Oleh : Riza Falepi, Wali Kota Payakumbuh 2012-2022
Pernyataan pak Safni yang cukup menggelegar saat debat kemarin bahwa UMKM di Kabupaten Lima Puluh Kota belum bisa dibanggakan, kurang greget dan cenderung lesu, adalah bentuk auto kritik yang bagus dan perlu dicermati. Sayangnya, auto kritik ini ditanggapi dengan sentimen negatif oleh berbagai pihak dan beberapa pengusaha tanpa bertanya dan berdiskusi lebih jauh. Kami maklum karena saat ini sedang kampanye Pilkada. Namun kita juga harus jujur, apa yang beliau maksud adalah cara berpikir di luar kebiasaan atau out of the box. Kami melihat pandangan Safni yang jauh ke depan membuat beliau berani melontarkan pendapat demikian walaupun dicaci kiri kanan. Beliau adalah contoh calon pemimpin yang orisinil dan bukan basa basi.
Sebagai seorang yang pernah kuliah di bidang kebijakan industri dan ekonomi, kami bisa memahami pernyataan Sakato (Safni Sikumbang – Rito) tersebut walaupun sulit diterima oleh sejumlah kalangan di Lima Puluh Kota saat ini. Cobalah kita renungkan dalam-dalam, baru berpendapat. Mari kita bedah lebih jauh terkait UMKM yang ada. Secara akademis ditinjau dari ilmu kebijakan industri dan strategi kebijakan pada umumnya, tidak ada cara yang sama untuk memajukan perekonomian sebuah daerah, namun mengacu pada ahli strategi Harvard, Michel Porter, beliau menyarankan kita baiknya fokus membangun kekuatan industri maupun ekonomi pada penciptaan daya saing, bukan pada hal yang tidak menimbulkan efek leverage berdaya dorong cukup dalam penciptaan nilai tambah dan kesejahteraan. Apalagi kita berbicara pada tataran pertumbuhan berkelanjutan yang menjadi salah satu materi utama pada debat kemarin.
Maka pertanyaan kita lebih jauh adalah produk apa atau jasa apa yang bisa menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Kabupaten Lima Puluh Kota yang sampai saat ini GDP per kapita nya jauh di bawah rata-rata nasional. Perkiraan saat ini GDP per kapita liko cuman sekitar 3000 USD per kapita per tahun, sementara nasional sekitar 5000 USD per kapita per tahun. Sederhananya untuk bisa GDP per kapita jauh naik melebihi rata rata nasional maka produk UMKM apa yang bisa memberikan leverage atau daya ungkit saat ini di Lima Puluh Kota?. Kenyataannya, penghasilan per hari masyarakat Lima Puluh Kota saat ini jauh dari memadai dan kemiskinan masih cukup tinggi.
Kembali kepada pengkritik pernyataan Sakato dalam debat tersebut, maka bagi kita sebenarnya produk UMKM tidak perlu juara ini dan itu, penghargaan ini dan itu dan bahkan kadang hal itu sangat menyesatkan dari segi ukuran penciptaan nilai dan daya saing. Kalau kita jujur produk yg dibanggakan tersebut seberapa besar omsetnya per tahun, seberapa besar produksinya, seberapa kuat agar mampu menciptakan industri berdaya saing di Lima Puluh Kota, pada akhirnya apakah industri itu bisa disebut unggulan bagi Lima Puluh Kota untuk penciptaan kesejahteraan? Apakah produk itu sebanding dengan nilai penghargaan yang dia terima untuk penciptaan kesejahteraan?
Kami ambil contoh di level nasional. Dulu di zaman Soeharto mengambil sebuah kebijakan strategis dengan menjadikan kelapa sawit sebagai salah satu unggulan produk nasional. Faktanya kebijakan ini terbukti menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi nasional walaupun beliau telah lama wafat. Kembali ke produk UMKM yang bagus menurut beberapa pihak, bahkan mendapat penghargaan ini dan itu, baik level nasional maupun internasional, pertanyaan mendasar hanya satu, apakah produk tersebut bisa menjadi alat pencipta pertumbuhan dan daya saing Lima Puluh Kota sehingga memberikan dampak penciptaan kesejahteraan bagi rakyat, dan berapa persen kontribusinya pada ekonomi Lima Puluh Kota? Sampai hari ini penulis belum yakin, bahkan satu persen pun belum sampai kontribusinya pada ekonomi Lima Puluh Kota. Baru yang terbukti salah satunya ternak unggas atau ayam, sebagian pertanian, dan selain itu belum kelihatan menggembirakan bagi rakyat Lima Puluh Kota. Bahkan kalau ditelisik lebih jauh seberapa banyak penyerapan tenaga kerja, berapa kontribusinya pada PDRB daerah, apakah bisa memberikan efek kenaikan PDRB di atas ekonomi nasional dan apakah itu bisa tumbuh berkelanjutan, dan masih ada seabrek pertanyaan yang harus dijawab. Juga dalam jangka panjang apakah bisa dijadikan tumpuan daya saing Lima Puluh Kota, penulis belum yakin.
Memang benar, kita tidak tahu apakah yang akan menjadi tumpuan pertumbuhan ke depan ekonomi Lima Puluh Kota. Pemkab bertugas mencari cara. Bersama masyarakat dan perguruan tinggi harus bisa menemukan motor penggerak kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan dan sampai hari ini kita belum melihat tanda-tandanya. Itulah yang dimaksud Sakato belum bisa dibanggakan terkait produk UMKM. Saya rasa untuk menjawabnya, kita harus jujur, memang belum bisa kita berbangga dengan produk UMKM kita dan terimalah itu sebagai otokritik agar ke depan kita harus menghadirkan pemimpin yang lebih baik, bukan yang biasa biasa saja bahkan pemimpin pemalas yang berpuas diri saja dengan keadaan saat ini.
Alih alih memaki beliau, justru saat ini Pak Safni ingin memajukan UMKM Lima Puluh Kota, tapi dengan catatan yang memang memberikan dampak pertumbuhan berkelanjutan, bisa dijadikan sarana penciptaan kesejahteraan dan bahkan sebagai sumber daya saing Kabupaten Lima Puluh Kota ke depan. Sangat disayangkan kalau ada UMKM yang sudah merasa besar kemudian marah terhadap otokritik yang Safni sampaikan, padahal kita sampai saat ini belum memiliki sumber ekonomi, usaha maupun industri yang cukup untuk penciptaan daya saing berdampak kesejahteraan bagi rakyat Lima Puluh Kota. Apalagi kalau UMKM tersebut berorientasi ekspor.
Salah satu contoh baiknya adalah yang dilakukan Payakumbuh dalam membangun industri rendang. Pemko menyiapkan sarana produksi dan packaging, menyiapkan UMKM naik kelas dengan standar produksi yang benar, sertifikat berbagai jenis untuk memenuhi semua kualitas produk yang bisa diterima baik secara nasional dan internasional. Saat ini sudah jauh berkembang, bahkan juga dinikmati oleh sebagian pengusaha rendang Lima Puluh Kota, namun Pemko Payakumbuh belum berani menyatakan itu sebagai sebuah keberhasilan karena mereka menyadari bahwa keberhasilan industri tersebut diukur sejauh mana kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya mampu menjadi penggerak ekonomi Payakumbuh. Walaupun telah mendapat penghargaan ini dan itu, sudah bisa merambah pasar nasional dan internasional, kita masih tetap butuh waktu melihat industri rendang berkembang sampai pada kemampuan membentuk daya saing industri yang pada gilirannya menjadi motor penggerak kemakmuran rakyat Payakumbuh.
Meskipun demikian, perkembangan yang ada cukup menggembirakan melihat pertumbuhan industrinya. Semoga cara yang sama dengan produk yang berbeda bisa dihasilkan oleh Lima Puluh Kota ke depan. Satu hal, setiap daerah memiliki cara yang unik untuk membangun daya saing, kekuatan ekonomi, dan industrinya. Itulah tugas Bupati mencari dan mengurusnya, bukan mengklaim keberhasilan UMKM yang ada, itupun masih jauh dari kata berhasil kalau industri tersebut belum memberikan dampak kemakmuran pada banyak masyarakat.