25 C
Padang
Senin, September 9, 2024
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

Potensi Biopestisida dalam Mengendalikan Serangga Hama
P

Kategori -
- Advertisement -

Oleh: Dr. Silvia Permata Sari, SP., MP.
DosenFakultas Pertanian, Universitas Andalas

Selain penyakit, kendala utama dalam budidaya tanaman adalah serangan hama seperti penggerek batang, penggorok daun, dan kumbang pemakan daun. Hal ini disebabkan, serangan hama dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman budidaya, bahkan dapat menyebabkan kerusakan hingga 100% (gagal panen). Namun di alam, terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama, contohnya cendawan, bakteri, virus, dan nematoda. Mikroorganisme tersebut memiliki efektivitas yang sama dengan pestisida kimia. Namun, memiliki kelebihan lain seperti lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu berbahaya.

Dalam pertanian organik, istilah biopestisida atau pestisida hayati sangat sering kita dengar. Biopestisida adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari mikroorganisme yang dapat mengendalikan hama seperti golongan cendawan, virus, bakteri, dan nematoda. Berbeda dengan pestisida kimia yang mengandung zat racun sehingga berbahaya bagi manusia dan lingkungan, biopestisida (pestisida yang berbahan aktif mikroorganisme) tersebut lebih bersifat ramah lingkungan dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.

Biopestisida yang saat ini banyak digunakan adalah jenis bioinsektisida (biopestisida untuk pengendali serangga hama), jenis biofungisida (biopestisida untuk pengendali cendawan penyebab penyakit), dan biobakterisida (biopestisida untuk pengendali bakteri penyebab penyakit). Biopestisida jenis bionematisida dan bioherbasida telah banyak diteliti para ilmuwan, namun masih belum banyak digunakan petani untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Bioinsektisida merupakan jenis biopestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama, seperti serangga dan tungau. Bahan aktif dari bioinsektisida itu adalah mikroorganisme yang dapat menginfeksi hama sehingga populasi hama menurun dan hama tidak lagi menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya. Jenis mikroorganisme yang digunakan sebagai bioinsektisida mempunyai sifat yang spesifik, yaitu hanya menyerang (menginfeksi) serangga yang menjadi sasaran, dan tidak menyerang (menginfeksi) serangga lainnya. Mikroorganisme tersebut di antaranya cendawan Metarhizium anisopliae, cendawan Beauveria bassiana, cendawan Lecanicillium lecani, bakteri Bacillus thuringiensis, nematoda entomopatogen (NEP) Steinernema sp. dan Heterorhabditis sp., serta virus Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV).

  1. Bioinsektisida Berbahan Aktif Cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae

            Cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae dikenal sebagai cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang menyebabkan penyakit pada serangga hama. Oleh karena itu, cendawan entomopatogen digunakan sebagai pengendali serangga hama dengan cara menginfeksi serangga hama terlebih dahulu, kemudian proses selanjutnya menyebabkan kematian serangga hama. Beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa formulasi biopestisida berbahan aktif Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae dapat mengendalikan hama pada tanaman pangan, hortikultura, dan biofarmaka. Contoh hama yang dapat dikendalikan dengan biopestisida berbahan aktif Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae adalah ulat, kutudaun, kumbang, kepik, lalat, walang sangit, kutu putih, kepinding tanah, wereng hijau, wereng coklat, dan penggerek batang.

  • Bioinsektisida Berbahan Aktif Bacillus thuringiensis

            Bakteri Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang dapat mengendalikan hama tanaman pangan dan hortikultura, seperti penggerek batang, ulat, kutudaun, dan kumbang. Beberapa ordo serangga yang dapat dikendalikan oleh bakteri Bacillus thuringiensis yaitu ordo Lepidoptera, Hemiptera, Diptera, dan Coleoptera. Kelebihan dari bakteri Bacillus thuringiensis adalah tidak menimbulkan residu beracun pada pertanaman dan aman bagi lingkungan.

            Perbanyakan bakteri Bacillus thuringiensis belum dapat dilakukan secara sederhana di tingkat laboratorium, karena media buatan pertumbuhan bakteri ini masih tergolong mahal untuk petani. Namun, bakteri Bacillus thuringiensis telah banyak diproduksi secara komersil dengan berbagai merek dagang dan diformulasikan, contohnya: Bactospeine ULV, Thuricide HP, Turex WP, Costar OF, Bacilin WP, Bactospeine, dan Dipel WP sehingga petani dapat membeli biopestisida siap pakai tersebut di toko-toko penjual bahan dan alat pertanian terdekat.

            Aplikasi formulasi bakteri ini mudah dilakukan yaitu cukup dengan menyemprotkan formulasi bakteri sesuai dengan konsentrasi yang disarankan pada kemasan. Penyemprotan pada tanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari karena bakteri tersebut sangat rentan terhadap sinar matahari langsung. Umumnya, bioinsektisida berbahan aktif bakteri Bacillus thuringiensis bersifat racun perut yang menyerang saluran pencernaan serangga yang terinfeksi. Dalam saluran pencernaan, toksin bakteri akan mengalami penguraian (hidrolisis). Fraksi-fraksi toksin tersebut akan dibebaskan dari kristal dan meracuni sel-sel epitel saluran makanan dari serangga. Pada awal infeksi bakteri, serangga akan menunjukkan penurunan aktivitas makan dan cenderung mencari perlindungan di tempat tersembunyi (di bawah daun). Sementara larva serangga akan mengalami diare, mengeluarkan cairan dari mulutnya, dan mengalami kelumpuhan pada saluran makanan.

  • Bioinsektisida Berbahan Aktif Nematoda Entomopatogen (NEP)

Dua jenis nematoda yang dapat mengendalikan serangga hama (bioinsektisida) adalah nematoda Steinernema sp. dan Heterorhabditis sp. atau dikenal dengan istilah “nematoda entomopatogen” (NEP). Berdasarkan hasil penelitian, NEP dapat mengendalikan hama kutudaun, ulat, kumbang, penggerek batang pada tanaman hortikultura. Adapun mekanisme patogenisitas dari nematoda entomopatogen tersebut yaitu bersimbiosis dengan bakteri patogen Xenorhabdus untuk nematoda Steinernema sp. dan bakteri patogen Photorhabdus untuk nematoda Heterorhabditis sp.

Keunggulan nematoda Steinernema sp. dan Heterorhabditis sp. dalam mengendalikan hama adalah kemampuannya mencari inang dengan sensor yang terdapat pada tubuhnya. Sensor ini menjadikan nematoda mempunyai kisaran inang yang luas dan dapat mengendalikan hama penggerek batang atau penggorok daun yang sulit dicapai dengan aplikasi cendawan, bakteri, dan virus. Nematoda juga memiliki daya bunuh yang sangat cepat dan mudah diperbanyak.

Infeksi nematoda entomopatogen dilakukan oleh larva instar III (juvenil infektif) yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui lubang alami (mulut dan anus) atau spirakel (lubang pernafasan serangga). Serangga yang terinfeksi nematoda entomopatogen akan mengalami kematian dalam waktu 24-48 jam setelah terinfeksi. Nematoda diformulasikan menjadi bioinsektisida dengan bahan pembawa berupa butiran tanah gambut, butiran tanah liat, dan spon. Spon berisi nematoda sudah ada dalam bentuk kemasan siap pakai dengan nama NPS (Nematoda Pengendali Serangga).

  • Bioinsektisida Berbahan Aktif Virus Patogen Serangga Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV).

Bioinsektisida berbahan aktif virus atau dikenal dengan istilah Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV). Beberapa negara maju telah memproduksi bioinsektisida NPV dengan menggunakan teknologi tinggi secara massal, akan tetapi harga produknya masih sangat mahal. NPV merupakan salah satu virus patogen dari genus Baculovirus yang menginfeksi pada stadia larva. Kematian larva disebabkan karena adanya virion yang melepaskan nukleokapsid pada mesenteron larva. Virion yang merupakan bagian infektif dari NPV, yang merusak bagian ventriculus, makin banyak sehingga larva akan cepat mati. Selanjutnya, jika fase pupa Spodoptera litura yang terinfeksi NPV akan mengalami abnormal dengan ciri berwarna hitam dan apabila ditekan akan mengeluarkan cairan yang mengandung polyhedra.

Bioinsektisida berbahan aktif virus tersebut pertama kali diujikan kepada seragga hama Spodoptera litura, yang dikenal dengan Biopestisida Sl-NPV. Biopestisida Sl-NPV tersebut bersifat spesifik untuk hama Spodoptera litura. Aplikasi biopestisida Sl-NPV tidak menimbulkan pengaruh apapun jika diaplikasikan ke hama jenis lain.

Spodoptera litura merupakan salah satu hama yang bersifat polifag, menyebabkan kerusakan pada daun, dan mempunyai kisaran tanaman inang yang luas. Tanaman inangnya yaitu cabai, kubis, buncis, tomat, jeruk, bawang merah, kentang, terung, tebu, kangkung, bayam dan kacang-kacangan (kacang tanah, kacang panjang, kedelai), serta tanaman hias.   Beberapa masalah yang berkaitan dengan produksi dan pemanfaatan bioinsektisida NPV, yaitu permintaan pasar yang masih rendah, belum adanya regulasi dari pemerintah akan penggunaan NPV di tingkat petani, biaya produksi mahal, serta belum adanya standarisasi produk dan teknologi aplikasinya yang masih terbatas. Oleh karena itu, bioinsektisida ini sangat ideal dikembangkan dalam skala kecil di negara-negara berkembang karena sumber daya manusia yang banyak dan murah, serta luasan areal garapan yang kecil.

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img