29.8 C
Padang
Jumat, Maret 29, 2024
spot_imgspot_img
Beritasumbar.com

Tarik Ulur PKS-Jokowi
T

Kategori -
- Advertisement -

Oleh: Erizal
Saat saya menulis, “Sinyal PKS ke Jokowi (Feb, 2018)”, banyak yang tak percaya, hoaks, malah marah-marah. Intinya, saya diserang. Itu tak bakal terjadi. PKS berkoalisi dengan Jokowi? Mustahil! “Tak berbaun tunjukku doh!” Begitulah. Baru sebatas sinyal saja sudah begitu, apalagi benar-benar kejadian? Entah apa yang terjadi?
Sekarang, Presiden Jokowi sendiri yang mengungkapkan, bahwa ada pertemuan beberapa kali dengan elite PKS. Pertemuan diam-diam, tanpa tercium media. Kalau terang-terangan, sudah pernah sekali, saat Sohibul Iman baru terpilih, 2015. Itu juga sebetulnya sinyal mengubah haluan.
Anehnya, Mardani Ali Sera, sang pencetus gerakan #2019GantiPresiden itu, malah secara terbuka menantang Presiden Jokowi, untuk mengungkapkan pertemuan diam-diam itu. Akhirnya, bukan Jokowi yang mengungkapkan, tapi Sohibul termasuk Al-Muzammil Yusuf yang mengakui.
Ini bak menelan ludah sendiri. Mau tak mau, terpaksa ditelan habis, sambil memicingkan mata. Serangan yang selama ini dilancarkan bertubi-tubi, lumpuh oleh satu tangkisan saja. Itupun hanya pakai tangan kiri, “istilah Rocky Gerung. Apa Mardani masih punya nyali buat menyerang?
Wajar, dalam sebuah talk show, Sohibul mengaku kalau nanti proses politik mengarah ke Jokowi, kader PKS pasti akan ikut pemimpinnya. Artinya, opsi itu selalu terbuka. Walau Sohibul wanti-wanti mengatakan, untuk sekarang, tidak! Pilihannya Prabowo. Proses politik, siapa tahu?
Berangkali, Jokowi memang sengaja mengungkap politik dua muka ini: Tidak-tidak, tapi iya juga. Berteriak keras #2019GantiPresiden, tapi proposal hendak bergabung, dimasukkan juga. Malah, sebetulnya itu sejak awal, seperti PPP dan PAN. Tapi, sayang, PKS sepertinya digantung.
Akhirnya, “terpaksa” di luar. Tapi, untuk periode kedua, siapa tahu ada jalan? Selamanya ada di luar pemerintahan, siapa tahan? Apalagi sistem politik kita sebetulnya tak mengenal istilah oposisi. Maka dibukalah pertemuan diam-diam itu. Kenapa diam-diam? Karena politik mengeras.
Pasca pilkada DKI Jakarta, ada penguatan terhadap Islam politik. Partai-partai Islam, juga PKS menjadi relevan, jika tak mau digulung seperti Ahok di DKI Jakarta. Bak gayung bersambut, terwujudlah pertemuan diam-diam itu. Politik berubah. Ahok bukan Jokowi, Jokowi bukan Ahok.
Kini, gelombang politik mengantarkan PKS pada pilihan politik yang semakin terbatas dan sempit. Pengungkapan terang-terangan oleh Presiden Jokowi itu bisa jadi sebuah sinyal bahwa ia juga sudah mengikhlaskan PKS untuk Gerindra. Lawan kotak kosong itu tak saja mustahil secara politik, juga tak dimungkinkan Undang-Undang, seperti yang dikatakan Refly Harun di ILC, lalu.
Refly mengatakan bahwa, KPU malah dilarang, bila menerima pendaftaran satu pasangan calon dari semua partai. Tetap harus ditinggalkan dua partai agar bisa nyalon. Jika tak mau justru partainya disanksi. Artinya, tak ada calon tunggal. Bisa jadi semua ini cuma drama politik belaka.
Maka, ikhtiar PKS untuk tak terwujud lawan kotak kosang, sebanyak ini rakyat Indonesia kok tak bisa mencari lawan petahana, PKS sudah memiliki 9 capres/cawapres, hanya gelembung, yang apabila meletus, hanya sekadar angin kosong belaka. PKS terlihat gagap membaca keadaan.
Dan ini tak hanya terjadi di luar, juga di dalam. Hashtag #2019GantiPresiden, ganti Fahri Hamzah saja tak bisa! Ini jawaban lawan politik PKS yang langsung menohok. Di dalam, banyak sekali tesis-tesis yang dibangun di awal gugur dengan sendirinya. Seperti dakwah ialah panglima, tapi yang ditempuh jalan kuasa. Politik keberkahan, tapi itu benar yang hilang tiga tahun terakhir.
Tapi, tarik-ulur PKS-Jokowi sudah berakhir. Entah, kalau terbuka lagi? Siapa tahu? Kata Sohibul Iman, politik itu rileks, mengalir saja. Artinya, segala kemungkinan masih bisa terjadi. Ya, ndak?

- Advertisement -
- Advertisement -

BERITA PILIHAN

- Advertisement -
- Advertisement -

Tulisan Terkait

- Advertisement -spot_img