Lubuk Sikaping – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, menunda penetapan pasangan kepala daerah terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015, karena adanya gugatan salah satu calon kepala daerah di Mahkamah Konstitusi.
Komisioner KPU Kabupaten Pasaman, Divisi Sosialisasi, Aprina Herawati, di Lubuk Sikaping, Rabu, mengatakan hal itu sesuai keputusan KPU Pusat, yang menyatakan, penundaan penetapan harus dilakukan jika ada gugatan dari salah satu calon kepala daerah yang maju dalam pilkada, memasukan gugatan pada Mahkamah Konstitusi.
“Penundaan terpaksa kami lakukan, sebab pada Selasa (22/12) sekitar pukul 16.26 ada rilis gugatan yang dipublis di situs MK, sebab itu, pleno yang sebelumnya telah ditetapkan akan dilakukan pada Selasa (22/12) pukul 19.30 WIB, terpaksa dilakukan penundaan,” kata Aprina.
Ia menambahkan, hal ini terpaksa dilakukan, sebab seperti daerah lain, yang telah menetapkan calon terpilih, harus melakukan pembatalan.
Akibat dibatalkannya rapat pleno yang telah direncanakan, dan dihadiri oleh pihak kepolisian, TNI, sebagai pengaman, dan juga pasangan calon peraih suara terbanyak dalam pilkada 9 Desember 2015, serta pendukungnya, sempat diwarnai interupsi.
Pendukung dari pasangan calon Yusuf Lubis-Atos Pratama, yang meraih suara terbanyak, merasa tidak puas dengan sikap KPU setempat yang membatalkan pleno tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, para pendukung pasangan calon Yusuf Lubis-Atos Pratama masih menduduki gedung KPU, dan tidak memperbolehkan Ketua KPU Pasaman, Jajang Fadli, serta Komisioner lainnya yang ada di tempat untuk keluar dari gedung tersebut.
KPU Pasaman sudah menetapkan paslon nomor urut dua ini, Yusuf Lubis-Atos Pratama, sebagai peraih suara terbanyak dalam pilkada, unggul dari pasangan nomor urut satu Benny Utama – Daneil, sebanyak 1.285 suara, pada pleno penghitungan suara yang dilakukan pada Kamis (17/12).
Namun, dirilis dari data di laman www.mahkamahkonstitusi.go.id pasangan incumbent ini mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan bupati Pasaman, Selasa (22/12) sore, pukul 16.26 WIB, dengan APPP nomor 136/PAN.MK/2015.
Padahal, surat Mahkamah Konstitusi RI nomor: 120/PAN.MK/12/2015 perihal keterangan perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tahun 2015 pertanggal 21 Desember 2015, tujuan Ketua KPU RI, menyebutkan Kabupaten Pasaman tidak berperkara di Mahkamah Konstitusi, sehingga KPU setempat merencanakan pleno pukul 19.30.
Tapi pada Selasa (22/12) sore, kemudian nomor gugatan pasangan nomor urut satu tersebut, muncul di situs MK, yang membuat KPU Pasaman, melakukan pembatalan pleno itu.
Pembatalan tersebutlah yang mendapat penolakan dari paslon nomor urut dua, dan pasangan ini menuding, pihak KPU sengaja menunda pengumuman hingga Selasa (22/12) malam. Sesuai undangan yang diterima pasangan ini, rapat pleno terbuka dimulai pukul 19.30 WIB.
“Bisa jadi bukan, tudingan itu benar, KPU Pasaman sengaja melakukan pengumuman pada malam hari ini, sambil menunggu masuknya gugatan,” kata Yusuf Lubis.
Atos Pratama mengatakan, agar pihak KPU tetap melakukan penetapan, pasalnya, jadwal pengajuan PHP ke MK telah melewati batas akhir, yakni 3×24 jam setelah penetapan rekapitulasi suara pilbup oleh KPU.
“Mohon ini ditindaklanjuti, kenapa bisa seperti itu. Padahal, kita sudah menerima surat undangan dari KPU Pasaman untuk hadir pukul 19.30 WIB, nyatanya ditunda,” kata Atos.
Atos mengatakan, masa gugat berdasarkan undang-undang, yakni 3×24 jam atau 18,19,20 Desember 2015. Karena gugatan tidak masuk dalam masa gugatan. Pada tanggal, 21 Desember, MK telah memberitahukan KPU Pasaman dapat melaksanakan pleno penetapan calon terpilih.
“Berdasarkan surat itu, KPU Pasaman menyampaikan undangan penetapan calon terpilih kepada kami, Yusuf-Atos dan hadir pada Selasa malam ini,” ujar Atos.
Harusnya, kata Atos, KPU Pasaman berpegang pada dasar resmi, bukan relis tak jelas. Rapat pleno, kata dia, hanya dapat dibatalkan berdasarkan pencabutan surat MK nomor 120/PAN.MK/12/2015.
“Atau surat resmi lainnya yang memerintahkan penundaan rapat pleno itu, bukan berpegang pada yang tidak resmi (web MK) untuk membatalkan yang resmi, itu menyalahi kaidah dan aturan dan melanggar kode etik,” kata Atos. (Ant/Oleh Eko Fajri)