Oleh: Aprizaldi Riwanto
Mahasiswa Biologi FMIPA UNAND
Padang,Beritasumbar.com,– Kabar gembira terdengar cepat sampai ke telinga masyarakat Kota Padang dan sekitarnya karena mendapatkan kepastian rencana pembangunan flyover atau jembatan layang dikawasan sitinjau lauik, Kota Padang, Sumatera Barat. Jalan dikawasan sitinjau lauik ini memang dikenal dengan jalur yang ekstrim di Indonesia karena memiliki tanjakan yang menantang, tikungan yang tajam dan merupakan satu-satunya jalan penghubung nasional di Sumatera. Pembangunan flyover tersebut diharapkan mampu menjawab kekhawatiran pengendara atau masyarakat dalam mengurangi persoalan kemacetan dan keamanan selama berkendara dijalan sitinjau lauik.
Proses pembangunan flyover masih belum dimulai lantaran sebelumnya terhambat masalah biaya yang sangat besar. Selain itu kondisi geografis sitinjau lauik merupakan kawasan hutan lindung dengan ketinggian sekitar 300-1100 mdpl dengan luas ± 150 ha sehingga perlu dilakukan perancangan desain flyover yang sesuai dengan kondisi alam sekitar. Disisi lain, perizinan membangun flyover dikawasan hutan lindung perlu menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah seperti perizinan pembangunan dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) serta masyarakat sekitar dalam menangani perubahan ekosistem bagi kelangsungan hidup suatu spesies hewan atau tumbuhan disana.
Umumnya kacamata masyarakat melihat jalan sitinjau lauik merupakan sebuah destinasi wisata tersendiri saat melintasi jalur dengan tanjakan yang ekstrim dan tikungan yang seperti lintasan balap. Pasalnya, dengan menanjak dijalan sitinjau lauik ini dari ketinggian kita bisa melihat indahnya Kota Padang dan alam sekitar yang masih asri. Sementara itu, kita juga bisa melihat secara langsung salah satu satwa endemik di Indonesia yang dianggap aman dan bersahabat dengan manusia.
Mega proyek infrastruktur, seperti pembangunan flyover sering kali dianggap sebagai solusi untuk masalah kemacetan lalu lintas dsb. Namun, dibalik kemudahan akses yang dijanjikan, terdapat ancaman ekologis yang sering kali terabaikan dan tutup mata. Pembangunan flyover sitinjau lauik pasti melakukan penggusuran lahan yang mungkin merupakan habitat alami bagi berbagai spesies flora dan fauna. Sementara itu, kehadiran flyover disitinjau lauik dapat berpotensi merusak ekosistem setempat dan memaksa hewan serta tumbuhan untuk bermigrasi atau bahkan menghadapi kepunahannya sendiri. Maka penting memperhatikan dan mempersiapkan dengan bijak pembangunan dikawasan hutan lindung demi keberlangsungan semua makhluk hidup, bukan hanya manusia.
Kemungkinan perubahan lingkungan yang disebabkan oleh flyover sitinjau lauik dapat mengancam keanekaragaman hayati. Spesies-spesies tertentu mungkin tidak dapat bertahan hidup di lingkungan yang telah mengalami transformasi signifikan. Beberapa spesies yang seringkali terlihat dan secara langsung berinteraksi dengan pengendara maupun masyarakat dijalan sitinjau lauik adalah beruk (Macaca nemestrina) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Tanpa kita sadari hewan tersebut telah masuk kedalam salah satu hewan terancam punah di Indonesia dan saat ini jumlahnya terus menurun. Penurunan populasi secara tidak langsung terjadi akibat ulah manusia itu sendiri seperti kecelakaan hewan dijalan, kebergantungan pemberian makan dari manusia dan perubahan habitat lingkungan akibat pembangunan.
Hal lainnya, konstruksi dan operasional flyover menghasilkan polusi udara dan air yang tidak dapat diabaikan. Debu konstruksi dan emisi gas kendaraan dapat mencemari udara sekitar, sedangkan saluran air dapat terkontaminasi oleh limbah dan bahan kimia berbahaya. Tingginya angka kendaraan yang melintasi jalur sitinjau lauik dan diperparah dengan adanya flyover akan berpotensi besar menambah jumlah polusi dan emisi gas yang terdapat dalam kawasan hutan lindung sitinjau lauik. Problematika yang harus menjadi tren dan fokus bersama selain megahnya pembangunan infrastruktur disuatu kawasan adalah suara dan hak makhluk hidup lainnya yang hidup berdampingan dengan kita sebagai manusia.
Perlu disadari bahwa dampak polusi dan emisi gas kendaraan yang dihasilkan setiap harinya sangat berpengaruh bagi hidup kita. Karena hal tersebut memberikan efek domino dalam jangka panjang, yang mana jika kita biarkan tentu akan menjadi senjata makan tuan untuk kita. Misalnya timbul kabut asap dalam jumlah banyak akan berpengaruh pada kualitas udara disekitar atau sampai ke daerah perkotaan menyebabkan kesehatan saluran pernapasan terganggu dan potensi terbentuknya penyakit didalam tubuh kita. Hewan dan tumbuhan akan ikut sakit dan mungkin tidak bisa bertahan lebih lama lagi hingga menyebabkan berkurang atau hilangnya keanekaragaman hayati disekitar flyover tersebut.
Berbagai ancaman memberikan tantangan konservasi untuk kita dalam menghadapi situasi sulit dan memberikan solusi konkrit dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Tantangan disini adalah mencari cara untuk meminimalkan dampak terhadap keanekaragaman hayati dan memberikan solusi penggantian habitat yang efektif, misalnya aksi reboisasi atau upaya suksesi dari lahan yang rusak dan hilang. Mengambil langkah tepat dalam mengelola dan merencanakan kembali koridor ekologis untuk menghubungkan bagian-bagian terfragmentasi dari habitat yang dirusak juga dinilai dapat menangani ancaman dari lingkungan yang terfragmentasi akibat pembangunan flyover. Masyarakat setempat yang tidak terlibat secara aktif dalam upaya konservasi dapat menjadi hambatan. Tantangan ini dapat diantisipasi dengan pendekatan berbasis masyarakat dan edukasi untuk menciptakan kesadaran dan keterlibatan masyarakat.
Kita perlu menyadari bahwa manusia tidak hidup dalam kesendirian yang hanya menginginkan kebaikan untuk dirinya saja, tetapi kita harus mendengar teriakan tak bersuara dari lingkungan alam sekitar kita. Mengamati dampak lingkungan dari mega proyek flyover di Sitinjau Lauik adalah langkah penting untuk memastikan pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan keberlanjutan alam. Pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait harus bekerja sama untuk meminimalkan dampak negatif dan mencari solusi alternatif yang ramah lingkungan. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur dapat berlangsung tanpa mengorbankan kelestarian alam dan kehidupan lingkungan.