25 C
Padang
Sabtu, Juli 27, 2024
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

KERANJINGAN JADI PEJABAT
K

Kategori -
- Advertisement -

“Setiap (pejabat) ketua atau sejenisnya adalah Pemimpin
Tapi setiap Pemimpin belum tentu jadi pejabat,
Karena Pemimpin adalah amanah terberat dari-Nya,
Maka, tidaklah sulit menjadi pejabat ini dan itu
Karena bisa dilatih dan berlatih dimanapun jua

Justru yang sulit itu adalah menjadi Pemimpin yang sebenarnya,
Terutama memimpin diri sendiri”

Suatu kesempatan Tan Gindo di undang sebagai narasumber materi kepemimpinan oleh para junior HMI nya dalam Latihan Kepemimpinan Himpunan Mahasiswa Islam (LK-HMI) Cabang Mempawah – Kalimantan Barat, tempat dia meng-abdikan diri mendampingi program masyarakat terdampak pembangunan Terminal Internasional Kijing yang sedang berlangsung saat itu. Sebuah kesempatan yang sangat berharga dalam hidupnya sehingga pada suatu waktu kebiasaan berfikirnya kembali terjadi “mimpi apa saya bisa hadir ditengah-tengah mega project saat ini” ujar Tan Gindo dalam sebuah renungan. Padahal berkali-kali kesempatan pada saat waktu lainnya ia sudah banyak memiliki kesempatan yang sama untuk project sejenis.

Satu persatu buah dari renungan itu adalah bisa bertemu dengan banyak orang kembali, dapatkan teman baru, orang tua baru, teman baru, pengetahuan dan pengalaman baru serta banyak hal-hal menarik baru lainnya dalam hidup Tan Gindo. Salah satunya adalan dipertemukan dengan para kader HMI; sebuah organisasi yang juga pernah membesarkannya ketika masih kuliah di Universitas Negeri Padang. “Ya Allah, engakau telah perjalankan hidup ini dengan sejuta takdir dan pastinya akan banyak mendapatkan sejuta hikmah dalam hidup ini” ujar Tan Gindo membatin dan bersyukur. Sekaligus melanjutkan berbagai tugas dan tanggung jawab dengan rasa indah dan bahagia mesti sekaligus harus kembali hadapi segala rintangan dan ujian.

Sesuai undangan, siang itu Tan Gindo berangkat menuju lokasi kegiatan, bertemu dengan para juniornya yang sebelumnya belum pernah dijumpai sama sekali, jangankan kenal secara pribadi dan mendalam; namanya saja baru kali itu didengar oleh Tan Gindo. Namun tampa terlihat sebab musababnya, seperti orang yang sudah kenal lama dan tampa sedikitpun rasa curiga mereka sudah terlihat begitu akrab dan dekat. Ketika saat diskusi awal setelah berkenalan identitas mereka sudah cerita sana sini mengenai berbagai aktivitas, bertukar pendapat dan gagasan. Para junior sangat antusias bertanya dan Tan Gindo juga bersemangat untuk bercerita banyak hal; “ajaib, sungguh aneh tapi nyata, inilah kekuatan hati dan pemikiran” ujar Tan Gindo sesaat dalam pertemuan indah itu.

Baca juga “Menantang Matahari” bag. 5; Tan Gindo, apa yang engkau kau cari !?

Setelah sesaat diajak sholat lohor dan makan siang Tan Gindo kemudian dipersilahkan masuk ruang kegiatan. Ternyata kegiatan tersbut adalah agenda tindak lanjut (follow-up) dari pasca kegiatan LK-HMI yang sudah dilaksanakan sebelumnya oleh mereka, sebagai salah satu kegiatan rutin rekrutmen yang biasa dilakukan oleh para kader HMI se-Nusantara. Tidak banyak peserta memang, karena begitulah kegiatan HMI; mau banyak atau sedikit orang tak pernah dipersoalkan karena yang penting adalah melanjutkan pengkaderan dan perjuangan. “sesungguhnya sebuah perobahan dan perbaikan itu tidak pernah dimulai oleh banyak orang, tapi pasti dimulai oleh sedikit orang dan betapa banyak golongan banyak dapat ditundukkan oleh mereka yang sedikit” ujar Tan Gindo mengutip kata-kata bijak yang pernah didengar dan dipelajarinya juga melalui para senior dan guru-gurunya tedahulu.

Dalam pertemuan penuh semangat tersebut Tan Gindo diperkenalkan dengan para peserta oleh seorang moderator yang pasti sudah lebih senior ketimbang para peserta. “Bla..bla..bla” satu persatu profile Tan Gindo di informasikan oleh sang moderator penuh hikmat. Terlihat wajah-wajah para peserta dan mungkin para senior yang kala itu juga banyak mendengarkan dan menyaksikan dari jauh berdecak kagum. Terbayang oleh Tan Gindo dulunya ketika mendengar hal serupa ketika masih jadi peserta seperti mereka, ketika dibacakan profile para senior yang jadi narasumber pernah merasa kagum “luar biasa senior HMI ini, begitu banyak prestasi dan jabatannya, pernah ini dan itu menjadi orang penting dan tokoh sana sini” kenang Tan Gindo.

Inilah yang pada akhirnya memotivasi para kader HMI dimanapun berada, mereka akhirnya ingin menjadi sesuatu seperti para senior-seniornya, bisa banyak prestasi dan jabatan. Tak heran kader-kader HMI dimanapun berada selalu mendapatkan posisi penting dan strategis dimanapun ia berada, sebodoh-bodohnya kader HMI pasti jadi orang berpengaruh di kampong halamannya, menjadi tempat bertanya bagi banyak orang, menjadi rujukan pemikiran dan acuan bagi mereka yang membutuhkan. Baik secara diam-diam diketahui indetitasnya maupun terang-terangan membuka label ke-HMI-annya.

Semua terlihat berjalan alamiah saja karena mereka memang sudah dilatih dan terlatih untuk hal demikian. Begitulah dampak sebuah peng-kaderan, dimana setiap junior dapat berkesempatan di dampingi para senior dari generasi ke generasi. Selepas HMI juga bermetamorfosa dengan berbagai oraganisasi dan komunitas lainnya bahkan tak jarang mereka membuat organisasi atau komunitas sendiri. Terutama untuk bakat kepemimpinan dan perpolitikan kader HMI cukup terkenal peranannya, dapat dikatakan hampir disetiap partai di Indonesia ada kader HMI-nya bahkan tidak malu-malu menjual dirinya “saya adalah kader HMI” ujar mereka dalam setiap pertemuan. Bahkan ketika tidak perkenalkan banyak orang sudah tahu dia adalah kader HMI.

Dalam sesi pertemuan menjadi narasumber Tan Gindo akhirnya memulai pembicaraan setelah kemudian diberikan waktu dan kesempatan oleh sang moderator. Tan Gindo memulai pembicaraan dengan pengalaman kenapa dia bergabung dengan HMI setelah sedikit mukadimah dan perkenalkan diri kembali “jujur, saya masuk HMI karena sebuah sebab khusus, sebagaimana yang teman-teman dengar dalam profile saya; sedari kecil saya sudah aktiv di Pelajar Islam Indonesia (PII), waktu itu dimana ada sekretariat PII kemungkinan selalu ada HMI, tapi bukan HMI Dipo seperti saya aktiv di kampus, namun HMI MPO, jadi hampir semua sejarah HMI sudah hafal dalam benak saya ” ujar Tan Gindo mengakuinya.

“Dulu orang bilang PII adalah organisasi adik-adiknya HMI ketika partai Masyumi masih ada karena memang PII, HMI dan satu lagi GPII/GPI dilahirkan oleh mereka; sebuah partai dimana awalnya seluruh organisasi-organisasi Islam besar di Indonesia sempat bersatu dalam satu barisan seperti NU, Muhammadiyah, Perti dan lain-lainya. Namun akibat kejamnya fitnah zaman setelah terpecah dan terpilah PII, HMI dan GPII/GPI juga terpisah satu-sama lainnya seperti tak ikatan organisasi lagi selain karena satu ikatan ke-iamanan dan ke-Islaman saja” ujar Tan Gindo panjang lebar.

“Begitu dekatnya anak-anak PII dizaman HMI tempo dulunya, sehingga ketika pernah di zaman Presiden Seokarno sekitar tahun 1965 di ancam bubar oleh PKI, anak-anak PII turun kejalan-jalan membela kakak HMI” ungkap Tan Gindo penuh semangat. Melalui DN Aidit sebagai pentolan PKI mengancam pemerintahan dan dengan sangat bernafsu ingin membubarkan HMI “Aidit bilang bubarkan HMI. Jika tidak bisa, pakai sarung saja” ungkap Tan Gindo kembali. Sehingga anak-anak PII bangkit membalas “langkahi mayat kami anak-anak PII juga tuan-tuan ingin bubarkan HMI” ungkap Tan Gindo menggema dalam ruangan.

Semangat itu jualah yang menjadi semangat Tan Gindo membela kader HMI ketika masih kuliah di Universitas Negeri Padang. Ketika itu tahun 1999, riak aksi Reformasi Mei`98 baru saja bergulir dan panas-panasnya. HMI dianggap sebagai salah satu biang kerok kehancuran di era order baru oleh anak-anak kiri atau gerakan sosialis waktu itu, mereka sepertinya kabablasan dalam menilai sesuatu dan karena eforia reformasi; merasa paling bersajasa sebagai pemenang, padahal belum tentu begitu adanya sehingga kalimat “ganyang HMI di kampus-kampus santer kami dengar dikalangan anak-anak PII” ujar Tan Gindo menjelaskan.

“Meskipun demikian secara fakta saya juga tidak berani membantah beberapa hal terkait HMI karena memang atas nama HMI di zaman orde baru telah menjadi anak emasnya pak Harto, sebut saja siapa yang dibelakang partai Golkar yang dianggap partai pemerintah dan tidak pernah kalah selama pak Harto berkuasa, hadirnya KNPI dan berbagai oraganisasi-organisasi asuhan pemerintah lainnya juga dominan di isi oleh kader-kader HMI, tak jarang kami mendeangar anak-anak HMI dituduh juga sebagai perusak bangsa ini”. ujar Tan Gindo miris.

Namun tidak sesederhana itu bagi Tan Gindo dan sebagian kader PII yang sudah sekian lama bergerak lama dibawah tanah seperti adanya juga HMI MPO. Akhirnya Tan Gindo memilih ikut aktiv di HMI Dipo ketika di kampus dalam rangka ingin membela dan menghidupkan kembali HMI di Universitas Negeri Padang. “Bayang-kan saja kader HMI waktu itu banyak yang hilang tak tentu rimbanya bahkan mereka ada yang sudah jadi dosen dan pimpinan kampus-pun merasa malu dan tak berani untuk mengakui dirinya adalah HMI, belakangan setelah situasi normal dan kader HMI mulai kembali berkembang baru kembali ada mengaku-ngaku dirinya HMI, mereka yang punya alasan yang tepat bisa dimaklumi, tapi mereka yang tak jelas alasannya akhirnya dimainkan saja oleh anak-anak HMI ketika ada kegiatan” ujar Tan Gindo.

Untuk sekian kalinya Tan Gindo dalam hidup “menantang matahari”, bersama sekitar 4 orang anggota kader baru dan 4 orang senior yang hebat memulai kembali pengkaderan HMI dan berupaya mengembangkan komisariat yang dulunya pernah berjumlah banyak dan tinggal hanya beberapa orang saja dengan satu komisariat ditingkat kampus. “Salah seorang senior yang hebat sekaligus menjadi teman itu sekarang sudah menjadi anggota senat di Universitas yang sama bernama Prof. Hendri, sosok yang unik juga untuk dapat diceritakan dilain kesempatan” ujar Tan Gindo menutup ulasannya. Kelak diketahui, perjuangan 8 orang tersebut membuahkan hasil yang mengagumkan, semenjak nekat dengan memecahkan diri menjadi 3 komisariat dengan hanya dengan segelintir kader bisa berkembang menjadi 5 komisariat penuh kembali.

“Terkait HMI Dipo dan MPO Saya yakin teman-teman sudah mendapatkan informasi sebelumnya dalam materi pelatihan dasar, jika masih kurang paham silahkan nanti kembali dibaca dan dicari ulang informasinya, cari saja buku tentang HMI dan Azas Tunggal Pancasila karangan Kanda Fachry Ali, byk sudah toko online yang menjualnya” ujar Tan Gindo menutup cerita tersebut. Kemudian Tan Gindo melanjutkan pembicaraan terkait tema yang telah diberikan sang moderator yakni tentang “Kepemimpinan” mulai dari konsep umum, konsep dasar, jenis kemimpinan dan teknik kepemimpinan yang dia ketahui dari berbagai pengalaman yang telah di dapat oleh Tan Gindo.

Menariknya Tan Gindo mengawalinya dengan teknik permainan, dalam ilmu kependidikan disebut dengan “metode game study” atau disebut dengan teknik bermain di dalam belajar. Kemudian memadukannya dengan teknik bertanya jawab dan kemudian berdiskusi serta diakhirnya dengan mengarahkan peserta pada pemahaman yang sebenarnya. Dalam memberikan materi Tan Gindo seakan dikembalikan dengan pengalaman massa lampau semenjak dari sekolah dasar dimana Tan Gindo juga sudah terkenal menjadi seorang pejabat ini dan itu.

Dimulai dari “Sang Ketua” kelas abadi, Ketua OSIS ketika di SMP, Wakil ketua OSIS semassa SMA, menjadi Karani di Pramuka, Menjadi Pengurus Dewan Ekskutif Mahasisawa, Ketua diberbagai Ormas dan spesialnya dari Sekjen WP2SosPol Universitas Negeri Padang pada tahun 2002 – 2004; sebuah posisi fonomenal yang pernah dilalui oleh Tan Gindo karena disaat itu pernah memimpin aksi besar-besaran di Universitas Negeri Padang, hingga sempat di tahan penjara selama 3 bulan kurang satu minggu karena di tuduh dalang demo dan tertuduh anarkis.

Lebih kurang 2000 massa mahasiswa termasuk para dosen dan sebagaian besar anggota senat perguruan tinggi sebagai pucuk kekuasaan tertinggi Univestas bergabung dalam sebuah aksi “Reformasi Arus Bawah UNP” untuk menolak kebijakan seorang Rektor yang dianggap semena-mena dan tidak bermoral dalam mengambil kebijakannya. Aksi tersebut berselang sekitar 5 bulan sekitar bulan Januari hingga Mei 2004 baik sebelum dan sesudah kejadian tragis tersebut.

“Sungguh sebuah peristiwa hidup yang tidak pernah terlupakan dalam hidup ini dan pasti akan sangat berharga dikemudian hari dalam hidup ini” ujar Tan Gindo mendalam, membatin. Apalagi tragisnya peristiwa tersebut disambut oleh perginya seorang ayah tercinta “Kardiman” untuk selamanya sesaat masih dalam tahanan penjara dan ia tidak bisa untuk mesholatkan dan menguburkannya secara langsung karena sebuah ke-naifan seorang sipir penjara waktu itu. Sehingga kisah Tan Gindo semakin tragis lagi dan menjadi sorotan oleh berbagai media ternama di Sumatera Barat bahkan media Nasional ketika itu.

“Bayangkan, disaat itu persiapan pemilu 2004 sedang berlangsung, sementara media-media di Sumatera Barat sibuk memberitakan kejadian tersebut di halaman depan, KPU sebagai panitia pemilihan seperti ketinggalan issue saja” ujar Tan Gindo dalam sebuah pertemuan. Kejadian tragis tersebut ditambah lagi dengan fakta bahwa Tan Gindo sudah dalam massa persiapan pernikahannya dengan calon istri, semua persiapan dapat dikatakan sudah selesai, orang-orang dikampung halaman sudah menyiapkan ini dan itu untuk sebuah acara pernikahannya. Namun akhirnya batal karena Tan Gindo harus tertahan di Penjara karena di tuduh dalang dan perbuatan anarkis.

Sebuah momen yang paling menyentuh bagi Tan Gindo dalam hidupnya dari sang calon istri waktu itu adalah “bersedia menikah di dalam penjara dengan Tan Gindo” sungguh penghargaan terbesar dalam hidup Tan Gindo yang tidak akan pernah terlupakan, perhatian dan kesediaan, bahkan kesetiaan calon istri yang kelak setelah menjadi sang Istri tercinta selalu menjadi acuan dalam berbuat dan bertindak dalam hidupnya untuk mengarungi bahtera kehidupan bersama keluarga tercinta. “Istriku engkau adalah segala-galanya bagiku” ungkap Tan Gindo mengenang dan sempat menjadi sebuah puisi dalam setiap kesulitannya…

………..

Betta, istriku tercinta…
Disaat setiap badai menyinggahiku
Disetiap rasa sulit menyapaku
Disaat batinku tersiksa
Selain Allah,
Yang teringat hanya dirimu…
Yang kuingin selalu hanya dirimu..
Yang kuimpikan hanya kehadiranmu..
Itu karena hanya engkau yang pertama
berani membuat beban itu sirna,
semua soal dalam hidupku terasa ringan
semua masalah dalam hidupku selesai sudah
Namun, ku akui….
Belum bisa berikan yang terbaik untukmu
Sesuatu yang berharga, dan hal yang sempurana
Untuk mu, cintaku dan sayangku..
Sebagai suami dan ayah dari anak-anakmu
Selain hanya sebuah tekad dan semangat membara
Bahwa aku selalau berusaha kuat – sekuat baja
Agar aku tetap kan jadi yang terbaik dalam hidupmu

……..

Dari beragam posisi yang telah diterima Tan Gindo, dari ketua satu ke ketua lainnya, dari jabatan satu ke jabatan lainnya membuat Tan Gindo banyak belajar dan akhirnya bertanya-tanya “Tan Gindo apa yang hendak kau cari dalam hidup ini, apakah jabatan ini dan itu yang sudah sekarung goni..” ujar Tan Gindo ketawa sendiri seperti orang gila. Namun jauh dari pada itu Tan Gindo kembali menelisik perjalanan demi perjalan hidupnya mulai dari belia hingga sudah berkepala 4 saat itu. Sebuah pertanyaan kunci kemudian melayang “apakah itu pemimpin, apakah setiap ketua dan jabatan ini-itu adalah pemimpin, atau setiap pemimpin hanya para pejabat?” uangkap Tan Gindo membatin.

“Lantas bagaimana dengan ketua gangster, ketua penjahat, komandan mafia, pejabat yang korupsi, pejabat yang culas dan bringas yang kebanyakan hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya saja, apa mereka pemimpin”. Dalam berbagai referensi dan pengalaman yang sudah banyak baik secara hakekat, filsafat dan kajian akademik lainnya Tan Gindo akhirnya menarik sebuah kesimpulan terutama sebagaimana yang telah diterimanya sebagai kader selama di PII, HMI dan sempat menjabat sebagai ketua GPI di Sumatera Barat. Begini uraian para senior yang dianggap juga sebagai sorang guru oleh Tan Gindo..

……………………………………

Mulai dari kepala rumah tangga, hingga soerang ketua, pejabat, komandan dan bahkan seorang presiden sekalipun dia adalah pemimpin tapi setiap pemimpin belum tentu sebagai seorang ketua atau pejabat ini-itu lainnya. Pemimpin itu lebih dalam maknanya, bahkan diri kita sendiri adalah seorang pemimpin bagi diri kita sendiri. Makanya setiap diri pasti akan diminta pertanggung jawaban dirinya nanti kehadirat Tuhan kelak di padang mahsyar. Dimana Tuhan akan mengadili semua tingkah laku kita semenjak sudah balig dan berakal.

Engkau diberikan karunia mata, karunia akal fikiran, karunia hati, karunia fisik yang sempurna semenjak engkau dilahirkan hingga dewasa oleh Allah Tuhan semesta alam. Selama hidup semua itu sudah engkau gunakan untuk apa dan bagaimana. Sebagaimana sebuah hadis shahih mengatakan “Dari Ibnu Umar RA dari Nabi SAW sesunggguhnya bersabda: sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya…(HR. Muslim).

Maka dari itu sedikit dan sebesar apapun yang telah kita lakukan akan diminta pertanggung jawabannya, kelak pasti akan diberikan ganjaran kebaikan dan keburukan oleh Alllah SWT. Sungguh beruntung orang yang banyak kebaikannya ketimbang keburukannya dan sungguh merugi mereka yang lebih banyak keburukannya. “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az Zalzalah: 7-8).

Begitulah bentuk keadilan dari sang Maha Pencipta dalam berbagai firman-Nya dan begitulah jualah akhirnya hakekat pemimpin dan kepemimpinan kemudian dalam berbagai praktik-praktinya diberbagai aktivitas sendi kehidupan. Sementara posisi ketua dan jabatan-jabatan lainnya di dunia ini hanya bentuk lain dari semua kepemimpinan. Dia menjadi kajian teori dan praktik dalam berbagai metode atau cara kepemimpinan. Setidaknya ada tiga model kepemimpinan dalam hidup ini menurut Psikolog Terkenal yang bernama Kurt Lewin yakni otoriter, demokrasi dan Laissez-faire

Otoriter lebih beroritentasi pada kebijakan tunggal atau mengacu pada sikap individual seseorang pemimpin tampa mempertimbangkan orang lain sama sekali, sikap “ego” sentris lebih mendominasi diri seseorang dia diperlukan disaat mengambil sikap secara pribadi dan kuwalitasnya pasti sangat ditentukan oleh sejauhmana pengalamana dan wawasan serta kondisi dan situasi seseorang belaka. Kalau model pimpinan Demokrasi adalah sikap kepemimpinan yang berusaha meng-akomodir pendapat dari orang sekitar, teman sejawat, kolega dan orang yang dimpimpinnya sendiri. Sementara Laissez-faire lebih pada menerima dan melaksanakan pendapat dan kebijakan orang lain ketimbang pendapat diri sendiri jadi lebih menekan sifat “ego” yang telah menjadi bagian dari sifat individu seseorang.

Manakah yang terbaik dari ketiga type tersebut?, menurut berbagai pengalaman dan pengetahuan sejarah ternyata tiga kepimpinan tersebut harus ada dalam setiap diri seseorang, dia bisa dipahami dan dipelajari menjadi sebuah keterampilan khusus. Karena dalam kenyataan hidup, ada saatnya seseorang harus bersikap kuat dan tegas terhadap kebijakan hidupnya, ada saatnya harus bisa berdemokrasi dan ada saatnya seseorang harus menerima pendapat orang lain. Dia harus menjadi satu paket khusus dalam diri seseorang apalagi mereka yang dapat amanah menjabat ketua ini dan itu. Maka dari itu jangan di pisah-pisahkan dalam diri sendiri, semua bisa dipelajari dan latih secara khusus dalam setiap kesempatan yang ada.

Jadi, janganlah kita heran dalam hidup ini, jika ada seseorang dalam hidupnya berdinamika dan banyak hal-hal yang kadang tidak berkenan dalam diri kita. Tiga jenis sifat diatas sudah menjadi potensi masing-masing individu yang mempengaruhinya; baik genetik, latar belakang, pengetahuan dan pengalaman yang juga bervariasi. Ada diantara kita perlikunya sangat ketalungan individualis, ada diantara kita mudah bergaul dengan siapa saja ada lagi diantara kita yang sifatnya lebih sering menghindar apalagi sampai meng-asingkan dirinya sendiri dari banyak orang. Tiga type ini juga bisa menjadi landasan teori dalam sebuah pemikiran dan perilaku bahkan menjadi teori ekonomi oleh pemerintah dan pengambil kebijakan apapun dalam menjalankan agenda-agenda mereka.

Misalanya dalam teori ekonomi khususnya dari sudut materi, ideology kapitalistik sebenarnya lebih mementingkan diri sendiri atau berorientasi pada kepemilikan modal seseorang atau sekolompok orang, ideology sosialisme lebih pada menghargai modal semua orang tampa pandang bulu, dan ideology universalitas bisa mengadopsi berbagai teori ideology dimana dalam beberapa hal mengakui milik seseorang dan menghargai milik banyak orang atau mungkin tidak peduli dengan teori-teori diatas sama sekali serta cendrung lari konsep keduniaan sehingga mencari jalan “sufi”, jalan sunyi dan hanya mengharapkan segera sebuah kematian dalam dirinya sendiri ketimbang memikirkan materi-materi dunia ini apapun jua.

Dari sekian banyak dinamika dan persoalan diatas ternyata yang paling berat bukanlah hal-hal yang diatas, namun berbalik pada kepemimpinan diri sendiri, dimana nafsu keangkara murkaan dalam diri sendirilah yang paling berbahaya dalam dalam hidup ini. Maka melawan “diri sendiri (nafsu) adalah yang paling berat dalam hidup ini” ujar berbagai pakar karifan kehidupan. Karena mustahil kita dapat merobah orang lain kalau bukan dari diri kita sendiri, sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS ar-Ra’d [13]: 11)

Wajar akhirnya Allah SWT melalui Rasul-Nya mewajibkan semua kita untuk berpuasa sebagai obatnya, bahkan menurut berbagai informasi kewajiban berpuasa juga sudah ada bagi orang-orang terdahulu sebelum Islam. Maka, jangan heran dalam tradisi Budha, Hindu, Konghucu, Kritsten dan Yahudi sekalipun tradisi berpuasa juga mereka miliki. Sebagaimana pesan juga pesan Muhammad SAW-Rasul Allah “Diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda puasa merupakan perisai. Ketika seorang muslim berpuasa, ia tidak boleh mengeluarkan perkataan kasar atau meninggikan suara ketika marah. Jika ada seseorang yang menghinanya, sebaiknya ia berkata, “aku sedang berpuasa” (H.R. Muslim). Begitulah akhirnya diperlukan kempimpinan diri sendiri untuk dapat dilatih dan dijaga oleh setiap manusia.

…………….

Tan Gindo, akhirnya terkesima dengan penjelasan sang senior yang sangat menukik dalam sanubarinya dan kemudian menjadi pegangan hidup Tan Gindo selamanya dimanapun ia akan berada bahwa “setiap diri adalah pemimpin dan pemimpin akan diminta pertangung jawabannya”. Akhirnya Tan Gindo sering berguman “marilah kita syukuri berkah kepemimpinan yang diberikan Allah ini, kita hayati secara mendalam dan sewajarnya serta dengan tenang jua kita hadapi, mempelajarinya dari waktu ke waktu, sebagai mana sesuai dengan pepatah minang.

“Rumah indak batungganai, kappa nan indak banangkodoh. Tagak indak tasundak, malenggang indak tapampeh. Bamato baliak batimba, tajam tak rago dek baasah, putiah nan indak dek bakilia, bapantang malapeh kaasahan, Hitamnyo manahan tapo, putiahnyo manahan sasah. Kahilia jalan ka Sumani, sasimpang jalan ka Singkarak, saukua mangko manjadi, sasuai mangko takanak. Kaduo kato mufakat, sakato urang kasadonyo, elok sapaham sahakikat, santoso kito salamonyo. Olak olai rang basiang, sorak sorai rang karimbo. Rarak kalikih dek minalu, tumbuah sarumpun jo kayu kalek. Kok habih raso jo malu bak kayu lungga pangabek. Olok-olok mambao sansai, garah-garah jadi binaso. Mairikkan galah jo kaki, manjulaikan aka bakeh bagayuik, malabiahkan lantai bakeh bapinjak.

(Masyarakat, keluarga atau seseorang yang tidak mempunyai pemimpin, sama halnya seumpama kapal tanpa nakhoda. Bak pisau bermata dua pemimpin sifat adil dan benar, tidak bisa dipengaruhi, kalau tidak atas jalan yang benar, berpendirian dan penuh keyakinan, Seseorang pemimpin yang punya wewenang penuh dan wibawa, Sesuatu hendaklah dengan musyawarah untuk mufakat. Satu pendapat dan satu tujuan. Satu pendapat dan satu gerak, satu tujuan akan melahirkan kesentosaan dan kebahagiaan dalam masyarakat. Suatu kebiasaan diwaktu beramai-ramai bekerja, timbul kelakar dan bergembira, untuk kegairahan dalam bekerja. Namun harus ada malu, karena kalau rasa malu telah hilang dari manusia, maka manusia itu sulit untuk diarahkan kepada kebaikan, dan sulit untuk menyusun masyarakat. Perbuatan dan tingkah laku yang tidak pada tempatnya, akan membawa akibat yang merugikan. Jika seseorang yang ingin menjadikan orang lain tersalah, maka harus dengan jalan anjuran dan petunjuk yang ada.)

Bersambung ke bag. 7

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img