Oleh: Anisfa Azizah
Dr. Hj. Demina, M.Pd
IAIN Batusangkar
Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 disebutkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini, kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia adalah pendidikan. Karena, dengan pendidikan diharapkan setiap individu mampu meningkatkan kualitas dirinya dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Pendidikan bertujuan menumbuhkembangkan potensi manusia agar menjadi manusia yang dewasa, beradab, dan bernorma. Pendidikan akan membawa perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai pada individu, kelompok maupun masyarakat.
Isu Corona atau Covid-19 di Indonesia muncul sejak awal tahun 2020. Sehubungan dengan kondisi tersebut pemerintah mengambil kebijakan untuk program belajar dari rumah (Study from Home) pada semua tingkat pendidikan. Belajar dari rumah yang dianjurkan oleh pemerintah adalah dilakukan secara daring atau pembelajaran online. pembelajaran online merupakan pembelajaran yang menggunakan jaringan internet dengan aksebilitas, konektivitas, fleksibelitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran. Dalam pelaksanaannya membutuhkan dukungan perangkat-perangkat mobile seperti HP, tablet, laptop dan komputer (Moore, Dickson-Deane, & Galyen, 2011).
Agar proses pembelajaran menjadi baik, dibutuhkan berbagai aplikasi untuk mendukungnya. Diantara aplikasi tersebut ada WhatsApp, Zoom, Google Meet, Google Classroom dan lain sebagainya. Masing-masing aplikasi memiliki fungsi yang berbeda. WhatsApp biasanya digunakan sebagai media komunikasi antara siswa dengan guru maupun antar sesama siswa. Aplikasi Zoom dan Google Meet hampir memiliki kesamaan fungsinya yaitu sebagai media untuk melangsungkan pembelajaran secara virtual, namun cara penggunaannya saja yang berbeda. Aplikasi Google Classroom biasanya digunakan oleh guru sebagai tempat untuk pengumpulan tugas agar tetata dengan rapi.
Kelebihan pembelajaran secara daring memiliki kelebihan sebagai berikut:
- Tersedianya fasilitas emoderating dimana pengajar dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara reguler atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu.
- Pengajar dan siswa dapat menggunakan bahan ajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet .
- Siswa dapat belajar (me-review) bahan ajar setiap saat dan dimana saja apabila diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
- Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet.
- Baik pengajar maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak.
- Berubahnya peran siswa dari yang pasif menjadi aktif.
- Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari Perguruan Tinggi atau sekolah konvensional dapat mengaksesnya.
Kekurangan pembelajaran daring juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan, yaitu sebagai berikut:
- Kurangnya interaksi antara pengajar dan siswa atau bahkan antara siswa itu sendiri, bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar mengajar.
- Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong aspek bisnis atau komersial.
- Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan dari pada pendidikan.
- Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini dituntut untuk menguasai teknik pembelajaran dengan menggunakan ICT (Information Communication Technology).
- Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
- Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon, dan komputer) (Suhery, Trimardi Jaya Putra, & Jasmalinda: 2020: 130-131).
Dengan diterapkannya pembelajaran online, tentu hal tersebut sangat mempengaruhi kemampuan kognitif siswa. Kemampuan kognitif merupakan proses yang terjadi di dalam sistem saraf pusat pemikiran manusia. Kemampuan kognitif berkembang secara bertahap sebagai respons terhadap perkembangan fisik dan neurologis sistem saraf pusat. Salah satu teori yang paling berpengaruh untuk menjelaskan perkembangan kognitif adalah teori Piaget. Kognisi adalah proses yang terjadi di dalam sistem saraf pusat ketika orang berpikir. Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap selaras dengan perkembangan tubuh dan saraf di pusat sistem saraf (Abdurrahman, 2012: 131).
Sedangkan menurut Ahmad Susanto mengatakan bahwa kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Kemampuan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide belajar (Ahmad Susanto, 2011: 48).
Perkembangan kognitif adalah suatu proses terus menerus, namun hasilnya tidak merupakan sambungan (kelanjutan) dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya (Husdarta dan Nurlan, 2010: 169). Kognitif lebih terkait dengan kemampuan anak untuk menggunakan otaknya secara menyeluruh. Kemampuan yang termasuk dalam aspek kognitif sangat banyak dan cakupannya pun sangat luas (Aqib, 2011: 30).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa faktor kognitif berperan penting dalam keberhasilan belajar seorang anak, karena sebagian besar kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan masalah memori dan berpikir. Kemampuan kognitif perlu memungkinkan anak untuk menjelajahi dunia di sekitar mereka dengan panca indera mereka, sehingga mereka dapat membentuk hidup mereka dengan pengetahuan yang mereka peroleh.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain:
- Faktor Hereditas/Keturunan
Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir.
- Faktor Lingkungan
John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabula rasa. Taraf intelegensi ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
- Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan dengan usia kronologis.
- Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
- Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya.
- Faktor Kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas memilih masalah sesuai kebutuhan (Ahmad Susanto, 2011: 59-60).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah faktor kematangan dan pengalaman akibat interaksi anak dengan lingkungan. Dari interaksinya dengan lingkungan, anak akan memperoleh pengalaman melalui asimilasi, pengaturan dan kontrol dengan prinsip keseimbangan. Pada anak TK, pengetahuan bersifat subjektif dan menjadi objektif pada masa remaja atau dewasa.
Jadi, interaksi anak dengan lingkungan pembelajaran online sangat mempengaruhi perkembangan dan kemampuan kognitifnya. Ketika lingkungan tidak mendukung untuk pembelajaran, maka perkembangan dan kemampuan kognitif siswa akan menurun. Begitupun sebaliknya, jika lingkungan mendukung untuk proses pembelajaran, maka perkembangan dan kemampuan kognitif siswa akan meningkat. Ketika siswa mendapatkan kendala selama pembelajaran online, seperti dari kondisi HP yang tidak memadai, kuota internet yang tidak memadai, dan kondisi jaringan yang seringkali membuat penjelasan guru tidak bisa diterima dengan baik. Sehingga pelajaran yang akan dipahami siswa tidak bisa dimengerti dan hal ini berdampak ketika siswa akan mengerjakan tugas dan ujian. Oleh karena itu, kemampuan kognitif siswa selama pembelajaran online menjadi menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Aqib, Zainal. 2011. Pedoman Teknis Penyelenggaraan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Bandung: Nuansa Aulia.
Husdarta, & Nurlan. 2010. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.
Moore, J. L., Dickson-Deane, C., & Galyen, K. 2011. E-Learning, Online Learning, And Distance Learning Environments: Are They The Same? Internet And Higher Education. https://doi.org/10.1111/edth.12072
Suhery. Putra, Trimardi Jaya., & Jasmalinda. 2020. Sosialisasi Penggunaan Aplikasi Zoom Meeting Dan Google Classroom Pada Guru Di SDN 17 Mata Air Padang Selatan. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(3), 130-131.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.