25 C
Padang
Minggu, Maret 16, 2025
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

Badan Kehormatan DPRD Limapuluh Kota ikuti Seminar Nasional Mahkamah Kehormatan Dewan
B

- Advertisement -

Terkait apakah etika Anggota DPR RI saat ini sudah cukup baik atau belum, Adies sendiri mengatakan bahwa karakteristik Bangsa Indonesia itu berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan juga kepada budaya Indonesia. Indonesia memiliki budaya sopan santun, dimana di dalamnya terdapat tata cara berbicara dan tata krama bersikap.

“Semuanya harus sesuai pada tempatnya. Itu semua harus juga dipertimbangkan untuk menjadi bagaimana kita pejabat publik ini mempunyai etika yang baik,” tandas legislator dapil Jawa Timur itu.
Dengan keynote speech dari Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah, menginginkan adanya payung hukum penanganan kode etik dengan membuat Undang-Undang (UU) Lembaga Perwakilan dan UU Etika Penyelenggaraan Negara sebagai wujud perbaikan sistem kehormatan lembaga negara.
“Ada 2 UU yang perlu dilahirkan dan penting sekali. Yaitu UU Lembaga Perwakilan dan UU Etika Penyelenggaraan Negara,” kata Fahri
Menurut Fahri, UU Lembaga Perwakilan itu penting untuk melindungi kerja-kerja legislatif agar tidak diintervensi oleh pemerintah. Mengingat saat ini, dinilai Fahri, seluruh kerja DPR RI diintervensi oleh pemerintah. “Kerja anggarannya diintervensi, pegawainya diintervensi. Semuanya di intervensi pemerintah,” pungkasnya.
Sementara terkait UU tentang Etika Penyelenggaraan Negara, Fahri berharap agar UU tersebut segera dibuat. Tujuannya agar tidak terjadi pencampuran antara kebobrokan dan moralitas individu yang bisa merusak lembaga.
“Di situ segera kita atur, bagaimana supaya orang dikeluarkan dari lembaganya karena dia terlibat kasus, jangan kemudian diobyok-obyok, digabung-gabung. Sehingga bukan hanya orang itu yang rusak sebagai pelaku, tetapi juga lembaganya hancur,” tekan legislator daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat itu.
Hal seperti itulah yang menurut Fahri, perlu adanya payung hukum dan itu akan menjadi terobosan yang besar sekali, mengingat di dunia saat ini belum banyak yang memiliki UU tersebut, dan mungkin Indonesia adalah negara pertama yang mengatur adanya sistem mahkamah etika yang mengatur perilaku seluruh dari lembaga negara.
Dalam sambutannya, Fahri juga menilai saat ini Indonesia memiliki perasaan frustrasi, akibat belum adanya sistem etika yang mengakibatkan seolah-olah semuanya terlihat melanggar. Padahal menurutnya, keadaan itulah yang menyebabkan semua orang terlihat salah karena belum adanya sistem. “Karena lubangnya banyak, orang kakinya kena terus. Dan termasuk etika bagi penegak hukum, bagaimana caranya supaya dalam penegakan hukum jangan semuanya dirusak. Lindungilah juga kehormatan dari lembaga. Jangan dirusak semua lembaga. Itu juga bagian dari yang harus diatur di dalam UU itu,” tandasnya.
Lebih lanjut Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, selain ada tiga hak meliputi angket, interpelasi dan budget yang diamanatkan dalam UUD serta konstitusi, ada pula hak yang kerap digunakan oleh para anggota DPR RI, yakni ‘Hak Ganggu’.
“Jadi kalau pemerintah macam-macam, ya diganggu. Ada saja jalan bagi anggota DPR untuk menggunakan hak ini. Ini lah yang membuat DPR relatif agak bargain (memiliki posisi tawar agar tinggi),” sebut Fahri dalam keterangan tertulisnya.
Fahri melanjutkan, DPR sebagai lembaga Perwakilan Rakyat mencoba memperkuat keberadaannya. Berdasarkan pandangan IPU (International Parliamentry Union) tentang parlemen modern itu, Fahri mengatakan paling tidak ada lima upaya untuk melakukan itu.
Pertama, setiap anggota DPR itu harus mengakar, artinya dipilih oleh rakyat yang berdaulat dan merdeka. Oleh karena itu, DPR menambah pasal-pasal tentang Hak Representasi yang berisi seorang wakil rakyat harus dekat dengan rakyatnya sebagai akibat dia dipilih oleh rakyat yang berdaulat.
Kedua, pluralistik representatif. Di Indonesia, anggota DPR nya sudah mewakili semua struktur suku, agama, golongan dan sebagainya. “Itu yang membuatnya modern,” ucap Fahri.
Ketiga, ada sistem pendukung, diamandemen MD3, DPR terus memperkuat sistem pendukungnya itu.
“Makanya, kalau melihat yang ada sekarang ini, selain ada Sekretariat Jenderal, juga ditambah dengan Badan Keahlian DPR RI. Bahkan, dicapnya pun ditulis Sekjen dan BK DPR RI,” jelas Fahri.
Bersambung ke halaman 3

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img