan, kemudian ditinggalkan lagi.

88  M Nasroen, 1957, Dasar Falsafah Adat Minangkabau, Bulan Bintang, Djakarta.
 
89 H.Nurullah Dt Perpatih Nan Tuo, Tanah Ulayat Menurut Ajaran Adat Minangkabau, Yayasan Sako Batuah, Padang, 1999, Hal.19
90 Ibid, hal.11.
91 Kurniawarman, Makalah : Eksistensi Tanah Ulayat di Sumatera Barat, Padang,2005, Hal.3
92 loc.cit, hal.7
93 loc.cit, hal.24
94 Op.cit.hal,8.
95 Hermayulis,  Himpunan Makalah dan Rumusan Workshop Tanah Ulayat di Sumatera Barat, Kanwil BPN Propinsi Sumbar, Padang,2000, hal.54
96 Miko Kamal, Himpunan Makalah dan Rumusan Workshop Tanah Ulayat di Sumatera   Barat, Kanwil BPN Propinsi Sumbar, Padang, 2000,87.
Bersambung Ke bag 8

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img