Oleh : Yulfian Azrial
Alam punya makna yang tiada bertara bagi orang Minangkabau. Ia adalah segala-galanya. Bukan hanya sebagai tempat lahir dan wafat, serta tempat hidup dan berkembang. Namun alam bagi orang Minangkabau bahkan punya makna filosofis, seperti yang terungkap dalam motto Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah ; syarak mangato, adaik mamakai, alam takambang jadi guru (adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah ; syarak menyatakan, adat memakaikan, alam terkembang jadi guru).
Maksudnya, bahwa pemikiran orang Minangkabau, selain bersumber dari ajaran syarak (syariat Islam), juga bersumber dari gejala alam atau fenomena yang terjadi di alam semesta. Dengan kata lain, pemikir-pemikir Minangkabau sejak dahulu hingga kini, banyak belajar dari hikmah kejadian-kejadian yang berlangsung di alam sekitarnya. Karena bagi orang Minangkabau segala sesuatu yang terjadi di alam merupakan sunnatullah, atau ayat-ayat Allah yang bersifat mutashabihat (tidak tertulis) atau ayat-ayat qauniyah dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah (jalan tidak resmi) melalui ilham kepada makhluk-Nya di alam semesta ini.
Yang dimaksud dengan ayat-ayat dari alam semesta ini atau ayat-ayat qauniyah ini adalah, segala hikmah yang yang dapat dipetik dari makhluk hidup maupun yang mati, tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril. Jadi, karena tidak melalui perantaraan malaikat Jibril, semua itu akan dipahami sebagai petunjuk yang diberikan oleh Allah SWT selaku Sang Mahapencipta kepada umat manusia yang dikehendakiNya. Maka sebagai hudalinnas (petunjuk bagi manusia) dari Allah SWT, prilaku alam dapat dijadikan sebagai pedoman dasar dalam menentukan sikap dalam kehidupan dan berkehidupan sebagai khalifah di muka bumi ini.
……….
#CuplikanBuku Yulfian Azrial : Khazanah BUDAYA ALAM MINANGKABAU, halaman 351-353.