Oleh: Ns.Yuanita Ananda, S.Kep., M.Kep
Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Di Indonesia, kanker payudara menjadi salah satu penyakit penyumbang kematian pertama yang disebabkan kanker serta jumlah pasiennya yang menempati urutan pertama terbanyak. Kanker payudara adalah kanker yang terbentuk di jaringan payudara. Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada jaringan di payudara tumbuh secara tidak terkendali dan mengambil alih jaringan payudara yang sehat dan sekitarnya. Kanker payudara bisa terbentuk di kelenjar yang menghasilkan susu (lobulus) atau di saluran (duktus) yang membawa air susu dari kelenjar ke puting payudara. Kanker juga bisa terbentuk di jaringan lemak atau jaringan ikat dalam payudara. Meski lebih sering terjadi pada wanita, kanker payudara juga bisa menyerang pria.
Gejala awal tanda kanker payudara yang perlu diwaspadai antara lain:
- Muncul sebuah benjolan yang terasa berbeda dari jaringan payudara di sekitarnya. Biasanya, memiliki pinggiran tidak teratur dan tidak menimbulkan nyeri.
- Jika didorong oleh jari tangan, benjolan bisa digerakkan dengan mudah di bawah kulit.
- Benjolan atau massa juga bisa muncul di ketiak, sekitar tulang selangka atau di bawah lengan.
- Perubahan ukuran atau bentuk payudara
- Keluar cairan yang abnormal dari puting susu. Cairan juga bisa mengandung darah, berwarna kuning sampai hijau, atau bisa juga bernanah)
- Warna atau tekstur kulit pada payudara, puting susu maupun daerah berwarna coklat tua di sekeliling puting susu (areola) mengalami perubahan.
- Payudara tampak kemerahan
- Kulit sekitar puting bersisik
- Puting susu terasa gatal atau tertarik ke dalam.
- Nyeri payudara atau pembengkakan salah satu payudara.
Kanker payudara bisa diobati dengan beberapa cara, tergantung pada kondisi penderita dan jenis kanker payudara itu sendiri. Upaya pengobatan itu meliputi: terapi radiasi, terapi hormone, kemoterapi, operasi Mamografi skrining juga disarankan sebagai deteksi dini kanker payudara. Skrining ini dilakukan tiap 1−2 tahun sekali pada wanita mulai usia 40 tahun. Pada orang dengan faktor risiko, skrining ini dapat dilakukan sebelum usia 40 tahun.
Selain menjalani pemeriksaan rutin, disarankan juga untuk mengonsumsi pola makan sehat, berolahraga secara rutin, menjaga berat badan agar tetap ideal, tidak merokok, dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Di samping itu, konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum menjalani terapi pengganti hormon pascamenopause.