- Pemekaran Nagari Dasar Hukum Dan Mekanisme Pemekaran Nagari Menurut Konsep Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari
Pemekaran nagari yang diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat nomor 2 tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari diatur dalam Pasal 25; (1) Pemerintahan Nagari dapat dibentuk, dimekarkan, dihapus, dan atau digabung setelah memperhatikan aspek kepentingan masyarakat dan kondisi daerah dengan mengacu kepada kriteria tertentu, serta tidak merusak kelestarian adat / struktur adat pada kesatuan masyarakat dan wilayah hukum adat tersebut. (2) Tata cara dan kriteria pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan pemerintahan nagari serta pengalihan aset diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. (3) Keberadaan KAN pada Pemerintahan Nagari yang dimekarkan, dihapus dan atau digabung diatur dengan Paraturan Daerah Kabupaten / Kota. Pasal 26 : Fungsi-fungsi pada pasal 25 dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari ( KAN) berdasarkan asas musyawarah dan mufakat menuruik alua jo patuik ( menurut alur dan patut ) sepanjang tidak bertentangan dengan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.82
- Pemekaran Nagari
Pemekaran nagari adalah upaya untuk menambah/memekarkan pemerintahan sebuah nagari (nagari asal) menjadi beberapa pemerintahan nagari.83Adapun mengenai tata cara dan persyaratan pemekaran nagari harus memenuhi persyaratan, diantaranya jumlah penduduk nagari melebihi 25.000 (dua puluh lima ribu) jiwa, adanya wilayah, adanya aset dan kekayaan nagari.
Sehingga dengan adanya pemekaran nagari maka nagari baru harus memenuhi persyaratan jumlah penduduk, wilayah, dan kekayaan nagari. Sebagai tatanan masyarakat adat maka jumlah penduduk nagari berkaitan erat dengan perkembangan jumlah anggota masing-masing suku yang ada di nagari asal, sedangkan wilayah dan kekayaan berkaitan erat dengan ulayat nagari.
- Ulayat Nagari
Di dalam adat Minangkabau dikenal mengenai ulayat nagari yang terdiri atas hutan, tanah, sungai, laut, pulau, dan segala sesuatu yang berada di dalam maupun di atasnya. Dari segi penguasaan, ulayat di Minangkabau terbagi atas:
- Ulayat Kaum
Merupakan ulayat yang dimiliki oleh satu kaum, umumnya ulayat kaum ini telah terbagi kepada masing-masing keluarga (paruik) yang ada pada kaum tersebut sebagai ganggam bauntuak. Sosok yang dituakan dalam pengelolaan ulayat kaum ini adalah mamak kepala waris.
- Ulayat Suku
Merupakan seluruh ulayat kaum dalam suku yang bersangkutan pada suatu nagari. Pada faktanya ulayat suku merupakan satu kesatuan dari ulayat kaum, hal ini dikarenakan umumnya ulayat suku sudah terbagi kepada masing-masing kaum di dalam suku tersebut. Sehingga pada dasarnya penghulu suku (datuak) tidak memiliki kewenangan terhadap ulayat kaum sebab kewenangan tersebut telah dijalankan oleh mamak kaum. Hanya saja pada umumnya seorang penghulu suku selain menjadi mamak di dalam kaumnya juga menguasai ulayat yang khusus dikuasai karena jabatannya selaku datuak.84
- Ulayat Nagari
Jika kita mengacu kepada teori lahirnya suatu nagari yang bermula dari taratak, taratak menjadi dusun, dusun menjadi kampong, dan selanjutnya menjadi nagari, maka pada dasarnya tidak ada ulayat nagari secara terpisah. Karena dengan demikian setiap jengkal tanah di dalam nagari tersebut sudah ada pemiliknya yang pada mulanya diawali dengan kegiatan manaruko hutan oleh masing-masing anggota kaum. Sehingga benar adanya jika sebuah bukit atau hutan menjadi ulayat suatu kaum di nagari tersebut. Hanya saja kemudian ada tanah ulayat kaum yang diserahkan kepada nagari untuk dijadikan tempat kepentingan nagari seperti pasar, tanah lapang, dan lain sebagainya.85
Tetapi pada beberapa nagari juga terdapat ulayat nagari yang secara rill terpisah dari ulayat lain dan bukan pula pemberian ulayat dari suatu kaum atau suku yang ada di nagari tersebut. Bahkan sebaliknya, suku atau kaum tersebut yang mengolah tanah ulayat nagari kemudian menjadi ulayat kaum/suku tersebut. Kemungkinan besar hal ini berawal dari datangnya seseorang ke wilayah nagari tersebut, manaruko lalu mematoknya sebatas wilayah nagari itu kini. Atau orang tersebut diberikan kewenangan oleh raja di daerah tersebut untuk menguasai daerah tertentu, kemudian dia menjadi pucuk pimpinan di nagari tersebut.86
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa ulayat nagari merupakan kekayaan/aset milik nagari baik yang dikuasai oleh pemangku adat/ninik mamak di nagari diperoleh baik berdasarkan penyerahan ulayat suku, penetapan oleh pemimpin yang membuka nagari pada awalnya, maupun penyerahan dari raja.
Secara konsep ketatanegaraan, ulayat nagari ini tidak dapat dikategorikan sebagai barang milik negara/daerah, sebab jika kita merujuk kepada Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo PP Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dijelaskan bahwa yang dimaksud barang milik negara/daerah adalah barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD, atau berasal dari perolehan lainya yang sah.87
Namun demikian, jika kita padukan konsep pengelolaan barang milik negara/daerah ini dengan konsep hak masyarakat adat terhadap ulayat maka dapat kita letakan ulayat nagari sebagai aset nagari yang penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatanya berada pada Kerapatan Adat Nagari, dipergunakan tidak hanya untuk kepentingan Kerapatan Adat Nagari melainkan juga sebagai sumber pendapatan nagari dan salah satu pendanaan bagi pembangunan dan pengembangan nagari.
75 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 7.
76 Lihat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah.
77 Lihat Pasal 1 huruf g Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 tahun 2000 Tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari.
78 AM, Sjahmunur, 2001, Pemerintahan Nagari Dan Desa serta Perkembangannya Di Sumatera Barat (Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Perdata Adat pada Fakultas Hukum Universitas Andalas), Padang.
79 ibid.
80 ibid.
81 Ady Surya, Quo Vadis Nagari, disampaikan pada kegiatan penyuluhan hukum di Nagari Selayo Tanang Bukit Sileh, 16 Oktober 2014.
82 lihat Peraturan Daerah Sumatera Barat nomor 2 tahun 2007 tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari
83 Lihat Penjelasan Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari.
84 Ibid.
85 Ibid.
86 Ibid.
87 lihat Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Bersambung ke : Bag 7: pengelolaan-ulayat-sebagai-kekayaan-nagari-dalam-pemekaran-nagari-di-tapan-pesisir-selatan-bag-7