Pendiri dan CEO Facebook, Mark Zuckerberg, menyampaikan bahwa dirinya akan berjuang untuk melindungi hak-hak para Muslim, dan menjamin mereka akan “selalu diterima” di Facebook.
“Bila Anda seorang Muslim dalam komunitas ini (baca: jejaring sosial Facebook), sebagai pemimpin Facebook, saya ingin Anda tahu bahwa Anda selalu diterima di sini, dan kami akan berjuang untuk melindungi hak Anda, serta membangun lingkungan yang damai dan aman,” tulis Zuckerberg, Kamis (10/12/2015).
Media menyebut pernyataan Zuckerberg itu sebagai respon terhadap Donald Trump, bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik. Baru-baru ini, Trump melempar ide untuk melarang Muslim memasuki AS, dan menuai banyak kritik karenanya.
Meski begitu, Zuckerberg tidak terang-terangan menyebut Trump dalam pernyataan itu. Ia justru memberikan konteks, ihwal situasi pasca serangan teroris di Paris, Perancis.
“Setelah serangan Paris dan kebencian pekan-pekan terakhir, saya bisa membayangkan rasa takut umat Muslim, merasa bahwa mereka akan dianiaya hanya karena tindakan orang lain,” demikian Zuckerberg menjelaskan latar pernyataan itu.
Miliuner 31 tahun itu turut menyinggung latar belakangnya sebagai seorang Yahudi. “Sebagai seorang Yahudi, orang tua saya mengajarkan kami agar berani melawan serangan terhadap semua komunitas. Bahkan bila serangan itu tidak ditujukan pada Anda hari ini, pada akhirnya serangan pada kelompok tertentu akan melukai semua.”
Status Zuckerberg itu menjadi viral. Jumat pagi (11/12), ada sekitar 1,3 juta pengguna memberikan tanda suka. Pun lebih dari 193 ribu orang telah membagikannya kembali.
Komentar juga riuh berdatangan. Umumnya memberikan apresiasi kepada Zuckerberg, seturut semangat melawan streotip negatif terhadap Muslim–yang hadir menyusul aksi-aksi terorisme.
I want to add my voice in support of Muslims in our community and around the world.After the Paris attacks and hate…
Posted by Mark Zuckerberg on Wednesday, 9 December 2015
Agaknya pernyataan itu juga tidak mengherankan, bila mengingat Facebook punya banyak pengguna di negara Muslim.
Patut pula dicatat bahwa Zuckerberg tidak memerinci bagaimana cara Facebook menjamin dan melindungi umat Muslim di layanan mereka. Lantas seberapa serius Zuckerbeg dengan pernyataan itu?
Hal tersebut, boleh saja ditakar dalam sejumlah kasus yang pernah terjadi di Facebook.
Pasca serangan bom di Paris, Perancis, Facebook dikritik sebagian penggunanya. Pasalnya, saat itu serangan juga terjadi di Beirut, Libanon. Sementara Facebook hanya menyediakan fitur “Safety Check” dan “Foto Profil Solidaritas” untuk Paris.
Beberapa pengguna turut mempertanyakan posisi Facebook terhadap kekerasan dan perang di negara muslim, macam Palestina.
Catatan lain datang dari The New York Times, yang menyebut bahwa secara teknis Facebook berusaha memisahkan antara diskusi dan serangan kebencian terhadap agama tertentu. Pada 2012, Facebook memblokir tautan ke sebuah video anti-Islam di Pakistan.
Balik ke tahun 2010, Facebook menolak menghapus laman yang berhubungan dengan “Everybody Draw Muhammad Day”, yang muncul karena pembelaan netizen seputar kebebasan berbicara, setelah dua kartunis yang membuat gambar Nabi Muhammad mendapat ancaman pembunuhan.
Facebook berargumen bahwa kampanye itu lebih serupa diskusi, ketimbang ujaran kebencian.
Pada kasus teranyar, kontributor Forbes, Emma Woollacot, mencatat Facebook tidak memenuhi permintaan pengguna untuk menghapus video pidato Trump–yang dianggap sebagian orang memuat ujaran kebencian.
Seorang juru bicara Facebook mengaku bahwa mereka tidak menghapus konten Trump, karena menganggapnya sebagai gagasan politik.
“Ketika kami meninjau laporan terhadap konten yang mungkin melanggar kebijakan, kami meletakkannya pada konteks sebagai pertimbangan. Konteks itu dapat mencakup nilai dari sebuah gagasan politik,” kata juru bicara Facebook itu. (Oleh : Muammar Fikrie @fikrie)