25 C
Padang
Jumat, Februari 7, 2025
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

MENUJU MEJA MAKAN
M

Kategori -
- Advertisement -

Cerita Berseri:

Seribu Asa untuk Bahagia

#Seri 5/1000cerita

Oleh : H. Nofrijal, MA

Penyuluh Keluarga Berencana Ahli Utama (PUMA)IV-e

Kembali ke meja makan, pernah menjadi “trendy topic” pada tahun 2019 yang lalu, ketika salah satu tema yang diusung dalam Rencana Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke 27 di Kota Padang adalah “Kembali ke Meja Makan”, sangat disayangkan peringatan dengan disain “big ganthering” tersebut tidak bisa dilaksanakan karena Indonesia dilanda virus Corona pada tahun 2020.

Ide dan konsep “kembali ke meja makan” masih sangat relevant dalam proses panjang membangun karakter keluarga melalui interaksi positif di meja makan. Imam Prasodjo, yang dikenal sebagai Pakar Sosiolog, dosen Universitas Indonesia menyimpulkan bahwa keluarga terbangun atas 4 sebangun yang saling menguatkan atau disebut dengan 4 kesenyawaan sosial keluarga; yakni “keluarga berkumpul; keluarga beriteraksi; keluarga berbagi; dan keluarga berdaya”

Tulisan ini mengubah kata “kembali” menjadi “menuju” meja makan, dengan pemikiran bahwa kita tidak pernah meninggalkan meja makan untuk forum edukasi keluarga, kita lebih optimis karena kata-kata menuju adalah langkah pasti yang disiapkan dan menjadi keseharian keluarga Indonesia. Berkumpul di meja makan bukan sejarah dan fenomena budaya yang perlu dikembalikan, akan tetapi meja makan merupakan forum edukasi keluarga yang bisa menjayakan kehidupan keluarga Indonesia.

Meja makan secara ilustrasi fisik menggambarkan minimal 4 sudut atau bulatan dan sepintas melukiskan bahwa terdapat 4 orang keluarga (ayah, ibu dan 2 anak) akan saling duduk berhadapan bersantap makan dan saling berinteraksi. Tetapi ilustrasi sosial, meja makan memiliki makna lahiriyah dan bathiniyah untuk diperbincangkan.

Kesenyawaan Sosial Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terbangun atas ikatan perkawinan yang sah, legitimasi sosial lingkungan dan setiapnya punya cita-cita luhur yakni “sakinah; mawaddah, warrahmah, (SAMAWA)” yang terbangun dan berjalan secara independent serta memiliki keunikan sebagai cara mereka hidup dan berdampingan. Keluarga dalam dinamikanya memiliki dua type yakni “nuclear family”, keluarga batih, keluarga inti dan keluarga yang didefinisikan dengan ayah dan ibu, atau ayah atau ibu dengan sejumlah anak biologis dan adopsi yang berkekuatan berkekuatan hukum. Selanjutnya ada istilah “entended family”, keluarga dengan cakupan relasi yang lebih besar, melibatkan kakek-nenek, tante-om, bibi-paman, cucu dan cicit. Keluarga berbentuk komunitas yang saling beritenraski dan melabel diri “kita torang bersaudara”. Ada yang lebih besar dari sekedar “enxtended family”, keluarga disebut juga dengan clan/suku dan bahkan dalam sejaran tradisional mereka yang satu kampung tempat tinggal disebut dengan keluarga.

1/4 Keluarga Berkumpul

Berkumpul adalah naluri makhluk hidup “mankind”, naluri ini lebih jauh dapat dibuktikan bahwa setiap manusia akan mencari  teman dan singgungannya untuk hidup survive dan  berkembang. Keluarga tidak hanya sekedar sarana & wahana berkumpul akan tetapi juga menjadi “huge love relationshop”, mengalahkan relasi huhungan percintaan anak muda. Karena keluarga dimiliki bersama dan dijaga bersama. Di dalam keluarga berkumpul kekuatan dan dorongan cita-cita bersama, jadi tidak hanya secara fisik anggota keluarga berkumpul akan tetapi sikap, kepercayaan dan pandangan-pandangan juga berkumpul dalam satu visi dan misi keluarga.

2/4 Keluarga Beritenraksi

Interaksi/komunikasi sosial dalam keluarga ibarat “alat dalam penampilan musik klosal”, dia menjadi perekat hubungan antar dan inter anggota keluarga. Suasana keluarga yang ceria memerlukan interaksi yang intens antar anggota, praktiknya bisa saja saling menyapa, saling berdebat dan saling memberikan feed-back. Sebaliknya interaksi seperti “suasana kuburan”, akan memunculkan efek saling mencurigai, saling tidak percaya dan saling mencemburui satu sama lain. Interaksi yang terstruktur dan terpola dapat muncul pada saat beribadah dan berdoa bersama, tentu interaksi di meja makan menjadi salah satu proses komunikasi terbaik.

3/4 Keluarga Berbagi

Hidup berbagi adalah “pendidikan universal” yang berlaku di semua belahan benua. Hidup berbagi “care-ness” menjadi pemicu tumbuhnya rasa memiliki negara, memiliki orang tua dan keurunan, kemudian memiliki kebanggan menjadi bagian dari komunitas yang ada. Pendidikan karakter “gotong royong” yang masuk dalam 9 nawacita Presiden Republik Indonesia tahun 2015-2019, dapat membantu percepatan “National Character Building” Indonesia. Gerakan besar sosial di lingkungan masyarakat luas, dapat dimulai pembiasaannya (internaslisasi) dan praktiknya (externalisasi) dari keluarga.

4/4 Keluarga Berdaya

Keluarga berdaya, identik dengan keluarga berpendidikan. Pendidikan sepanjang usia “long life education” atau “education without wall”, menjadi dasar konsep membangun keluarga berkualitas. Setiap keluarga akan mengukur tingkat kualitas anggotanya melalui durasi, prestasi dan aktualisasi pendidikan. Durasi pendidikan sudah tidak ada batas, walaupun pemerintah menerapkan “wajib pendidikan dasar 12 tahun” tetapi bukan serta merta diartikan bahwa anak-anak akan bersekolah wajib sampai dengan tamat SMA. Dorongan untuk bersekolah setinggi tingginya adalah komitmen pertama keluarga berdaya.

Demikian juga “continuing education” dapat berupa life skill bagi anggota keluarga yang sudah dewasa, orang tua biasanya memerlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui yang porsinya lebih banyak mengandung perubahan prilaku orang tua dan keterampilan hidup teknis secara ekonomis, pendidikan dan sosial.

Keluarga berdaya akan mempercepat naiknya indeks pembangunan manusia (Human Development Index), khususnya di bidang pendidikan. Keluarga berdaya akan menghabiskan “angka buta huruf”; meningkatkan usia rata-rata tamat pendidikan; program literacy kemuanusian; penggunaan IT dan digital secara proper dan profesional; serta akan membangun sumber-sumber pendapatan yang layak dan berksinambungan.

Selanjutnya mari kita bahas makna “Menuju Meja Makan, saya beri singkatan Menu-Mama”. Setidaknya secara filosofis dan sosiologis, meja makan dan komplementnya memiliki 4 arti utama.

1/4 Meja Demokrasi

Pendidikan demokrasi dan taat hukum pertama adalah keluarga, keluar memiliki forum edukasi demokrasi yang namanya “meja makan”. Di meja makan terjadi proses belajar menghargai pendapat (memuji dan ucapan apresiatif); belajar mendengar dengan seksama & feedback; belajar patuh dan antri; belajar  menyimpulkan; dan belajar berfikir keluar dari masalah. System pendidikan “boarding school” (khususnya pondok pesantren modern), Pramuka dan ketentaraan/prajurit menjadikan meja makan sebagai symbol kepatuhan, disiplin dan kerapian.

2/4 Meja Interaksi Aktif

Tidak banyak perbedaan pemahaman antara demokrasi dan interaksi, karena kedua duanya saling mengisi. Pada meja interaksi terjadi komunikasi dua arah yang saling menempatkan “ how to listen dan how to deliver feed back” sebagai penyangga interaksi/komunikasi anggota keluarga di meja makan. Komunikasi pre-dinner, sebagai contoh akan memberi keleluasan setiap anggota keluarga menyampaikan pesan-pesan segar dan berisi untuk menjadi konsumsi keluarga. Kita sering melihat “gala dinner event” suatu meeting, memiliki cara yang sama untuk mempererat silaturrahmi undangan dan anggota yang hadir.

Meja makan adalah tempat yang tetap/permanent untuk interaksi yang lebih banyak, si sulung-si bungsu atau kakak adiknya, bersama orang tua dan anggota keluarga lainnya dapat menyepakati pola dan variasi interaksi yang dapat diwujudkan.

3/4 Meja Kecukupan Pangan

Meja makan adalah lambang “pemenuhan kebutuhan dasar, yakni pangan”, dengan bahasa politis bahwa meja makan adalah “lambang kecukupan pangan”. Bila gerakan menuju meja makan, maka yang tergambar adalah setiap keluarga memiliki kewajiban mencukupi pangannya. Kecukupan pangan secara sederhana, setiap keluarga menerapkan “pola makan seimbang, dengan menu 4 sehat dan 5 sepurna”, atau dengan istilah baru sekarang ini “penuhi piringku”. Ini merupakan pencegahan kekurangan gizi yang pertama dan utama bagi keluarga, ini merupakan inisial pola hidup makan sehat bagi remaja dalam melaksanakan “healthy life style” mereka, karena di meja makanlah akan hadir selera, menghadirkan diet yang sehat dan di meja makan juga menghadirkan keanekaragaman nabati & hayati Indonesia.

4/4 Meja Berbagi Tugas

Ini adalah sudut atau segi kempat dalam ilustrasi meja makan, keluarga yang dinamis adalah keluarga yang memiliki pembagian tugas secara “voluntarily”, bagi keluarga yang memiliki anak-remaja mestilah ada pembagian tugas menuju meja makan. Tugas-tugas itu dapat membangun karakter sigap, siap dan mandiri, anggota mana yang bertugas merancang menu dan membuatnya; anggota mana yang bertugas “dishing”, mencuci piring dan peraralatan makan; anggota mana yang dimintakan piket selera dan evaluasi. Pendek kata, menuju meja makan harus dimulai dengan pembagian tugas, termasuk sang ayah yang pada saatnya menjadi “master chef” program menuju meja makan.

Jakarta, 21 Juli 2021

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img