Oleh : Niken Februani dan Siska Yuningsih ~ Mahasiswa Biologi FMIPA Universitas Andalas
Sudah hampir 10 bulan semenjak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengeluarkan keputusan presiden yang berisi himbauan untuk melaksanakan seluruh kegiatan atau aktivitas dari rumah, tak terkecuali kegiatan akademik dari perguruan tinggi di Indonesia dikarenakan adanya wabah Covid-19. Hal ini membuat seluruh perguruan tinggi mengubah prosedur kuliah dari yang awalnya tatap muka menjadi kuliah daring.
Perkuliahan yang dilaksanakan secara daring ini, menyebabkan beberapa dosen untuk mengalihkan kegiatan pemberian materi kuliah mereka menjadi tugas atau semacam presentasi online. Pemberian tugas semacam ini tentu mengundang berbagai reaksi keluh kesah dari satu atau bahkan banyak kalangan mahasiswa. Mulai dari keluhan jumlah tugas yang terasa menjadi dua kali lipat, kuota internet cepat habis dan koneksi yang tidak stabil, dan waktu kuliah yang terkadang menjadi fleksibel dan berlebih dari waktu kuliah tatap muka.
Keluh kesah ini akhirnya mulai menurun semenjak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim pada jum’at (20/10/2020) mengizinkan pemerintah daerah untuk melakukan pembukaan sekolah atau kegiatan belajar tatap muka di sekolah di seluruh zona risiko virus corona mulai Januari 2021. Hal ini tentu saja menjadi angin segar bagi mahasiswa karena jika sekolah diperbolehkan maka perguruan tinggi berkemungkinan besar juga akan diperbolehkan.
Pada konferensi pers daring pada Jumat (20/11/2020), menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kembali memberi tahu bahwa kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi juga bisa kembali digelar secara tatap muka dan untuk teknis belajar kembali secara tatap muka di kampus segera ditetapkan dalam waktu dekat.
Pada konferensi ini Nadiem Makarim menegaskan bahwa pembelajaran tatap muka DIPERBOLEHKAN, tidak DIWAJIBKAN. Untuk anak yang orang tuanya melarang maka boleh tidak mengikuti kuliah offline. Untuk menyelenggarakan pembelajaran secara tatap muka diperlukan izin dari pemerintah dan orang tua.
Pembelajaran luar jaringan ini diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Jika ditinjau dari daerah Sumatra barat, kasus positif Covid-19 pada kurva dari bulan oktober-november 2020 menunjukkan penurunan. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dari pemerintah daerah untuk mengizinkan pembelajaran luar jaringan.

Berdasarkan survey yang telah dilakukan banyak sekali pelajar maupun mahasiswa yang berpendapat bahwa pembelajaran di dalam jaringan ini semakin hari membuat dampak negatif seperti mata minus karena menatap layar tanpa henti bahkan pembelajaran yang sulit dimengerti sehingga berimbas kepada ketakutan mahasiwa terhadap penilaian akhir nantinya.
Sistem kuliah daring serta kondisi yang mengharuskan untuk tetap berada di dalam rumah juga membuat kita menjadi overthinking, terutama bagi mereka yang memiliki gangguan kecemasan. Bagaimana jika nilai semester ini hancur? Mengapa tidak pernah bisa paham dengan materi yang disampaikan? Bagaimana orang lain bisa terus belajar dan produktif sementara saya hanya bermalas-malasan? Kapan pandemi ini akan berakhir? Dan bagaimana jika pandemi ini terus berlanjut sehingga kuliah daring akan dilanjutkan sampai semester depan? Pikiran-pikiran yang timbul ini nantinya juga dapat membuat sebagian pelajar yang tidak mampu mengontrol emosinya menjadi stress dan depresi.
Namun dengan adanya informasi bahwasannya kuliah tatap muka akan dilaksanakan mulai Januari 2021 harusnya dapat membuat para mahasiswa lebih semangat lagi belajar karena pembelajaran secara normal yaitu tatap muka akan dilaksanakan lebih kurang sebulan lagi. Rasa cemas, stress dan overthinking yang berkecamuk selama perkuliahan daring diharapkan mulai diperbaiki agar ketika kuliah tatap muka dilaksanakan tidak terkena dampak.
Perkuliahan tatap muka nantinya tentu saja harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, jangan sampai kegiatan ini menimbulkan klaster yang baru. Hal ini juga akan membutuhkan dukungan pemerintah untuk mewujudkannya seperti menetapkan kebijakan-kebijakan baru untuk mengantisipasi penyebaran covid-19, satgas penanganan Covid-19 yang tanggap di setiap daerah untuk memastikan resiko penyebaran terkendali dan dapat diminimalisir, serta tentu saja masyarakat sipil yang harus mematuhi setiap protokol Covid-19 yang dianjurkan pemerintah maupun satgas penanganan covid-19 agar bisa terealisasi.
Antisipasi awal perkuliahan tatap muka juga diperlukan, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari luar daerah, antisipasi ini bisa berupa melakukan isolasi kepada mahasiswa yang berada diluar sumbar selama 14 hari dan juga menyediakan fasilitas karantina apabila terdapat klaster baru.