Pemahaman tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 tahun 2013 pasal 17 bahwa kampanye pemilu dalam bentuk pemasangan alat peraga ditempat umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf d, kembali menuai pertentangan pendapat di tingkat bawah.
Pasalnya, sebagaimana yang dipahami oleh Ketua Panwaslu Pasaman Barat, Elfi Sukaisih di dampingi Divisi Pengawasan, Emra Patria dan Divisi Hukum, Komsun, dihadapan wartawan saat melakukan jumpa pers di Simpang Ampek, Rabu (25/12) kemarin, terkait maraknya pemasangan alat peraga yang diduga melanggar aturan di wilayah Kabupaten Pasaman Barat, bahwa alat peraga kampanye tidak boleh ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit, pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana prasarana publik, taman dan pepohonan.
“Dari aturan itu sangat jelas bahwa pemasangan alat peraga di pepohonan ditempat umum tidak diperbolehkan,”ujar Elfi.
Ia mengakui, pihaknya sudah menginstruksikan kepada Panitia Pengawas Kecamatan dan Panitia Pengawas Lapangan (PPL) agar melakukan pendekatan persuasif jika ditemukan ,”katanya.
Sementara itu, Anggota DPR RI, Nudirman Munir, memberikan pemahaman berbeda terkait hal tersebut, menurutnya secara aturan perundang-undangan tidak ada larangan bagi calon untuk memasang atribut di pepohonan milik pribadi jika telah diizinkan. Berbeda jika berada di atas tanah negara atau fasilitas umum lainnya.
Hal ini diungkapkannya kepada wartawan saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya tentang pemasangan alat peraga di sejumlah pepohonan yang dilakukannya dan sempat mendapat teguran lisan dari pihak Panwaslu Kabupaten Pasaman Barat, belum lama ini.
Ia menegaskan, secara aturan perundang-undangan tidak ada larangan bagi calon untuk memasang atribut di pepohonan milik pribadi jika telah diizinkan. Berbeda jika berada di atas tanah negara atau fasilitas umum lainnya.
Menurutnya, PKPU Nomor 15 tahun 2013 itu merupakan kesepakatan bersama yang kedudukannya masih berada di bawah UU dan masih banyak kelemahan. Jika hak pribadi dilanggar tentunya sudah melarang hak-hak azasi manusia.
“Misalnya pemilik tanah seorang caleg, masa dia memasang alat peraga di atas tanah dan pohon miliknya masih dilarang. Jadi aturan itu harus melihat aturan atau UU yang lebih tinggi,”kata Nudirman Munir.
Ia menilai, PKPU tersebut masih lemah dan perlu pengkajian lebih jauh agar tidak bertantangan dengan aturan yang lebih tinggi.
“Jika atribut saya diturunkan itu haknya Panwaslu. Namun, perlu dipahami bersama, bahwa saya berpegang pada aturan yang lebih tinggi dan berpendapat tidak ada larangan memasang atribut dilahan pribadi jika pemilik tidak keberatan,”tegasnya.
Dikatakan, kedepan aturan KPU yang dibuat harus lebih sejalan sehingga tidak ada pertentangan ditingkat bawah.
“Peraturan KPU itu kedepannya harus lebih jelas dan harus berpegang pada aturan yang lebih tinggi yakni UU,” katanya.
Terpisah, Ketua Panwaslu Kota Sawahlunto, Ponidi SE, yang dimintai pendapatnya oleh wartawan sebagai pembanding, sehubungan dengan permasalahan diatas mengatakan, bahwa persoalan pemasangan alat peraga tersebut sudah sangat jelas diatur baik oleh undang-undang maupun dari aturan – aturan yang telah diterbitkan oleh KPU maupun Bawaslu RI.
” Pelarangan pemasangan alat peraga tidak hanya masalah tempat dimana ia dipasang, tapi juga mengatur tentang jumlah dan jenis alat peraga yang dipasang,” tegasnya.
Dikatakan, dalam edaran KPU nomor 664 sudah sangat rinci dijelaskan, bahwa pemasangan alat peraga ditempat pribadi hanya diperbolehkan sepanjang diletakkan di halaman atau di gedung milik pribadi. “Dan apabila alat peraga tersebut dipasang pada pohon-pohon yang ditanam sendiri baik oleh calon ataupun warga, sepanjang pohon tersebut berada dalam zona yang dilarang oleh aturan perundang-undangan, tetap tidak dibenarkan,” tegasnya.
Disamping itu, tambahnya, pemuatan materi kampanye juga diatur dengan tegas bahwa baliho atau papan reklame
billboard hanya diperuntukan bagi Partai Politik 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/kelurahan atau namalainnya yang memuat informasi nomor dan tanda gambar Partai Politik dan/atau visi, misi, program, jargon, serta foto pengurus Partai Politik yang bukan Calon Anggota DPR dan DPRD.
Terkait maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh partai politik dan caleg pada pemasangan alat peraga Ponidi mengaku sangat menyayangkan dan menghimbau semua pihak untuk kembali merujuk aturan yang ada.
” Tidak diberlakukannya sanksi pidana terhadap pelanggaran pemasangan alat peraga dalam Pemilu dinilai sebagai pemicu, dengan penerapan sanksi administratif saja, pelanggaran tersebut akan terus berulang dan terus berulang, ditambah dengan ketidaktegasan Pemerintah Daerah setempat untuk turut menertibkan alat peraga yang melanggar tersebut sesuai prosedur dan petunjuk teknis yang sudah diatur dalam undang-undang serta peraturan yang sama,” jelasnya.
Ponidi mengungkapkan, bahwa dari Rapat Koordinasi seluruh Panwaslu kabupaten/kota di Sumatera Barat yang digelar oleh Panwaslu Propinsi, terungkap bahwa dua Kabupaten, yakni, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan, adalah daerah yang pemerintah daerahnya paling dianggap “ogah-ogahan” dalam menertibkan alat peraga yang diduga melanggar.
” Banyaknya pelanggaran pemasangan alat peraga di dua kabupaten tersebut sudah menjadi trend topik dan menjadi pembahasan di tingkat propinsi,” pungkasnya (suluah.com)