Padang,BeritaSumbar.com,- Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi didunia (megabiodiversi). Secara biogeografis yang terletak diantara dua samudra dan dua benua menyebabkan Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, diduga lebih tinggi dibandingkan Brazil jika keanekaragaman hayati indonesia baik di daratan maupun di lautan telah teridentifikasi.
Hingga saat ini, keanekaragaman jenis telah tercatat ada 1.500 jenis alga, 80.000 jenis tumbuhan berspora dan jamur, 595 jenis lumut kerak, 2.197 jenis paku-pakuan serta 30.000–40.000 jenis flora tumbuhan berbiji (15,5% dari total jumlah flora di dunia). Sementara itu, terdapat 8.157 jenis fauna vertebrata (mamalia, burung, herpetofauna, dan ikan) dan 1.900 jenis kupu-kupu (10% dari jenis dunia). Selain itu, keunikan geologi Indonesia menyebabkan tingginya endemisitas flora, fauna, dan mikroba.
Salah satu fauna endemik yang terdapat di Indonesia yaitu Bunga Bangkai. Bunga bangkai termasuk dalam family Araceae (talas-talasan) dari genus Amorphophallus sp. Dikutip dari Plant List, terdapat sekitar 303 spesies Amorphophallus dan 197 spesies telah diberi nama. Di Indonesiaterdapat 25 spesies Amorphophalus dan 18 spesies diantaranya endemik tersebar 8 jenis di Sumatera, 6 jenis di Jawa, 3 jenis di Kalimantan, dan 1 jenis di Sulawesi.
Bunga bangkai spesies Amorphophallus titanum merupakan tumbuhan endemik yang hanya ditemukan di Indonesia. Spesies ini ditemukan pertama kali oleh Ilmuwan asal Italia bernama Odoardo Becchari pada tahun 1878 di kawasan hutan Lembah Anai Provinsi Sumatera Barat. Redlist IUCN (International Union for Conservation of Nature) tahun 2020 melaporkan populasi bunga bangkai mengalami penurunan dan diduga hanya tersisa sekitar 71 – 999.303 pohon dengan daerah penyebarannya di Pulau Sumatera. Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, dilaporkan bunga bangkai termasuk ke dalam flora yang dilindungi karena rentan terhadap kepunahan
Spesies Amorphophallus titanum memiliki ukuran bunga paling besar dengan ukuran spadiks bisa mencapai 3 meter. Penurunan populasi di alam disebabkan oleh berbagai faktor yaitu : rendahnya peluang pembentukan buah karena stigma dan antera tidak matang secara bersamaan sehingga menyebabkan kesempatan untuk melakukan penyerbukan sangat kecil, Umbi dimakan oleh hewan seperti babi dan landak, serta pengambilan umbi secara masif oleh masyarakat untuk dijual.
Prof. Zulfadly Syarif yang juga merupakan Guru Besar dibidang Tanaman Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Andalas mengatakan bahwa banyak Masyarakat salah mengira Bunga Bangkai (Amorphophalus titanum) sebagai Suwek (Amorphophallus paeoniifolius) dan Porang (Amorphophallus oncophyllus) sehingga banyak yang memburu umbinya untuk diperjualbelikan sebagai bahan makanan. Tingginya permintaan ekspor suwek dan porang menyebabkan perburuan umbi bunga bangkai di alam juga meningkat. Hal ini menyebabkan populasi bunga bangkai terus menurun.
“Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, oleh karena itu perlu upaya untuk melestarikan keberadaan bunga bangkai melalui program konservasi, agar tidak mengalami kepunahan dan gererasi mendatang tetap dapat melihat secara langsung keindahan bunga bangkai saat mekar”, ungkap beliau.
Program konservasi keanekaragaman hayati dapat dilakukan baik secara in situ dihabitat aslinya atau secara ex situ diluar habitat aslinya. Dr. Yusniwati yang merupakan Dosen Fakultas pertanian Unand mengatakan bahwa konservasi secara ex situ dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti membuat kebun koleksi, kebun raya, arboretum, pembibitan di green house maupun penyimpanan di laboratorium menggunakan teknik Kultur Jaringan.
Saat ini Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas telah berhasil melakukan pembibitan dalam upaya konservasi dua spesies bunga bangkai yaitu Amorphophallus titanum dan Amorphophallus gigas. Pembibitan berasal dari perkecambahan benih, setek rachis, setek petiole dan regenerasi melalui teknik kultur jaringan/kultur invitro
Tim peneliti telah melakukan penelitian tentang metode untuk membibitkan bunga bangkai yang berasal dari benih. Media tanam yang dapat digunakan seperti, arang sekam, akar pakis, kadaka dan lumut/sphagnum moss. Diantara media tersebut yang memberikan respon terbaik adalah media lumut/sphagnum moss. Untuk menghindari busuk umbi pada pembibitan maka dihindari penggunaan tanah.
Pembibitan menggunakan benih terkendala dengan kontiniunitas ketersediaan benih dari alam. Sulitnya mendapatkan benih bunga bangkai harus diakali dengan mencari sumber bahan tanam lain seperti rachis, petiole bahkan daun. Selama sekitar 2 tahun tim peneliti melakukan penelitian perbanyakan bibit bunga bangkai menggunakan organ vegetatif. Zat pengatur tumbuh Auksin dari golongan Indole dan Sitokinin dari golongan Benzyl perlu ditambahkanuntuk menginduksi akar dan tunas. Pada metode setek biasanya umbi akan terbentuk setelah berumur 1 bulan setelah tanam. Pembibitan menggunakan metode kultur jaringan berbasis bioteknologi juga menunjukan hasil yang memuaskan. Penggunaan petiole dan daun sebagai bahan tanam (eksplan) mampu menghasilkan tunas yang cukup banyak. Keberhasilan pembibitan ini sangat menggembirakan sehingga kedepan diharapkan program konservasi dapat berjalan berkelanjutan mulai dari pembibitan hingga pemindahan ke habitat.
Penulis berharap kegiatan pembibitan ini selain dapat menjadi program konservasi keanekaragam hayati juga akan menjadi penunjang ekowisata daerah di Sumatera Barat saat bibit yang diperoleh telah dipindahkan untuk ditanam ke suatu kawasan konservasi. Target jangka panjang penelitian ini, semoga kawasan wisata di Sumatera Barat Seperti Payo di Kota Solok, Mandeh di Pesisir Selatan, Harau di 50 Kota dapat menjadi kawasan konservasi untuk ditanami bunga bangkai yang telah dihasilkan. Oleh karena itu kerjasama dengan dinas-dinas terkait untuk membuat kawasan ekowisata berbasis konservasi penting untuk dilakukan.
Bukan hal yang mustahil jika program konservasi ini berhasil maka akan menjadikan bunga bangkai sebagai Flora Identitas Sumatera Barat, mengingat spesies ini pertama kali ditemukan di Sumatera Barat. Jika Bengkulu terkenal dengan Rafflesia arnoldii nya, kenapa Sumatera Barat tidak “membranding” Bunga bangkai sebagai Flora Identitasnya?
Oleh : Ryan Budi Setiawan SP, M.Si (Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas)
Hp/WA : 082171993486