Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Riau Menuntut (GERRAM) bentrok dengan pihak kepolisian Selasa sore (25/11/14) kemarin. Sebelumnya, Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Riau, Zulfa Hendri bersama rekan-rekannya sempat melakukan siaran langsung di Radio Republik Indonesia (RRI) Pekanbaru setelah dipersilahkan petugas RRI.
Sesaat Zulfa menyampaikan orasi live-nya yang mengajak rakyat Riau untuk menolak rencana kedatangan Presiden Joko Widodo hari Rabu (26/11/14). Petugas kepolisian merebut mic yang dipegangnya dan membubarkan ratusan mahasiswa yang sebelumnya duduk rapi memenuhi lobi RRI menyaksikan Zulfa siaran.
Pada bentrok pertama ini, mahasiswa keluar dari lobi RRI dengan damai dan menuju mushalla yang terletak dibelakang gedung RRI untuk melaksanakan shalat fardhu Ashar. Sementara mahasiswa shalat, ratusan polisi terus berjaga diluar gedung RRI yang terletak persis disamping Kepolisian Sektor (Polsek) Kota Pekanbaru itu.
Tidak lama berselang datang pula bergabung puluhan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Riau. Rombongan HMI yang mengendarai sepeda motor itu langsung memarkirkan kendaran mereka dan bertolak menuju mushalla ingin bergabung bersama rombongan sebelumnya yang telah selesai menunaikan shalat.
Rombongan mahasiswa yang semakin ramai itu tak lama terlihat melakukan diskusi dengan salah satu pimpinan kepolisian yang bertugas pada pengamanan aksi tersebut. Namun ternyata diskusi itu tampak semakin alot dan memanas. Petugas kepolisian yang berjaga di luar tampak langsung menutup pagar keluar RRI.
Bentrok
Diskusi yang semakin memanas antara mahasiswa dan kepolisian akhirnya ricuh. Ratusan polisi yang semula berjaga di halaman depan gedung RRI mengejar membabi buta mahasiswa yang berada di halaman belakang. Tongkat rotan yang dipegang polisi pun memukul mahasiswa sehingga para mahasiswa yang terdiri dari lelaki dan perempuan itu kocar-kacir menyelamatkan diri.
Jeritan mahasiswi tampak histeris melihat banyak rekannya yang dipukul polisi hingga berdarah-darah. Menurut pantauan riaukepri.com bahkan ada yang mulutnya berdarah serta kakinya pincang sehingga terpaksa harus digendong rekannya untuk dapat keluar dari gedung RRI.
Speaker yang semula dipergunakan mahasiswa berorasi di sepanjang jalur demonstrasi yang dilalui mereka, nampak dibuang pihak kepolisian dari mobil pick up merk carry tempat berada speaker tersebut.
Tak puas sampai di sana, salah seorang polisi bahkan memukul kaca bus yang mengangkut mahasiswa sehingga pecah. Bahkan wartawan saat itu juga dilarang mengambil gambar kejadian itu oleh kepolisian.
Salah seorang wartawan RRI, yang ketahuan meliput tragedi itu tampak dikejar polisi sehingga kameranya pun dirampas. Polisi beralasan bahwa mereka hanya melakukan tugas dan ingin mengamankan gedung RRI yang merupakan milik pemerintah.
“Kami ini mengamankan bapak, kenapa bapak liput?” ujarnya kepada wartawan RRI itu.
Akhirnya ratusan mahasiswa membubarkan diri dengan terpisah-pisah tanpa dikoordinasi lagi. Pihak kepolisian pun terus menyisir lokasi gedung RRI berada, mencari apakah masih ada mahasiswa yang tertinggal. Mahasiswa yang kedapatan masih di sana, diusir oleh polisi agar segera pergi dari lokasi.
Bentrok yang terjadi antara mahasiswa dan kepolisian ini dibantah oleh Kapolresta Pekanbaru Kombes Robert Harianto. Dia mengaku terpaksa membubarkan mahasiswa karena aksi yang dilakukan mahasiswa di RRI tersebut tidak disertai izin.
“Mereka tidak ada izin berdemo di RRI. Jadi terpaksa dibubarkan. Tapi tidak ada pemukulan ke mahasiswa,” bantah Kapolresta.
Sementara itu, koordinator aksi mahasiswa, Suyeni mengakui dalam wawancaranya dengan wartawan menyampaikan telah jatuh korban sedikitnya 20 orang dari kalangan mereka. Bahkan dia menyatakan sangat menyayangkan aksi yang dilakukan kepolisian tersebut.
“Sedikitnya ada 20 mahasiswa yang dipukuli polisi pakai kayu sampai berdarah-darah. Padahal aksi kami damai. Tapi mengapa malah polisi bertindak brutal?” ujar koordinator aksi, Andres Fransiska, kepada wartawan.
(rfk/fimadani.com)