BeritaSumbar.com,-Poppy Dharsono anggota Dewan Perwakilan Daerah Jawa Tengah: Saya pernah menjadi Bakal Calon Kepala Daerah tetapi dimintai uang sekian Miliar! “Bagaimana tidak akan Korupsi bila Balon Kepala Daerah dimintai uang; Saya pernah ditawari menjadi Calon Kepala Daerah di Jawa Tengah dengan syarat menyetorkan dana sekian Miliar sebagai dana usungan dari Partai Pengusung; Saya tidak tahu persinya namun dari berita yang berkembang nilai ratusan miliar, antara Rp. 200 hingga 250 miliar”demikian ungkap Poppy (MEDIA INDONESIA 12 Juli 2012).
Apa yang dikatakan Mbak Poppy bukan hal yang aneh apalagi disesali! Partai Politik itu “ibaratnya mobil rental alias sewaan sehingga memang ada ongkosnya”. Memang besar dan mahal sebab “mobilnya bukan mobil kosongan, penumpangnya sudah tersedia, tinggal Mbak Poppy mau mengajak mereka ke mana, terserah Mbak sendiri. Jangankan ke Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) ke Pemilu Presiden (Pilpres) pun oke-oke saja, asal cocok ongkosnya! Tetapi hati-hati bila menyewa Parpol sebagai Kendaraan Politik, jangan sembarangan.
LAIN DARIPADA YANG LAIN
Lain daripada yang lain, “sebab pendapatan Partai tidak ada yang berbanding lurus dengan pendapatan seseorang yang diusungnya dalam Pemilu! Sayangnya banyak orang yang tidak tahu atau tidak paham akan trik dagang macam begini-an! Dengan diusung oleh Partai besar mereka mengira akan mendapatkan suara yang besar pula”. Padahal seperti pepatah “jauh pinggan dari api”. Yuli di Ponorogo sana jadi Gila karena ternyata tidak terpilih sebagai Bupati padahal diusung Demokrat yang di percayanya sebagai partai besar.
Partai sekalipun berhak mengusung “sesungguhnya bukan Partai dalam arti kata keseluruhan. Yang merasa punya hak justru bukan Kader-kader Partai yang bersangkutan secara keseluruhan namun Pimpinan dan Pimpinannya bukan Pimpinan macam Pengurus ditingkatkan Dewan Pimpinan Wilayah atau Cabang kebanyakan malah (harus) Dewan Pimpinan Pusat”. Jadi yang menggotong Usungan sebenarnya hanyalah Pimpinan-pimpinan Partai. Kader sama sekali tidak diberi peran untuk menggotongnya!
Lain daripada yang lain karena sengaja memang diperlainkan makna yang sebenarnya. Logikanya kalau memang diusung Partai seharusnya yang menggotongnya adalah Kader-kader Partai yang bersangkutan bukan satu atau beberapa orang Pimpinan saja. “Akibatnya, banyak Calon Kepala Daerah sekalipun diusung Partai besar perolehan suaranya justru kecil jauh dibawah jumlah Kader Partai yang mengusungnya”.
PRINSIP KEHATI-HATIAN
Hati-hati dan waspadalah, tidak semua Kendaraan Umum lulus Uji Keur, yang lulus Keur saja masih diragukan kehandalan rem-nya. Demikian pula dengan Partai. Jangan sembarangan menyewanya! Perhatikan misalnya: “1. Kehidupan kesehariannya dalam Organisasinya, normal atau tidak; 2). Terawat atau tidak infrastrukturnya”. Prinsip kehati-hatian wajib diperlakukan, jangan menjadi sesal kemudian yang justru tidak berguna.
Banyak Partai mencantumkan Kata Demokrasi, didepan dibelakang atau ditengah namun sesungguhnya ini hanya penamaan atau penampilan saja. Kesehariannya justru Oligarki (Pemerintahan oleh beberapa orang). Logikanya kalau memang Partai Demokrasi ya … kehidupan harus “dari Anggota, oleh Anggota dan untuk anggota”. Jangan dari Pimpinan, oleh Pimpinan dan untuk pimpinan saja. Dulu Partai Golongan Karya (Golkar) pernah mengadakan Konvensi (semacam Pemilihan Pendahuluan seperti di Amerika Serikat) hanya saja sangat terbatas sekali. Pesertanya bukan Kader-kader Golkar namun Organisasi-organisasi yang ada dibawahnya. Sebuah permulaan yang bagus namun sekarang ditinggalkan alias tidak banyak lagi Partai yang melakoni atau memperbaharuinya. Yang terdapat sekarang justru melupakannya atau menguburnya hidup-hidup. Seolah-olah tidak pernah ada!
Infrastruktur Partai kebanyakan tidak terawat dengan baik. Kantor Pimpinan lebih banyak sebagai Rumah Kosong ketimbang menjadi Rumah Aspirasi, terutama Kantor DPW atau DPC-nya. Didalam Organisasi Kepartaiannya lebih sering terjadi konflik yang terkadang membikin kubu-kubu atau fraksi-fraksi yang saling menentang satu sama lainnya. Keur-nya pasti enggak bener! Jangan menyewa kendaraan yang seperti ini pasti sangat merugikan.
HADIR DI LAPANGAN BELUM TENTU DIKOTAK SUARA
Charles Frances salah seorang Motivator Bisnis Paman Sam pernah berkata bahwa “Kita bisa menghadirkan seseorang secara fisik bahkan membeli waktunya semampu Kita tetapi tidak dengan hati dan pikirannya”. Fisiknya mungkin gembira, bersorak-sorai sambil mengelu-elukan diri Kita tetapi bagaimana dengan Hati dan Pikirannya! Yang jelas belum tentu masuk ke Kotak Suara! “Hadir di lapangan belum tentu hadir di Kotak Suara”. Yang hadir didalam lapangan atau kampanye belum Kader semua. Kebanyakan justru hanya Penggembira belaka!
Bagi siapa saja yang ingin menyewa Parpol jangan hanya mengharapkan fisik Kader-kadernya. Pastikan Hati dan Pikirannya adakah dalam kehidupan Organisasi Kepartaiannya. Kalau tidak hadir atau dianggap tidak diperlukan oleh Pimpinan Partai, lebih baik jangan menyewa sebab bakalan bikin kecewa. Kalau seperti itu berarti Partai Politik tersebut tidak ubahnya seperti sebuah Organisasi Massa belaka.
Kehadiran didalam Organisasi Kepartaiannya harus berbanding lurus dengan jumlah Kartu Tanda Anggota. Jangan mau membayar uang sewa Kendaraan Politik sebuah Parpol dengan bukti secarik kertas yang ditandatangani Dewan Pimpinan Wilayah atau Dewan Pimpinan Cabang saja. Kader-kadernya harus ikut tanda tangan, sebagai bukti bahwa mereka akan mengusung juga.
Dengan dukungan dari Kader-kader setidaknya Kita yang menyewa punya gambaran awal berapa yang akan didapat kelak, plus tambahan dari keluarga-keluarga si Kader-kader itu. Syukur-syukur bisa hadir di Kotak Suara Kita. Ingat, “vox Populi, vox Dei (Suara Rakyat, Suara Tuhan), “Suara Parpol seharusnya Suara Kader-kadernya”.
Partai yang besar “bukan Partai yang :
1). Besar Kepala-nya alias banyak ulah tetapi banyak kerjanya untuk negeri ini;
2). Massa-nya sampai memenuhi Stadion atau Lapangan Bola namun tidak ada perwakilan di Parlemen alias tidak pernah dapat Suara.
Partai yang besar adalah Partai yang dibesarkan oleh diri mereka sendiri bahkan partai yang kecil pun dikecilkan oleh diri mereka sendiri, oleh Kader-kader dan Pimpinan-pimpinannya”.
Penulis: Teguh Arianto