28 C
Padang
Sabtu, Desember 14, 2024
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

SEBERKAS CAHAYA DI BUMI MEMPAWAH
S

Kategori -
- Advertisement -

“Segelap apapun dunia ini, pasti ada cahaya
Tergantung bagaimana kita menerimanya
Karena kita manusia dibekali akal fikiran
Orang bijak kata; jika tak ada kayu rotanpun jadi
Maka, setelah memegang setetes ilmu & kebenaran
Gunakanlah sebaik mungkin untuk mencapai tujuan”

Pada suatu malam, sekitar bakda Isya Tan Gindo sengaja mengundang ngopian mitra pendamping di Desa Suingai Duri II Sungai Kunyit, Mempawah – Kalimantan Barat. Kegiatan ini sejak semula sudah seperti menjadi tradisi bagi Tan Gindo jika ada hal yang personal perlu dibicarakan, terumata jika ada hal yang bersifat pribadi dan spesifik terkait mengenai hal yang dianggap agak prinsipil, minimal yang bersifat motivasi terhadap mitranya. Bisa terkait langsung dengan agenda pendampingan di desa atau tidak sama sekali, apapun persoalan biasanya dapat dianggap sudah dipahami dan selesai serta tidak dibicarakan lagi di tempat lain.

Sohib mitra itu beranama Robby, berperawakan sedang, berkulit sawo matang, bermata sedang, berwajah tampan dan bertipikal santai. Ketika dilihat photo massa remajanya berambut lebat dan sedikit gaul namun seiring usia dan tanggung jawab rambutnya seperti menipis seperti seorang professor sehingga kemana-mana akhirnya sering memakai topi kesukaanya biar tak begitu terlihat orang “terkesan tidak pede-an” ujar Tan Gindo sambil sesekali kelakar. Namun tidak demikian adanya Robby, orangnya cukup optimis dan mudah bergaul serta cukup berpengalaman.

Ketika dulu pertama kami melamar dalam program ini dan sempat diwawancari, bagi Tan Gindo melihat pengalaman dan sifat gaulnya itu sudah kelihatan, apalagi sempat berjalan sana-sini bersamanya keliling Mempawah. Kemanapun pergi sepertinya tak ada yang tidak kenal Robby, apalagi dulu menurut infonya dia adalah salah satu “anak motor” ketika remaja hingga memutuskan berhenti sejak ada tabrakan berat yang menimpanya dan membuat motonya hancur. Pantas sudah Robby sudah banyak dikenal orang di Sungai Kunyit hingga pada akhirnya berkuliah ke Pontianak disebuah Perguruan Tinggi Kelautan di kota Pontianak dan lagi bertambah banyak pergaulannya.

Dalam profile-nya Robby sempat bekerja dibeberapa perusahaan hingga resain disebuah Bank. Padahal dikala itu sempat hampir naik daun dan ditawarkan jadi kepala cabang ke pulau Jawa dan Papua. Namun dia menolaknya “tak mungkin saya keluar dari Pontianak dan Kalbar, karena lebih sayang keluarga dan anak-anaknya” ujarnya Robby menegaskan. Terlihat beliau adalah type seorang sangat setia dan sayang pada keluarga serta kampungnya dan lebih pilih tidak mau jauh-jauh dari mereka. Sehingga memutuskan untuk membuat bisnis batu bata dirumah orang tuanya dan sudah terbilang lumayan sukses dijalani.

Baca juga “Menantang Matahari” bag. 6 Keranjingan Jadi Pejabat

“Kagum juga melihat Robby menjadi pengusaha mandiri dan banyak pergaulan, apalagi melihat caranya berkomunisi dengan bapaknya” ungkap Tan Gindo membatin. Mereka tidak terlihat seperti bapak dan anak tapi seperti orang yang berteman saja. Tan Gindo dulu sempat merasakan hal yang sama meski itu dirasakan ketika sudah mulai kuliah dan beranjak dewasa, sayang sang Ayah begitu cepat meninggalkan Tan Gindo untuk selamanya sehingga tidak sempat menikamati massa-massa dewasa bersama sang Ayah. “Sesekali akhirnya sang Ayah datang dan berkunjung lewat mimpi jika sudah merindukan beliau dan mendo`akannya di alam kubur sana, hixs” ujar Tan Gindo bersedih.

Ketika kecil tidak demikian adanya, sang Ayah sedikit ketat dan seperti orang yang jaga jarak dan wibawa sehingga kalau sang Ayah sudah bicara Tan Gindo nyaris seperti atasan dan bawahan. Sedari dulu mungkin begitu adanya tradisi orang Minang diantara ayah dan anak, apalagi antara mamak dan ponakan “kalau mereka sudah berdeham saja, ehemmm… atau melototkan matanya, sang anak atau sebagai ponakan pasti sudah mulai tunduk dan diam ketakuatan, sambil memikirkan sesuatu ada apa gerangan; penuh sangsi dan segan” ujar Tan Gindo berkesan.

Terkait usaha batu bata yang dijalankan Robby, meski menganggap sudah aman; Robyy megakui masih banyak hal-hal yang harus dibenahi dan diperbaikinya dalam manajemen usaha. Terbukti masih banyak curhat dia mengenai persoalan-persoalan yang harus dihadapinya. Disaat wawancara dulu Tan Gindo pernah bertanya “bro, kenapa mau ambil program pendampingan ini, bagaimana dengan usahamu kedepan” ujar Tan Gindo. Dengan sangat simple Robby menjawab “usaha saya sudah bisa sedikit bisa saya tinggalkan dan ingin mencari pengalaman dan wawasan baru kedepannya” ujar Robby lugas.

Kemudian inilah yang menjadi pegangan Tan Gindo hingga akhirnya bisa melihat seberkas cahaya untuk sukses program kedepan. Besar sekali harapan Tan Gindo kepada sohib dan mitra utamanya dilapangan, berharap Robby akan menjadi pilar utama paling depan sebagai agen perubahan khususnya bagi gengerasi Sungai Kunyit di massa akan datang. “Harapan adalah pintu semangat untuk para pejuang, bak mengharapkan kematian syahid di medan perang, karena itulah manusia bisa bertahan hidup apapun rintangan dan hambatan yang akan dilalui” ungkap seorang motivator. Karena itulah akhirnya Tan Gindo kemudian menerima Robby sebagai mitra kerjanya dalam mendampi desa Sungai Duri II.

Namun Tan Gindo sadar, kalimat sederhana dan simple yang telah diucapkan Robby tidaklah sesederhana itu dalam realitasnya, pasti persoalan demi persoalan akan muncul. Mulai dari kesiapan pribadi secara mental, pengetahuan dasar, dan bagaimana menghadapi masyarakat Sungai Duri II yang juga majemuk, tentu tidaklah akan mudah. Benturan atar sesama pasti akan terjadi apalagi benturan dengan masyarakat lain disekitar desa dan Sungai Kunyit pada umumnya, baik secara emosial, pemikiran bahkan bisa saja secara fisik. “Semua akan teruji dalam proses dan perjalanannya untuk sampai pada tujuan atau justru Robby akan gugur di medan juang dan harus dimakamkan menjadi seorang pahlwan; tampa tanda jasa pendampingan atau bisa sukses sebagai pemenang, semua tergantung pada orangnya” ujar Tan Gindo menelisik.

Dapat dikatakan dalam pelaksanaan dilapangan Tan Gindo memberikan porsi sedikit istimewa kepada Robby ketimbang pendamping desa yang lain dan ia cukup menyadarinya. Baik dari segi strategi pengaturan kerja dan tanggung jawab serta support khusus dari Tan Gindo tidak berjalan sebagaimana kontrak yang ia tanda tangani sendiri dengan pihak RBK CFCiD Consulting. Bahkan lebih dari pada itu Tan Gindo menganggp Robby sebagai seorang sahabat tempat berbagi fikiran dan perasaan negative sedikitpun, dilapangan juga Tan Gindo tidak mengangap Robby anak buah tapi mitra kerja bahkan diminta jadi pimpinan. “Bro di RBK mungkin saya atasanmu tapi di desa kamu adalah atasanku, jika kamu suruh diam saya akan diam tapi jika kamu suruh bergerak saya akan bergerak” ujar Tan Gindo sesekali ketawa berkelakar.

Barangkali sudah menjadi pengalaman Tan Gindo bahwa apa yang sudah direncanakan dalam setiap kali program belum tentu dapat berjalan mudah sebagaimana mestinya, bahkan tak jarang ternyata lebih besar muatan kerjanya yang akan terjadi dilapangan. Sebagaimana adanya di desa  Sungai Duri II yang sedang di dampingi, bisa dikatakan 2 x lipat dari rencana program harus bisa dilaksanakan tampa mengurangi arti sebuah amanah. Apalagi bagi Tan Gindo “kerja bukan hanya sekedar gaji-uang, tapi apa yang dikerjakan harus dapat bermakna dan lebih bermanfaat, agar dapat keberkahan” ungkap Tan Gindo dalam pertemuan ngopian tersebut dengan mitranya Robby.

Ini jugalah barangkali sebagian besar para tokoh-tokoh penting di Sungai Duri II, terutama Kepala Desa yang juga dapat memberikan kepercayaan kepada Tan Gindo, apalagi program yang sedang dijalankan memang atas lembaga independen, bukan langsung dibawah unit perusahaan besar sebesar PT. Pelindo II yang sedang menjalankan proses pembangunan disekitar Sungai Kunyit-Mempawah. Sehingga program-program yang dijalankan Tan Gindo dapat dukungan kuat dari pihak dan desa, para tokoh dan pengurus forum desa yang telah dibentuk dalam kerangka program CFCiD Counsulting.

Beruntung lagi Tan Gindo mendapatkan dukungan kuat dari salah seorang tokoh berpengaruh di Sungai Duri II yang kemudian seperti menjadi bapak sendiri, apalagi tinggal dekat bersama beliau tak jauh dari rumah intinya di Kelapa 4 Sungai Duri II. Namanya Bapak Syarif, sebagian besar tokoh-tokoh Sungai Kunyit pasti tahu siapa beliau, namun masyarakat biasa mungkin masih ada yang belum mengetahuinya. Bahkan sebagian tentang identitas beliau memang sengaja tidak dikedepankan sebagai sebab ada hal yang mulia dan kerendahan diri beliau ditengah-tengah masyarakat.

Bertemu pak Syarief juga seperti bertemu guru baru dalam kehidupan, teringat ketika di awal berjumpa dengan beliau di saat bertamu kerumahnya, beliau seperti orang yang sudah lama bersua dalam hidup Tan Gindo dan penuh ke-ajaiban. Bahkan keanehan tersebut belum bisa sepenuhnya dipahami dan dimengerti betul oleh Tan Gindo, sesaat sehabis perkenalan nama dan berbicara panjang lebar sebelum diminta masuk keruang tamu, dengan santainya beliau berucap “apa yang hendak kau cari, jawabannya ada disini” ujar beliau polos tampa beban, melayang seperti ucapakan guru tarikah. Sontak Tan Gindo kaget, ada apa gerangan kenapa beliau berucap demikian.

Setelah masuk keurang tamu, barulah Tan Gindo sedikit tersadar beliau bukanlah orang sembarangan dan bukan tidak punya alasan untuk berucap demikian. Disebuah sudut dinding utama ruang tamu beliau, berjejer foto para Habaib yang pernah Tan Gindo lihat semenjak dari Lamongan Jawa Timur lalu ketika masih merantau 2014 silam. Ketika itu Tan Gindo baru saja mengenal dan bersentuhan dengan para Habaib di Nusantara, bahkan setelah mendapatkan informasi dari para Habib yang ada Tan Gindo pernah berdoa membatin “ya Allah, dimanapun aku berada dan kemanapun aku pergi, pertemukanlah aku dengan jiran-jiran Nabi Muhammad SAW, Rasul-Mu pembawa rahmat bagi seluruh alam, Allahumma Sholli ala Muhammad”.

Semenjak itu Tan Gindo selalu seperti berpindah dari satu Habaib ke Habaib lainnya sehingga seperti selalu mendapatkan cahaya; petunjuk atau jalan dari Allah untuk dipertemukan kembali dengan orang-orang berdarah mulia dan masih mengalir dalam tubuh sesorang bersama doa-doa Rasulullah. “Aku tinggalkan dua perkara yang sangat berharga pada kalian, yang pertama adalah kitab Allah, yang kedua adalah Ahlul Baitku (riwayat Imam Muslim)”. Keanehan tersebut kembali menguat ketika ditanya lagi oleh Tan Gindo kenapa beliau berucap demikian dan beliaupun mengatakan “entahlah, mulut sayapun meluncur tak sengaja, seperti ada dorongan yang menyuruh saya untuk mengucapkannya tampa berfikir” ungkap beliau seperti orang keheranan juga.

Kalau melihat fisik beliau Tan Gindo langsung ingat Ayahnya “Kardiman”; berbadan pendek kekar, gagah dan bersahaja namun mudah akrab dengan siapapun, bedanya Ayah Kardiman agak pendiam dan tidak banyak berbicara baik dilingkungan keluarga dan dimasyarakat. Barangkali karena Pak Syarief disamping sebagai salah seorang Wakil Ketua Badan Permusayaratan di desa Sungai Duri II beliau juga seorang pegawai negeri sipil di dinas pendidikan Kabupaten Bengkayang, sehingga sudah terbiasa mengahadapi orang banyak.

Kalau diluar forum beliau terlihat biasa-biasa saja, namun kalau sudah dalam forum resmi jangan coba-coba dengan beliau, bahasa dan kata-kata beliau mengalir seperti singa dipadang pasir, hal tersebut sudah sering Tan Gindo perhatihan dan hampir semua orang di desa mengetahuinya. Kalau sudah benar adanya dia akan bela habis-habisan untuk mendukung, kalau salah juga tak tanggung-tanggung dilibasnya, sehingga banyak yang tak berani berhadapan dengan beliau “face to face” apalagi di depan forum manapun.

Bahkan kalau beliau mau sesuatu mungkin segala urusan di tingkat pemerintahan bisa bak “pencet tombol enter saja, jika diperlukan” ujarnya Tan Gindo mengutip dengan nada meninggi. Itu karena beliau memang telah banyak membantu meringankan masalah para aparatur pemerintahan dan membantu menyelamatkan warga ketika mengalami berbagai kesulitan ditingkat desa dan pemerintahan di Mempawah, apalagi banyak sohib-sohib seperjuangan beliau serta jaringan lainnya di Kabupaten tersebut. Salah satu prestasi beliau, semasa musim pemilu lalu pernah berhasil menyelamatkan dapil pemilihan umum di Kecamatan Sungai Kunyit sebagai ketua PPK dengan aman dan lancar tampa masalah yang berarti serta bikin puas banyak pihak.

Pada akhirnya pendampingan yang dilakukan Tan Gindo bersama tim lainnya diketahui juga oleh masyarakat umum bahwa program pendampingan yang sedang dijalankan merupakan salah satu support yang berasal dari PT. Pelindo II yang sedang berusaha keras meneruskan pembangunannya yang terbengkalai, terkendala oleh berbagai sebab sosial-politik serta jadi pergunjingan kritis warga. Dimana ketika sesaat sebelum dan sesudah masuk pendampingan pembangunan pelabuhan internasional Kijing ini masih jadi pembicaraan paling panas, aksi demonstrasi dan tuntutan warga masih sering terjadi khususnya berasal dari persatuan masyarakat nelayan. Mereka masih menuntut ganti rugi atas lahan laut yang sudah tidak aman dan nyaman lagi digunakan, padahal segala urusan tersebut sudah dianggap selesai oleh perusahaan dan pemerintahan setempat.

“Syukur, kehadiran saya tidak dikait-kaitkan secara langsung dengan situasi kusut yang masih terjadi ditengah-tengah masyarakat” ujar Tan Gindo dalam sebuah diskusi khusus. Semua agenda dilapangan dapat diselesaikan dengan baik dan cepat oleh Tan Gindo bahkan bisa buka kulit dan langsung kelihatan isi. Meskipun demikian masih ada beberapa orang tokoh yang masih dirasa menyimpan kecurigaan; sampai-sampai ada yang berkata “program ini hanya pengobat luka dan sekedar permen dikala pahit lidah” ujar tokoh tersebut di ruang publik. Namun, tokoh tersebut masih memberikan pandangan positif  bahwa memang “yang paling penting adalah kesadaran masyarakat, apakah butuh perbaikan dan kesiapan dalam menghadapi perkembangan hari ini” ujarnya meng-arifi.

Bagi Tan Gindo, persoalan proses pembangunan yang sedang dihadapi masyarakat terkait perusahaan, pemeritahan dan siapapun yang punya kepentingan atas project besar yang di depan mata; tidaklah terlalu sulit dan berat karena sudah begitu porsi dan kenyataannya dan harus di hadapi. Yang terberat adalah bagaimana membangun kesadaran setiap orang mulai dari mitra pendamping, para dampingan, para tokoh, aparatur pemerintahan hingga masyarakat luasnya lainnya untuk dapat melihat dan memotret dampak atau sebab-akibat yang akan terjadi dimasa depan dan bagaimana menyiapkan diri untuk mengantisipasinya jika semua hal terjadi.

Tan Gindo sudah membayangkan bagaimana perusahaan serupa telah berjalan lama di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Sunda Kelapa yang ternama itu; jadi apa dan bagaimana masyarakatnya, bagaimana aktivitas perusahaan dan pemerintahan setempat dalam mengelola semua kegiatan bisnis di wilayah mereka. Berbagai kemungkinan pasti akan terjadi disuatu hari nanti, kebetulan Tan Gindo sendiri memang sudah merasakan dua tempat pelabuhan tersebut ketika sempat merantau ke Surabaya 2014 lalu dan terakhir sempat tinggal di Kampung Bandan Jakarta Utara 2019 dimana keduanya merupakan wilayah inti dari garapan perusahaan PT. Pelindo tersebut.

“Ya Allah, apakah mereka benar-benar sudah tahu apa yang sedang mereka hadapi hari ini dan di massa akan datang, atau kalaupun sudah tahu apakah mereka sudah mengerti dan siap untuk menghadapinya” ujar Tan Gindo suatu waktu merenung. Terutama para pemuda dan generasi yang hari ini yang akan jadi pelanjut perjuangan massa depan di negeri Mempawah – negeri bertuah “dimanakah pemuda-pemudi Mempawah ini, kemanakah mereka dan apa yang telah mereka persiapkan” ujar Tan Gindo bimbang.

Ternyata pada bulan pertama menjadi pendamping desa dan semenjak ikut terjun melakukan penelitian sosial hal ini telah menjadi pemikiran dan kerisauan Tan Gindo sehingga sempat melahirkan sebuah puisi dan wall facebook-nya; kebetulan dari pusat gegara saat itu sedang terjadi polemik politik yang mengatas namakan dirinya “Kita adalah Indonesia dan Kami selamatkan Indonesia”

…………………

JEJAK MEMPAWAH

Dibawah terik mentari
Beratapkan langit
Berteman burung-burung laut
Dihamparan bumi Mempawah
Kala itu…
Hawa panas mulai berdatangan
Jejak langkah pertemuan dan perpisahan
Seiring dengan naik-turunnya degupan jantung
Begitu sesak oleh nafas-nafas pencari karunia
Kelak, pasti tersisa rasa takjub dan keheranan
Diantara mereka; sebuah metropolis akan hadir
Ditengah kusutnya perkampungan.
Siapa tanggap akan dapat
Siapa cermat akan siap
Siapa lengah akan disikat
Sipa lupa akan kehilangan
Barangkali jejak itu bisa terhapus dari negeri ini
Namun, asa dan rasa akan terasa nyeri dalam penyesalan
Bumi Mempawah juga bagian dari Kami & Kita
Yang sedang dirundung kegalauan dalam ruang kebangsaan;
Rebut berebut tahta dan kehormatan, sementara…
Tak lama lagi semua akan begeser dengan senyap
Bahkan lenyap…
Semua pasti kan terjadi jika tak pernah dimengerti
Kehilangan pundi-pundi sejati di negeri ini
Maka, bukalah matamu wahai anak bangsa
& bersiaplah…

………….

Kuasa dan dilema masyarakat, perusahaan dan pemerintahan di Kabupaten Mempawah adalah matahari baru yang akan dihadapi Tan Gindo dalam pengabdiannya sebagai seorang yang di anggap ahli pemberdayaan, profesi yang sedang digelutinya. Sekali lagi Tan Gindo dalam hidupnya merasa akan “menantang matahari” baru disamping matahari-matahari lain yang selama ini telah dihadapinya. Salah dalam menghadapinya akan hangus terbakar, pandai menghadapinya akan selamat dan bermanfaat.

Melalui berbagai pengalaman massa lalu yang lebih kurang telah 15 tahun dijalaninya bagi Tan Gindo tentu menjadi hal yang semakin menarik dan menantang hidupnya. Biasanya hanya perlu menghadapi satu matahari, sekarang akan menghadapi beragam matahari dalam satu tempat, waktu dan kesempatan. Tampa ragu akhirnya Tan Gindo meyakinkan diri “insya Allah pasti saya bisa menghadapinya, jangankan dicaci, dihina, dicecar, dikerjain atau selevel dari itu oleh berbagai orang dan kepentingan, di ancam dibunuhpun ; saya sudah pernah melaluinya” ujar Tan Gindo dengan tatapan yakin dan membangkitkan diri.

“Hidup adalah perjuangan dan hari ini perjuangan saya adalah di bumi Mempawah, jika ini adalah sebuah pertempuran maka saya adalah pasukan sekaligus bisa jadi panglimanya, hidup mulia atau mati syahid” ujar Tan Gindo penuh ghairah sambil mengenang sejarah massa lalunya penuh optimis. “Seandainya ini adalah sebuah kegelapan saya masih punya sebuah lilin yang telah dibawa semenjak massa lampau, sementara seberkas cahaya dibumi Mempawah masih terlihat-menyebar luas untuk dimanfaatkan” ujar Tan Gindo puitis.

Begitulah Tan Gindo memadukan inspirasi dan motivasi hidupnya dalam pengabdian di Mempawah dimalam ngopian bersama mitranya Robby sembari bercerita tentang massa lalu satu persatu agar dapat saling memahami kelemahan dan kelibahan antara sesama tim kerja. “Saya masih seperti dulu, Tan Gindo belum merasa berubah untuk sebuah prinsip dan perjuangan yang telah dilalui semenjak kecil, remaja, hingga dibangku perkuliahan menjadi tokoh dianggap fonomenal bahkan dibilang sinting oleh sebagian sahabat dan sanak saudara kampong sana” ujar Tan Gindo tersenyum simpul.

Sembari banyak menyimpan rasa dan harapan sambil berdoa pada Allah yang kuasa “ya Allah inilah jalan hidup yang telah engkau amanahkan padaku, maka berikanlah aku kekuatan, taufik dan ridha-Mu agar semua jadi keberkahan serta ampunan-Mu jika aku berlebihan” ujar Tan Gindo penuh khidmat. Sambil mengutip sebuah pituah nenek moyang dari ranah Minang;

“Karano indak mambao galah, mananti takadia kasamonyo, mudarat mufaat tak dikana, alamaik binaso kasudahannyo. Kalau ketek dibari namo, urang gadang dibari gala, nak tapek adaik jo limbago, faham adaik nak nyato bana. Mancaliak tuah ka nan manang, maliek contoh ka nan sudah, manuladan ka nan baik. Sakalam kalam hari sabuah bintang bacahayo juo. tabujua lalu tabalintang patah, adat lamo pusako usang bak baro api dipagang juo”

(Senantiasalah kita dalam hidup bergaul memikirkan mudarat dan mamfaat, agar sentosa hidup bersama. Kalau tidak dipikirkan alamat hidup akan sengsara. Kalau dapat mendalami ajaran adat-budaya kita akan mendapatkan mutiara yang berharga didalamnya yang berguna untuk hidup bergaul dalam masyarakat. Selalulah kita melihat hasil yang baik dan dapat pula kita laksanakan hal yang positif. Tidak seluruh orang keluar dari garis kebenaran, sekurang-kurangnya satu orang ada yang menegakkannya, ketika kebenaran sudah terima menjadi pegangan apapun resikonya harus dipegang dengan teguh pendirian)

Bersambung ke Bag. 8

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img