Pilkada 2020 akan dilaksanakan sebentar lagi secara serentak. Tentunya dengan protokol kesehatan yang sangat ketat pada pandemi wabah Covid-19 masih dianggap sangat tinggi dan rentan. Namun, tahapan pilkada sementara akan berjalan. Walaupun pelaksanaan pilkada tetap dilaksanakan serentak tanggal 9 desember 2020 dengan kondisi wabah Covid-19 masih tinggi maka taruhan nyawa warga masyarakat bisa berakibat fatal meskipun tetap dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Sampai saat sekarang ini tercatat angka penularan dan kematian pasien Covid-19 mengalami peningkatan dan belum dapat dikendalikan oleh tenaga medis. Data tersebut menunjukkan bahwa Covid-19 sangat mudah menular. Penyakit yang disebarkan virus itu menyebar seiring dengan ke mana manusia bermobilisasi. Beberapa bulan lalu, pertama kali penyakit itu diberitakan hanya ada di Depok, akan tetapi sampai saat ini Covid-19 sudah berada di semua provinsi dan hampir semua kabupaten kota. Gerak sosial dari seseorang menjadi kunci kecepatan persebaran Covid-19 tersebut.
Ada baiknya, demi keselamatan Rakyat Indonesia, pemerintah menunda penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Bukan tanpa alasan penulis menyarankan agar pilkada ditunda. berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati. Pasal 120 ayat (1) dan (2) terdapat frasa bahwa pihak penyelenggara dapat menunda pilkada jika terjadi bencana non alam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Mengapa penyebaran penyakit Covid-19 cepat dan rentan terjadi? Virus corona menyebar dari satu orang ke orang lain dalam jarak dekat. Penyebarannya serupa dengan penyakit pernapasan lain, seperti flu. Droplet atau percikan dari air ludah atau ingus orang yang terinfeksi terlontar ketika bersin atau batuk. Bila mengenai orang lain, terutama bagian wajah, droplet ini berpotensi membuat orang tersebut turut terinfeksi karena virus bisa masuk ke tubuh lewat hidung, mulut, bahkan rongga mata. Menurut WHO, lontaran droplet bisa mencapai 1 meter. Karena itu, jarak aman yang direkomendasikan antara satu orang dan orang lain adalah 2 meter. Ketika abai menjaga jarak (M1) dan memakai masker (M2), risiko tertular semakin tinggi. Demikian pula abai terhadap 3C, risiko akan munculnya klaster menjadi lebih tinggi.
Di negara lain, kegiatan yang mengundang kerumunan sangat dihindari bahkan dibatalkan jauh hari sebelum jadwal pelaksanaan. Di Inggris, sejak 14 September mereka menerapkan larangan kumpul-kumpul lebih dari enam orang. Betapa pentingnya mereka menjaga pandemi agar tetap terkendali. Karena dengan menjaga negara, mereka turut menjaga dunia untuk cepat mengakhiri pandemi ini. Pendapat seperti itu sangat dipahami pemerintah Inggris. Seharusnya pemerintah Indonesia melakukan hal yang sama, mengingat kasus konfirmasi Covid-19 per hari semakin meningkat. Peningkatannya sangat melonjak sejak akhir Juli. Hanya dalam waktu sebulan (sampai akhir Agustus) meningkat dari 2.000-an menjadi 3.000-an kasus per hari.
Protokol kesehatan pencegahan Covid-19 tidak hanya harus dipahami saat periode pemilihan, tetapi juga ketika pelaksanaan pemungutan suara. Jangan sampai pemberian suara menjadi momentum masyarakat untuk menyerahkan raganya dihinggapi Covid -19. Rancangan pelaksanaan pemungutan suara harus disosialisasikan mulai sekarang agar tidak menjadi sumber persebaran virus. Pemerintah dan penyelenggara pemilu hendaknya mendengarkan masukan berbagai pihak terhadap keselamatan seluruh masyarakat. Bukan mementingkan ”keselamatan” hanya segelintir orang.
Jika dalam pelaksanaan kedapatan calon kepala daerah (calon Bupati & Wakil Bupati) melanggar aturan yang sudah ada, pihak penyelenggara dan penegak hukum harus menindak secara tegas sesuai aturan yang berlaku untuk memberi efek jera bagi para pihak. Jangan sampai publik mengatakan bahwa aturan yang dibuat (Law in the book) tidak sesuai dengan pelaksanaannya (Law in action), sebisa mungkin ini dihindari untuk menjaga kepercayaan publik kepada pemerintah.
Perlu adanya kesiapan yang matang untuk menghindari adanya korban jiwa akibat pelaksanaan pemilihan kepala daerah dalam situasi pandemi Covid-19. tahun ini berbeda dari tahun-tahun yang sudah dilewati, tahun ini pihak penyelenggara harus bekerja lebih keras lagi dengan menggunakan Alat Pelindun Diri (APD) lengkap sesuai dengan standar protokol kesehatan dalam melaksanakan tugas agar terhindar dari paparan Covid-19.
Oleh: Bellia Mustika Rani
Jurusan S1 Biologi, Universitas Andalas.
belliamustikarani2711@gmail.com