Sejak pertengahan Januari 2020, heboh pemberitaan virus Corona menyebar begitu massif di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berita, foto, dan video menghiasi berbagai media online dan tak ketinggalan media sosial seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, WeChat dan lain sebagainya. Media radio dan televisi juga tak mau kalah. Pemberitaan tentang virus Corona begitu bombastis dan memberikan rasa tidak nyaman dan aman bagi yang menerima berita tersebut. Begitu juga bagi yang memberitakan, kesan khawatir dan gelisah terbayang dengan jelas dari mimik dan gerakan reporter di televisi. Virus Corona begitu menakutkan dan sangat mengancam rasa aman penduduk dunia.
Pemberitaan tentang virus Corona telah memunculkan sebuah nama kota dan provinsi di Cina menjadi viral, yaitu Wuhan dan Hubei. Penulis sendiri tidak begitu akrab dengan kata Wuhan dan Hubei, kecuali setelah pemberitaan tentang virus Corona heboh di media massa dan media sosial. Setiap kata Corona muncul, langsung dikaitkan dengan kota Wuhan, sebaliknya jika kata Wuhan yang muncul maka akan diiringi dengan pemberitaan virus Corona. Begitu juga dengan Negara Cina yang begitu phenomenal secara ekonomi dan militer, tiba-tiba setiap muncul kata virus Corona, maka akan langsung dikaitkan dengan Negara Cina. Kedigdayaan ekonomi dan militer Cina seakan menguap dengan kasus ini.
baca juga: PSBB Diberlakukan, Ini Yang Wajib Diketahui
Ekonomi Cina yang berada pada urutan dua di dunia setelah Amerika Serikat begitu kuat di mata negara lain dengan program One Belt One Road (OBOR), seakan sirna dan layu tak berdaya. Cadangan emas terbesar dan uang kertas yang melimpah seakan tak lagi bernilai. Tiba-tiba berita dan cerita kehebatan ekonomi Cina tenggelam oleh berita virus Corona. Militer Cina yang sudah digambarkan menyamai militer Amerika Serikat, bahkan beberapa teknologi militer Cina kononya sudah melebihi negara adidaya tersebut, seakan lemah tak berarti dan kehilangan tenaga. Berita terkait betapa kuatnya militer Cina tak lagi menarik untuk dibaca, hambar dan basi digantikan oleh ancaman mematikan dari virus Corona.
Baru beberapa hari sebelum pemberitaan virus Corona merebak, Presiden Negara Komunis Cina, Xi Jinping, memproklamirkan tanda kehebatan mereka dengan pernyataan jumawanya, saat ini tidak satupun yang bisa mengguncang Cina. Apa artinya, Cina sekarang adalah negara adidaya yang kuat dan kokoh. Seberapa pun besarnya ancaman ekonomi dan militer dari negara lain, termasuk Amerika Serikat dan sekutunya, tidak akan mampu mengalahkan Cina. Jangankan mengalahkan, mengguncang pun tidak akan bisa. Hebat sekali.
Ungkapan tersebut sepertinya sangat beralasan dari sisi pandang paham materialisme. Cina memang telah memiliki kekuatan untuk mengungkapkan kata tersebut ke seluruh dunia, dan negara manapun di dunia sulit menolak klaim tersebut. Negara Cina memang lagi naik daun dari berbagai aspek yang dibutuhkan oleh sebuah negara kuat dan hebat, sehingga kemungkinan digoyang oleh negara lain ataupun pemberontakan dari dalam negerinya sendiri sangat tidak mungkin saat ini.
Tapi apatah lagi dikata, virus Corona yang berukuran sangat kecil, mikro meter ataupun mungkin nano meter dan tidak terlihat oleh mata telanjang dan mikroskop biasa, membuat negara yang kaya dan hebat seperti Cina yang katanya tidak bisa digoyang menjadi tidak berdaya. Negara Cina tiba-tiba menjadi negara pesakitan. Seluruh kota besar dan provinsi di Cina hampir tidak yang luput dari virus Corona. Bukan hanya itu, Cina melalui warganya atau Cina keturunan yang menjadi warga negara lain seperti Singapura dan Malaysia juga tak luput dari kiran virus Corona. Tak tanggung-tanggung, 27 negara di dunia melaporkan adanya pasien virus Corona di negara mereka.
Sebelum pemberitaan tentang Virus Corona, pemberitaan terkait dengan Cina adalah gambaran kehebatan pencapaian ekonomi dan militer yang memukau. Cadangan emas Cina begitu melimpah dan ekspornya juga demikian. Banyak negara, terutama negara miskin dan negara berkembang menjadikan Cina sebagai salah satu negara tumpuan untuk mendapatkan investor ataupun hutangan. Berbagai produk Cina menghiasi etalase dan pajangan para pedagang di negeri ini dan juga banyak negara di seluruh dunia. Di negara superpower seperti Amerika Serikat Amerika pun produk Cina sudah menjadi pilihan para pembeli karena harga yang murah dan kualitas bersaing.
Tak kalah penting, ekonomi Cina yang demikian meraksasa mampu menaklukkan beberapa negara debiturnya di Benua Afrika dan Asia tanpa harus mengeluarkan satu pelurupun. Negara tersebut ‘menyerah’ kepada Cina dengan skema hutang yang tak mampu dibayar kembali. Cina pun menguasai asset penting negara tersebut melalui sebuah perjanjian yang mengikat dan jangka waktu hampir mencapai 100 tahun. Ancaman ekonomi dan ‘penguasaan’ Cina di berbagai negara dianggap telah menggeser pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut, sehingga memunculkan persaingan keras antara keduanya. Perang dagang pun tak terelakkan dan Amerika Serikat berusaha mempertahankan ataupun merebut kembali wilayah tersebut.
baca juga: Berbagai Istilah Yang Saat Ini Digunakan Dalam Penanganan Wabah Covid-19
Tapi apa dinyana, virus Corona telah membalikan keadaan. Imej Cina berubah menjadi buruk dan menyeramkan. Kekayaan yang telah ditimbun dan menggunung perlahan ataupun dengan cepat sepertinya akan ‘longsor’ dibawa bah virus Corona. Ikatan yang tadinya kuat dengan negara sekutu Komunisnya seperti Rusia dan Korea Utara mulai bermasalah. Mau tak mau, kedua negara paham Komunis tersebut harus melindungi negara mereka sendiri dari ancaman virus Corona. Perjalanan Warga Negara Cina ke negara tersebut langsung dibatasi bahkan diblok sama sekali. Begitu juga kunjungan Warga Negara Rusia dan Korea Utara sendiri, juga mengalami pembatasan yang sama. Langkah Rusia dan Korea Utara ini juga senada seirama dengan negara lain di seluruh dunia. Mereka tak sudi saat ini menerima Warga Negara Cina dan sebaliknya juga membatasi bahkan melarang warganya berkunjung ke Cina. Cina seperti sekutu dan negara yang terabaikan, baik oleh negara sahabat ataupun negara saingan.
Produk-produk Cina yang membanjiri pasar dunia dan tidak banyak negara yang bisa mengatasi apalagi menolaknya, tiba-tiba seperti barang yang menjijikan. Berbagai produk Cina ditolak diberbagai negara. Negara penerima bahkan pedagang pun enggan menerimanya. Produk Cina seperti ‘duta’ virus Corona bagi negara lain dan bagi pedagang yang menerimanya. Apalagi kalau produk tersebut diproduksi di Wuhan atau Provinsi Hubei, wah bagaikan melihat ‘hantu’ yang mengancam jiwa. Pokoknya horor kalau harus menerima produksi Cina saat ini.
Importir yang biasanya membayangkan keuntungan besar dengan menjual produk Cina seperti pakaian dan produk hortikultura, kini bimbang dan menahan diri. Pilihan memang tidak mudah, keuntungan besar atau kemungkinan tertular virus Corona. Sepertinya logika sehat lebih mengemuka daripada mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Untuk apa keuntungan yang akan diperoleh dibandingkan penyakit yang akan diderita. Hanya mereka yang nekat tetap melakukan bisnis langsung dengan Pengusaha Cina daratan saat ini.
Memang sudah ada beberapa klasifikasi dari lembaga terkait bahwa virus Corona tidak akan menular melalui produk keras pabrikan seperti produk elektronik dan lainya, tetapi kekhawatiran lebih besar dibandingkan efek klarifikasi tersebut. Perdagangan dengan Cina betul-betul menjadi tantangan berat secara psikologis. Cap bahwa produk tersebut bisa saja membawa virus Corona dari Cina sudah terlanjur tertancap di benak pelaku impor dan pengelola negara. Menunda urusan perdagangan dengan Cina akhirnya menjadi pilihan terbaik. Importir bisa saja melakukan kegiatan bisnis as usual alias seperti biasa, tapi kalau barang jualan tidak laku di pasaran, tentu akan menimbulkan masalah lebih besar bagi mereka. Psikologi ketakutan masa dengan media sosialnya akan menjadi masalah besar dan sulit untuk ditaklukkan. Akan sia-sia mengimpor barang yang tidak akan dibeli oleh konsumen.
Turis Cina termasuk yang ramai mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia. Dengan jumlah penduduk sekitar 1.39 milyar dan tingkat kemakmuran yang relatif tinggi, memungkinkan mereka berplesiran hampir ke seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, Singapura dan Malaysia. Beberapa negara di Benua Afrika pun tidak luput dari kunjungan turis Cina. Kedatangan turis tentu menjadi berkah tersendiri bagi negara yang dikunjungi. Meningkatnya hunian hotel dan belanja kulineran serta oleh-oleh menjadi harapan peningkatan transaksi uang antara turis Cina dan pedagang lokal. Di beberapa negara, kedatangan turis Cina sudah sangat ditunggu. Tapi sayang, virus Corona telah merubah wajah turis Cina menjadi wajah ‘horor’ dan ditolak. Ribuan perjalanan dan bookingan hotel di seluruh dunia telah dibatalkan. Turis yang tadinya ditunggu tidak lagi diharapkan kedatangan. Ironis memang.
Dewasa ini pengaruh ekonomi Cina terhadap perekonomian dunia diperkirakan sebesar 17%. Angka ini naik pesat jika dibandingkan angka tahun 2002 sebesar 4%. Dengan nilai sebesar 17% ini, ketergantungan sejumlah negara dunia terhadap Cina akan sangat besar. Hutangan yang telah direncanakan ke Negara Cina besar kemungkinan tidak berjalan mulus sesuai rencana. Cina sebagai negara yang dilanda wabah virus tentu akan lebih memfokuskan sumber daya untuk memerangi virus Corona tersebut dan memperbaiki perekonomiannya yang sempat lumpuh dalam beberapa bulan. Ratusan ribu pengusaha kecil dan menengah di Cina terancam gulung tikar karena bisnis tidak jalan.
Oleh: Aulia
Dosen Universitas Andalas
Beritasumbar.com
Virus Corona dan Wajah CinaV
Kategori -
Kolom & Opini
- Advertisement -
- Advertisement -