Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi tidak menampik harga obat yang mahal turut menyumbang mengapa pasien tuberkolosis atau TB menjadi tidak disiplin dalam pengobatan. Akibatnya virus menjadi resisten obat.
Kalau sudah resisten maka pengobatan biasanya akan lebih mahal. “Bila sudah resisten terhadap obat TB, biaya pengobatannya memang mahal sekali. Kira-kira mencapai sekitar Rp 200 juta,” kata Menkes di gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (25/7/2014).
Menkes mengatakan, masalah resistensi pengobatan TB menjadi pembahasan dalam “The 20th International AIDS Conference” di Melbourne, Australia baru-baru ini.
Dalam forum internasioal tersebut, kasus umum yang paling banyak ditemui di sejumlah negara yaitu pasein TB menjadi resisten terhadap obat karena tidak dispilin dalam pengobatan.
“Kalau tidak disiplin, bisa membuat pasien TB resisten (kebal) terhadap obat saat mereka dianjurkan dokter mengonsumsi obat lagi,” kata Nafsiah Mboi.
Kabar baiknya dalam pembahasan tersebut ada pernyataan bahwa kemungkinan sudah ada obat yang bisa mempercepat proses penyembuhan dan lebih murah bagi mereka yang sudah resisten obat TB.
Namun Menkes tidak menjelaskan lebih lanjut tentang obat dan bagaimana pengadaan pengobatan baru tersebut di Indonesia.
Tuberkulosis yang disebabkan virus tuberkulosis pernah menjadi penyakit paling mematikan di Indonesia. Namun dalam beberapa tahun terakhir, prevalensinya menurun cukup signifikan. Data terakhir pada 2012 menyebut tingkat prevalensi TB di Indonesia mencapai 297 per 100.000 penduduk. (inilah)