Maret 2020 merupakan kali pertama kasus COVID-19 tercatat hadir di tanah air. Kini telah satu tahun berlalu, Indonesia masih menghadapi situasi pandemi yang telah berdampak pada kehidupan masyarakat, aktivitas sosial, dan tentunya berdampak pada aspek-aspek kehidupan lainnya. Pandemi COVID-19 yang melanda berbagai negara menjadi peringatan akan pentingnya mengelola ketahanan pangan. Persoalan itu dijawab Presiden Joko Widodo dengan melakukan pengembangan kawasan food estate. Selain solusi yang diberikan pemerintah, di masyarakat perkotaan sedang berkembang tren baru, yaitu urban farming.
Oleh karena itu, Sipindo melalui series Bincang Pahlawan Pangan mengundang narasumber-narasumber untuk mendiskusikan bagaimana konsep urban farming melalui berbagai program yang dijalankan pemerintah seperti Pekarangan Pangan Lestari dapat berkontribusi terhadap kemandirian pangan masyarakat di area perkotaan.
Ditayangkan langsung melalui akun Facebook Sipindo, diskusi yang bertajuk Inovasi Urban Farming untuk Kemandirian Pangan di Area Perkotaan menghadirkan Urban Farming Specialist dari PT. East West Seed Indonesia Iqbal Kusnandarsyah, Ketua Kelompok Wanita Tani Anthurium Yuliana Darmawan, dan Kepala Seksi Keanekaragaman Konsumsi Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang Ilvi Herviani S.Pi.
Kini aktif mengelola Urban Farming Center Purwakarta, Iqbal Kusnandarsyah yang akrab disapa Iqbal menyampaikan paparan mengenai konsep urban farming, peluang, dan tantangan dalam penerapannya. Karena karakter urban farming yang fleksibel secara area lahan budidaya, konsep urban farming dapat diterapkan di berbagai area lahan perkotaan seperti di area komersial seperti pusat perbelanjaan, industrial seperti area pabrik, perkantoran, taman kota, maupun perumahan. Justru dengan pemanfaatan area-area ini, dampak positif lain dari penerapan urban farming
pun bermunculan, seperti pengurangan limbah melalui pemanfaatan limbah rumah tangga untuk pupuk atau penggunaan kembali limbah plastik sebagai kontainer tanaman. Selain itu, kehadiran tanaman budidaya dapat menjernihkan udara sehingga berkontribusi dalam menekan tingkat polusi udara di area tersebut.
Senada dengan Iqbal, hal-hal tersebut merupakan beberapa faktor yang menyulut semangat Yuli untuk mengajak warga setempat mengelola lahan terbuka hijau dan menyulap pekarangan rumah menjadi area kebun sayur. Berdiri sejak 2014, Kelompok Wanita Tani Anthurium binaannya telah beberapa kali keluar sebagai jawara kompetisi Rumah Pangan Lestari Tingkat kota maupun provinsi. Didampingi oleh petugas teknis lapangan Sipindo Powered by SMARTseeds dan PT. East West Seed Indonesia, lahan kebun seluas kurang lebih 1.000 meter persegi yang dikelola secara komunal kini menjadi kebanggaan warga setempat.
Kini dilengkapi dengan rumah persemaian, rumah produksi pasca panen, dan Gubuk Sipindo, demplot KWT Anthurium telah menyambut kehadiran banyak pihak, termasuk Wali Kota Tangerang dalam kegiatan panen bersama. Kini mereka juga telah memiliki inventaris alat pengolahan cabai bernilai Rp60.000.000,- dan menerima bantuan dari pemerintah berupa peralatan dan perlengkapan pertanian senilai Rp65.000.000,.
Ilvi Herviani, S.Pi mengungkapkan bahwa bantuan tersebut merupakan salah satu bentuk perhatian dan dukungan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian pangan masyarakat perkotaan, yang mirisnya kini nyaris bahkan tidak memiliki lagi lahan terbuka yang dapat difungsikan sebagai area pertanian. “Selain bertujuan untuk meningkatkan asupan nutrisi dan menurunkan prevalensi stunting pada anak-anak, pengelolaan P2L secara optimal dalam skala yang lebih luas seperti apa yang dilakukan KWT Anthurium tentunya memiliki dampak ekonomi yang baik terhadap masyarakat setempat,” ujarnya. Oleh karena itu, Dinas Ketahan Pangan Kota Tangerang mengikutsertakan program-program pendampingan dan memfasilitasi kelompok tani dan kelompok wanita tani di daerahnya dengan pelatihan
kewirausahaan, pengadaan bazaar dan expo untuk menyalurkan produk hasil panen dan olahan hasil panen ke target pasar yang lebih luas.
Menjawab pertanyaan kekhawatiran akan timbulnya kompetisi suplai komoditas sayur antara petani konvensional dan pelaku urban farming, ketiga narasumber senada menjawab kecil kemungkinan hal tersebut terjadi. Utamanya karena jumlah hasil produksi urban farming, terutama pada program P2L dan KRPL sifatnya komplementer atau pelengkap dan jumlahnya jauh lebih kecil dibanding hasil produksi petani skala komersial, maka jelas-jelas pelaku urban farming dan petani konvensional memiliki target pasar yang berbeda. Pun hasil produksi urban farming dikonsumsi oleh rumah tangga, bukan berarti keseluruhan kebutuhan sayur rumah tangga dapat disediakan oleh P2L maupun KRPL. Di sinilah kebutuhan akan suplai sayur dari petani konvensional tetap muncul.
Adapun tantangan dalam memperkenalkan praktik pertanian yang baik kepada rekan-rekan warga setempat yang sebelumnya tidak pernah melirik aktivtias urban farming maupun P2L disiasati Yuli dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. “Dengan aplikasi Sipindo Powered by SMARTseeds, kami bisa menentukan bagaimana mempersiapkan lahan pekarangan yang luasnya hanya 1 x 3 meter persegi untuk, misalnya, ditanami cabai dan nantinya berapa banyak pupuk yang sebaiknya digunakan untuk mendukung tumbuh kembang tanaman,” tuturnya sambil merujuk pada fitur Praktik Pertanian yang Baik dan Rekomendasi Pemupukan. “Semua teman- teman di sini sudah punya aplikasi di hp-nya masing-masing,” pungkasnya.
Oleh:Dr. Silvia Permata Sari, SP., MP.
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Andalas