Oleh:Dr. Silvia Permata Sari, SP., MP.
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Andalas
Kendala utama yang dihadapi penurunan pengelolaan lahan kering adalah cepatnya penurunan produktivitas tanah. Pada tanah yang bervegetasi hutan asli, unsur hara terpelihara dalam daur tertutup, sehingga sangat sedikit terjadi kehilangan unsur hara. Kehilangan hara lewat pencucian ke bawah akan diimbangi penyerapan oleh akar tanaman ke atas, selanjutnya daur tanaman akan kembali ke permukaan tanah (William and Joseph, 1970).
Pada umumnya usahatani lahan kering yang dilakukan petani hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Oleh karenanya pemilihan jenis subsistens, seperti pada gogo, jagung, kacang tanah, dan ubi kayu. System usahatani yang demikian, disadari maupun tidak akan mempercepat terbentuknya lahan kritis.
Erosi tnah pada lahan kering telah merupakan salah satu masalah ekologi yang mengkhawatirkan, oleh karena itu kesuburan tanah terus merosot, keseimbangan hidrologi terganggu, sumber-sumber air mengering, ketersediaan air uuntuk irigasi dataran rendah berkurang, serta terjadinya peningkatan frekuensi dan ukuran banjir.
Keberlanjutan produktivitas lahan kering perlu dijaga dengan lengelolaan usahatani lahan kering yang berwawasan lingkungan diupayakan secara maksimal dengan menerapkan teknologi yang konsisten dengan kaidah-kaidah konversi tanah dan air. Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan system pertanian hedgerow yang tidak hanya mengendalikan aliran permukaan tetapi termasuk usaha mempertahankan kesuburan tanah.
Menurut Hawkins et al (1991), usahatani dengan teknologi konservasi hedgerows merupakan suatu praktek usaha tani dengan memadukan tindakan konservasi secara sipil teknis (mekanik) dan biologis Ivegetatif) dengan pengaturan tata ruang tanaman semusim, tanaman tahunan, tanaman legum untuk konservasi sekaligus sebagai penghasil pupuk organic dan hijauan pakan ternak, serta rumput, dengan memperhatikan bentuk muka dan ciri bentang lahan.
System tanam pada usahatani konservasi dengan teknologi hedgerows merupakan kombinasi antara tanaman penguat teras, tanaman penutup tanah, tanaman semusim, dan tanaman tahunan, tanaman semusim dan tanaman tahunan merupakan tanaman yang biasa disuahakan petani setempat. Tanaman semusim terdiri atas tanaman serealia dan palawija, seperti padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi kayu. Sedangkan tanaman tahunan diantaranya mangga, petai, nangka, melinjo, dan kelapa (Sudaryono,1995). Adapun jenis-jenis tanaman yang umum digunakan dalam tanaman pagar, penguat teras dan penutup tanahm meliputi : (a) jenis leguminosa perdu maupun pohon yang sering digunakan sebagai penguat teras dan tanaman pagar dalam sistem pertanaman Lorong, seperti: Lamtoro, Kaliandra, Flemingia, Gliriside, dan Hiris ; (b) jenis rumput yang sering digunakan sebagai tanaman penguat teras, yaitu meliputi jenis rumput yang sering digunakan sebagai tanaman penguat teras, yaitu meliputi jenis rumput yang ditanam di bibir teras (biasanya rumput yang membentuk rumpun seperti rumput gajah, setaria, dan benggala), dan jenis rumput yang ditanam di tampingan teras (biasanya tumbuh menjalar seperti Brachiaria sp, Cynodon dactylon, Paspalum conjugatum, Penicum repens); dan (c) tanaman penutup tanag, diantaranya Mucuna sp dan Centrosema sp (Abdurrachman dan Prawiradiputra, 1995; Sudaryono,1995).
Teknologi konservasi hedgerow mempunyai peluang besar untuk diadopsi petani lahan kering, karena tanaman hedgerow selain berfungsi mengendalikan aliran permukaan dan erosi, juga memproduksi biomassa pertanian yang berguna untuk rehabilitasi dan penyubur tanah, menghasilkan hiijauan pakan ternak yang kaya nutrisi, dan menghasilkan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga dan industry pedesaan (pembakaran bata merah, batu gamping, dan sebagainya).
Pola usahatani dengan teknologi hedgerows melibatkan beberapa jenis tanaman akan menghasilkan ekosistem yang saling menguntungkan, misalnya residua tau daun yang diambil dari hasil pangkasan tanaman pagar yang dilakukan secara periodic dapat dipakai sebagai mulsa atau dimasukkan ke dalam tanah sebagai pupuk hijau bagi tanaman semusim (Baldy and Stigter, 1997). Hasil pangkasan pupuk hijau dipakai sebagai mulsa akan dapat mengurangi penguapan lengas tanah, mengendalikan gulma, dan menstabilkan suhu tanah daerah perakaran sehingga memberi jaminan pertumbuhan akar tanaman secara baik (Hawkins et al.,1991).
Sumber
Abdurrachman, A dan B.R Prawiradiputra,1995. Pengembangan Usahatani Konservasi di DAS Brantas dan Jratunseluna serta Implikasinya bagi Kawasan Perbukitan Kritis Yogyakarta. Prosiding Lokakarya dan Ekspone Teknologi Sistem Usahatani Konservasi dan Alat Mesin Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yogyakarta, 17-19 Januari 1995.
Baldy, C. and C.J. Stigter.1997. Agrometeoroly of Multiple Cropping in Warm Climates (English edition). Institut National De La Recherche Agronomique (INRA). Paris.
Hawkins, R., H. Sembiring, D. Lubis dan Suwardjo. 1991. The Potensial of Alley Cropping in The Uplands of East and Central Java. Upland and Agrivulture Conservation Project-Frming System Research, Agency for Agriculture Research and Development. Salatiga.