Partai Golkar (PG) merupakan salah satu partai tertua di Indonesia. Namun, partai berlambang pohon beringin itu kini diterpa kisruh internal. Kubu Wakil Ketua Umum DPP PG Agung Laksono berencana menggelar musyawarah nasional (munas) tandingan pada Januari 2015. Padahal, DPP PG memutuskan melaksanakan munas pada 30 November – 4 Desember 2014, di Bali.
Menurut pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Muradi, tidak tertutup kemungkinan bakal terdapat dualisme kepengurusan di PG.
“Dampak yang akan menghantui salah satu partai tertua tersebut pasca munas Bali ialah akan adanya kepengurusan ganda. Hal ini tentu merusak konsolidasi internal Golkar,” kata Muradi kepada SP di Jakarta, Sabtu (29/11).
Dia menambahkan, PG juga bakal terseret oleh kepentingan ekonomi Aburizal Bakrie (ARB) selaku ketua umum (ketum). “ARB akan buat political bargaining untuk memastikan bisnisnya tetap bisa dikelola. Salah satunya misalnya, pembayaran hutang jatuh temponya bisa kemudian diundur sebagai bagian dari kompensasi politik yang dibangun Golkar oleh ARB,” imbuhnya.
Pada bagian lain, dia menyatakan bahwa masa depan PG akan menjadi suram jika ARB kembali memimpin PG. Dia menuturkan, banyak hambatan-hambatan yang timbul jika ARB memaksakan diri maju sebagai calon ketum.
“Golkar semestinya harus lebih kreatif dalam menjaring pemilih jika tak ingin gagal pada pemilu 2019. Ini hanya bisa dilakukan oleh kader-kader muda dengan daya jangkau pemilihnya lebih luas karena Golkar sulit berharap pada pemilih tradisional. Ancaman serius Golkar jika dipimpin ARB adalah terjun bebasnya suara dan kursi di parlemen karena pengelolaan dan wanprestasi ARB selama ini,” ucapnya.
Dia berpendapat, opsi terbaik yang harus dilakukan ARB ialah melakukan islah dengan kubu Agung. “Solusi terbaik adalah melakukan islah atau perdamaian untuk masa depan Golkar. Jika islah tidak terjadi, maka hampir bisa dipastikan Golkar akan mengalami fase kegelapan. Terjebak dalam konflik internal yang melelahkan,” pungkasnya.
Penulis: C-6/FMB
Sumber: Suara Pembaruan