Jika dilontarkan pertanyaan siapa yang merumuskan pancasila, maka akan ditemukan dua arus pendapat. Arus pertama mengatakan pancasila digagas oleh Soekarno. Sedangkan arus kedua berpendapat Muhammad Yamin lah yang telah melahirkan ide pancasila.
Kemudian jika diperhatikan, nampaknya arus pertama lebih masyhur di kalangan masyarakat ketimbang arus kedua. Bahkan pada tataran diskusi mahasiswa di kampus-kampus pun masih beranggapan bahwa pancasila digagas oleh Bung Karno.
Jika ditanyakan kepada mereka apa alasannya, secara sederhana, argumentasinya adalah peristiwa 1 Juni 1945 dimana pada saat itu Bung Karno berpidato menyampaikan rumusan dasar negara pada sidang pleno BPUPKI. Argumentasi tersebut selanjutnya menjadi penguat keyakinan para waris (keturunan) Soekarno, dan para Soekarnois lainnya tentang kedigdayaan seorang Soekarno.
Sedangkan arus kedua yang berpendapat pancasila adalah ide Muhamad Yamin pernah dipopulerkan pada masa orde baru. Era pemerintahan Soeharto meyakini bahwa pancasila adalah hasil perenungan Yamin, bukan Soekarno. Tersebutlah Nugroho Notosusanto, seorang sejarawan militer yang pernah menjadi Menteri pada Kabinet Pembangunan IV sebagai tokoh yang getol menyuarakan konsep ini.
Namun, belakangan disadari, bahwa pemahaman pada masa orde baru tersebut sarat dengan kepentingan politis, dimana usaha delegitimasi Soekarno atau de-Soekarnoisasi tengah digencarkan oleh pengusasa saat itu.
Lalu, bagaimana kompromi yang dapat diambil dari dua persimpangan arus di atas? Maka menjawab pertanyaan tersebut diperlukan usaha untuk melihat kembali tentang bagaimana proses lahirnya pancasila secara komprehensif, dan didukung dengan tinjauan secara holistis.
Lebih lanjut, jika berbicara mengenai literatur yang menjelaskan proses lahirnya pancasila, maka setidaknya ditemukan dua karya monumental dan populer, dimana keduanya sama-sama menjadi rujukan kajian ilmiah seputar sejarah ketatanegaraaan Indonesia.
Pertama, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 karya Muhammad Yamin yang diterbtikan pada 1959. Kedua, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, karya RM A.B. Kusuma, seorang pakar sejarah ketatanegaraan,Universitas Indonesia. Diterbitkan pada tahun 2004 oleh Badan Penerbit Fakultas Hukum UI.
Hanya saja, karya yang ditulis oleh Muhammad Yamin cukup menuai kontroversi. Banyak keraguan muncul mengenai validitas riwayat perumusan pancasila yang dituliskan Yamin dalam bukunya. Hal ini dikarenakan dari segi isi, dinilai banyak mengandung unsur subjektif Yamin yang terkesan membesar-besarkan perannya sebagai perumus pancasila.
Jika meminjam istilah teman-teman Ushuluddin,buku karya Muhammad Yamin telah terkena al-jarh (kritikan/catatan) oleh beberapa tokoh. Diantaranya Mohammad Hatta, Ruslan Abdul Gani, AG. Pringgodigdo, dan teranyar Prof.Ahmad Syafi’i Ma’arif.
Selanjutnya, merujuk pada tulisan RM. A.B Kusuma, BPUPKI dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945 dengan tugas menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar bagi Indonesia yang akan merdeka. Pada periode pleno pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945) para anggota disibukkan dengan adu argumen mengenai dasar negara.
Pada hari pertama (29 Mei) Muhammad Yamin tampil memberikan pidato dan mengusulkan lima dasar negara yaitu :
Peri Kebangsaan;
Peri Kemanusiaan;
Peri Ketuhanan;
Peri Kerakyatan,dan;
Kesejahteraan Rakyat.
Kemudian, pada 31 Mei 1945 Soepomo berbicara dan menyampaikan konsep dasar negara integralistik.
Selanjutnya, pada 1 Juni 1945 giliran Soekarno berpidato dan menyampaikan usulnya tentang dasar negara. Saat itu Soekarno mengusulkan lima dasar negara yaitu :
Kebangsaan Indonesia;
Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan;
Mufakat atau Demokrasi;
Kesejahteraan Sosial dan;
Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Soekarno kemudian menambahkan bahwa lima dasar terebut atas petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa ia beri nama dengan Pancasila yang berarti lima sila.
Jika diperhatikan,riwayat di atas menjelaskan bahwa istilah atau penamaan pancasila memang keluar dari pidato Soekarno atas petunjuk temannya yang ahli bahasa (salah satu pendapat mengatakan teman Soekarno yang ahli bahasa itu adalah Muhammad Yamin)
Lantas, berdasarkan riwayat di atas, cukup kah menjadi legitimasi bahwa pancasila merupakan karya Soekarno? Hal ini tentu tidak dapat diterima sepenuhnya. Karena sebelumnya perlu dibedakan terlebih dahulu antara pancasila dalam konteks istilah (penamaan) dengan pancasila dalam konteks substansi dan isi.
Seterusnya,sidang pleno I BPUPKI berakhir tanpa ada keputusan. BPUKI gagal mendapat kesepakatan karena terjadi perdebatan tajam yang belum mencapai titik temu mengenai dasar negara Indonesia. Menurut Bernard Johan Boland dalam bukunya the Struggle of Islam in Modern Indonesia, suasana sidang BPUPKI berlangsung penuh perdebatan dan adu argumen dengan tingkat retorika yang sangat tinggi.
Pasca-kegagalan mufakat di sidang BPUPKI I, secara resmi terbentuk lah panitia 8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas menginventarisasi usulan para anggota sekaligus mencari kompromi mengenai rumusan dasar negara. Panitia ini terdiri dari Soekarno,Hatta,Yamin, AA Maramis, Otto Iskandar Dinata, Sutardjo Kartohadikusumo, Ki Bagoes Hadi Kusumo, dan KH. Wachid Hasyim.
Kemudian seiring dengan perkembangan situasi dan dinamika yang terjadi, secara spontan Soekarno menujuk 9 orang dari yang berkumpul di Jakarta untuk kemudian bekerja merumuskan Mukadimah UUD. Panitia ini kemudian dikenal dengan Panitia 9 yang melahirkan Piagam Jakarta. Panitia ini terdiri dari Soekarno,Hatta,Yamin,Maramis,Achmad Soebardjo,Agus Salim,Kahar Muzakkir,Abikusno Tjokrosuyoso,dan Wachid Hasyim.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Pancasila yang dikenal hari ini merupakan hasil karya panitia 9 dengan mengganti sila pertama yang sebelumnya berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Mukadimah Undang-Undang Dasar ini lah yang kemudian disahkan oleh PPKI sehari setelah proklamasi yaitu 18 Agustus 1945.
Berdasarkan uraian perjalanan perumusan pancasila di atas, maka dapat membantah argumen yang mengatakan bahwa pancasila merupakan karya Soekarno. Mengenai hal ini sekurang-kurangnya ada dua argumentasi.
Pertama, berdasarkan fakta historis. Jika dicermati, rumusan pancasila yang disampaikan Soekarno pada 1 Juni 1945 sangat berbeda dengan rumusan yang disahkan oleh PPKI. Dimana Soekarno merumuskan dengan sistematika sebagai berikut :
Kebangsaan Indonesia;
Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan;
Mufakat atau Demokrasi;
Kesejahteraan Sosial,dan;
Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Sedangkan Pancasila yang kita kenal hari ini adalah :
Ketuhanan Yang Maha Esa;
Kemanusiaan yang adil dan beradab;
Persatuan Indonesia;
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan;
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, berdasarkan pendekatan filosofis. Menurut Mahfud MD, dalam memahami pancasila,dikenal sebuah filosofi hierarkis piramidal, yaitu cara memandang pancasila dimana sila yang disebut terlebih dahulu memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada sila-sila yang disebut kemudian. Sila pertama menjadi landasan bagi sila kedua, sila kedua menjadi landasan bagi sila ketiga,dan seterusnya. (Mahfud,2010)
Antara rumusan Soekarno yang menempatkan sila ketuhanan pada sila ke-lima dengan pancasila hari ini yang memosisikan sila ketuhanan di urutan pertama tentu sangat bertolak belakang,dimana semangat filosofisnya menjadi berbeda dengan pancasila yang berlaku sekarang sebagai Philosofische Grondslag (dasar falsafah).
Kemudian, berdasarkan uraian perjalanan perumusan pancasila di atas, juga dapat membantah argumen yang menyatakan bahwa pancasila merupakan karya Muhammad Yamin. Mengenai hal ini, dapat disadari bahwa sumber yang menerangkan pancasila merupakan karya Yamin tidak lain adalah buku yang ditulis oleh Muhammad Yamin sendiri.
Buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 karya Yamin sarat dengan informasi yang subjektif, serta banyak dikritik oleh beberapa tokoh yang juga menjadi pelaku sejarah dalam perumusan dasar negara. Disamping itu, pandangan arus ini merupakan pandangan yang politis, sarat dengan usaha delegitimasi Soekarno seperti yang pernah digencarkan oleh pemerintahan orde baru.
Pada akhirnya, dapat disadari bahwa pancasila merupakan karya bersama. Digagas sedemikian rupa oleh para pendiri bangsa secara berjemaah. Pancasila merupakan produk dari perdebatan dan adu argumentasi para tokoh bangsa dalam majelis panitia sembilan. Disana ada semangat kolektifitas, spirit kebersamaan, dan jiwa gotong-royong. Maka, menjadi suatu hal yang naif jika hari ini masih ada pendapat yang menyandarkan pancasila kepada seseorang saja. Entah itu Soekarno maupun Muhamad Yamin.
Oleh : FARID ANSHAR ALGHIFARI
Mahasiswa Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah,UIN Imam Bonjol Padang
/Ketua Komunitas Literasi Mahasiswa Konstitusi (KALaM Konstitusi) UIN Imam Bonjol