26 C
Padang
Jumat, Desember 6, 2024
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

Zusneli Zubir Saat Seminar BPNB Sumbar Angkat Keberadaan Kerajaan Jambu Lipo di Sijunjung
Z

Kategori -
- Advertisement -

PADANG (BeritaSumbar.com) – Berdasarkan memori kolektif dan tradisi yang masih lestari di tengah masyarakat Kanagarian Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat, terungkap, bahwa pernah berdiri Kerajaan Jambu Lipo di daerah tersebut. Dra. Zusneli Zubir, M.Hum., Ketua Tim Peneliti bersama para anggotanya: Efrianto, SS., dan Rismadona, S.Sos. melaporkan hasil kajian mereka tentang keberadaan Kerajaan Jambu Lipo pada Seminar Hasil Kajian Nilai Budaya, digelar oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Sumatera Barat (BPNB Sumbar) pada Senin 16 – 17 November 2020 di Kyriad Bumiminang Hotel, Jalan Bundo Kanduang No. 20 – 28, Padang.

BPNB Sumbar di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia membedah 10 laporan penelitian pada seminar tersebut. Acara dibuka oleh Kepala Tata Usaha BPNB Sumbar Dra. Titit Lestari. 

Zusneli Zubir bersama Tim melaporkan hasil kajian berjudul ‘Eksistensi Tradisi Kerajaan Jambu Lipo dalam Perkembangan Masyarakat di Kabupaten Sijunjung (1980 – 2000)’, mereka tampil pertama di hari pertama seminar tersebut dari pukul 9.10 – 10.40 WIB. Kajian mereka dibedah oleh Dr. Nopriyasman, M.Hum., Ketua Pasca Sarjana Sejarah Universitas Andalas dihadapan 30 orang peserta seminar yang antusias menanggapi penelitian tersebut.

Pada seminar tersebut, Zusneli Zubir mengatakan, “Eksistensi Kerajaan Jambu Lipo hingga hari ini masih terlihat dalam tingkatan upacara, keindahan dan keagungan peninggalan-peninggalan budaya, seni yang dipagelarkan, serta lingkungan alam daerah kawasan kerajaannya. Berbagai tradisi mereka warisi secara turun temurun yang masih dilaksanakan sampai sekarang, terkait dengan keberadaan Kerajaan Jambu Lipo antara lain adalah acara: bakaua (merupakan upacara syukuran), ziarah ke kubur Rajo, dan manjalang rantau.”

“Saat ini telah terjadi perpaduan antara modernitas dan tradisionalitas, yang sejalan dengan upaya pemerintah daerah menjadikan peninggalan sejarah budaya sebagai salah satu aset berharga untuk menunjang pariwisata di daerah. Dalam konteks seperti ini, warisan budaya Kerajaan Jambu Lipo muncul sebagai andalan memakmurkan negeri. Bila dikaitkan dengan gerakan lintas keraton nusantara, maka era otonomi daerah sejalan pula dengan lahirnya wacana kembalinya para Sultan. Fenemona ini juga terjadi di Kerajaan Jambu Lipo. Jambu Lipo sebagai kerajaan baru terletak di Kenagarian Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, yang berjarak sekitar 23 km dari kota Sijunjung. Wilayah kerajaannya meliputi lima puluhan desa, koto, dan atau 12 buah nagari yang tersebar dalam lima kecamatan di dua kabupaten,” kata Zusneli Zubir.

Zusneli Zubir juga mengatakan, kemunculan dunia kerajaan sebagai salah satu identitas Minangkabau berkaitan dengan strategi harga diri Harun Al Rasyid Zein (Gubernur Sumatera Barat) dalam mengangkat kembali kebudayaan Minangkabau yang disimbolkan melalui pembangunan Istana Basa. Istana dan segala bentuk peninggalan kerajaan pada akhirnya menjadi simbol par excellence dari identitas daerah di Indonesia dalam era otonomi.

Kini lembaga raja dan kerajaan lebih berfungsi sebagai sumber informasi tentang sejarah dan atau upacara-upacara yang patut. Dalam pandangan teori integrasi, Minangkabau mempunyai kemampuan khusus mengintegrasikan antara yang lama dengan yang baru, antara Islam dengan adat, serta antara dunia raja dan penghulu. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut maka penelitian ini dilakukan, untuk melihat sejauh mana eksistensi unsur-unsur tradisional tersebut masih bertahan di Kerajaan Jambu Lipo hari ini. Penelitian ini berada di bawah payung penelitian sejarah budaya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan arsip dan wawancara.

Nopriyasman saat membedah hasil kajian tersebut, mengatakan ,”’Eksistensi’ suatu kata yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai keberadaan. Tentu saja yang dimaksudkan penulis adalah suatu hal yang ada dan berkembang dalam hubungan tradisi kerajaan Jambu Lipo dewasa ini, yaitu dalam kerangka perkembangan masyarakat era globalisasi. Mungkin itu pula, yang menyebabkan tim peneliti membatasi tulisannya pada tahun 1980-2000 (lihat Bab I: 5), ketika era praktik kehidupan telah “berbau” moderen dan “posmoderen”. Meskipun batasan ini, secara temporal masih kurang menunjukkan ketegasan, yang jelas tim penulis sudahmendasari cara berpikirnya pada proses perubahan waktu (change over times).”

“Kehadiran laporan penelitiannya berjudul “Eksistensi Tradisi Kerajaan Jambu Lipo dalam Perkembangan Masyarakat di Kabupaten Sijunjung 1980-2000” di pentas sejarah memberi makna bagi masyarakat, penelitian, dan dunia tulis menulis. Makna itu tidak saja bagi Kerajaan Jambu Lipo, tetapi juga bagi pemerintah yang mempunyai kepentingan tersendiri dalam memajukan kebudayaan di Sumatera Barat, khususnya Sijunjung,” kata Nopriyasman.

Nopriyasman juga mengatakan, “Laporan penelitian ini merupakan salah satu hasil upaya dari para peneliti di BPNB. Ketiganya peneliti dan penulis buku yang produktif, sehingga laporan ini pun menjadi bukti tingkat keproduktifan dari para penulisnya. Bagaimana pun Tim Peneliti sudah mengupayakan “mementaskan historisitas Budaya Kerajaan Jambu Lipo” sebagai bukti dari perkembangan peradaban di Sumatera Barat, dan Sijunjung pada khususnya. Pendekatan yang dipakai secara metodis pun berdasarkan metode sejarah, sehingga hasilnya sedapatnya juga bersifat ilmiah. Bagaimanapun, laporan penelitian karya Zusneli Zubir, Efrianto, dan Rismadona ini, terlepas dari kekuatan dan kelemahannya, menjadi penyemarak bagi kehadiran berbagai penelitian sejarah dalam bidang budaya (sejarah budaya). Karya ini tidak saja berguna dalam memberi apresiasi kepada sejarah budaya, tetapi tentunya dapat memantik diskusi dan penelitian lebih lanjut terkait dinamika dan eksistensi kerajaan di Minangkabau (Sumatera Barat).”

“Karya Zusneli Zubir, Efrianto, dan Rismadona bertolak dari ilmu Sejarah, sedikit banyaknya menambah terang informasi tentang keadaan sejarah Kerajaan Jambu Lipo. Pendekatan yang diambil pengarang memberikan petunjuk bagi kisah sejarah di sekitar praktik budaya yang pernah dan terus berlanjut dalam sejarah. Mudah-mudahan sesuai harapan penulisnya, karya mereka bermanfaat bagi pengetahuan, bermanfaat bagi pembuat kebijakan dalam mengembangkan pariwisata di tingkat lokal, dan bermanfaat bagi masyarakat dalam mengembangkan diri dalam mengolah potensi diri dan masyarakatnya. Semoga,” kata Nopriyasman.

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img